Mohon tunggu...
Azis Tri Budianto
Azis Tri Budianto Mohon Tunggu... Dosen - Mahasiswa | Penulis | Filsuf
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dalam hidup kita hanya sebagai pemain, jadilah pemain yang menjalankan perannya dengan baik. _sing biasa bae

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Berdamai dengan Patah Hati dari Para Filsuf

28 Februari 2023   12:13 Diperbarui: 28 Februari 2023   12:20 2434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menundukkan Ego di Hadapan Cinta

Dalam pandangan Kierkegaard, penderitaan adalah bagian penting dalam menata cinta. Penderitaan menguji apakah cinta itu benar-benar cinta atau hanya upaya untuk memenuhi keinginan. Cinta yang tidak sejati, yang dibayang-bayangi keinginan semata, akan mudah menyerah di hadapan penderitaan. Dan, kita tidak pantas mengaku mencintai kalau tidak mau menderita demi cinta.

Paling tidak penderitaan cinta itu adalah berupaya untuk mengalahkan ego dalam diri. Jangan salah, mengalahkan ego diri bukan perkara yang mudah. Kita terbiasa bangun kesiangan, namun Sang Kekasih menghendaki bangun di waktu subuh. Untuk dapat lebih mendekatkan diri dengan Sang Kekasih, maka kita perlu melampui kebiasaan (ego) bangun kesiangan, dan membiasakan diri bangun di waktu subuh. Sulit memang, namun itu merupakan jalan yang mendekatkan diri kita dengan Sang Kekasih.

Jika dalam menata cinta tidak ada upaya untuk menundukkan ego, maka kemungkinannya cinta akan terjebak pada lingkaran ego saling mengobjektifikasi satu sama lain. Hasilnya adalah konflik, kemuakan, dan kegagalan cinta. Oleh karena itu, jangan biarkan cinta dibayang-bayangi dengan keinginan-keinginan yang egoistis, dan masuklah ke ruang asketis cinta dengan menundukkan ego di hadapan cinta.

Cinta seperti ini bukan berarti menihilkan patah hati. Potensi patah hati akan selalu ada. Pengorbanan si pecinta bisa saja tidak ditanggapi oleh yang dicinta. Namun, karena alamat cinta sudah sampai pada level asketis, bebas dari belenggu keinginan-keinginan, maka patah hati telah melebur dalam keikhlasan. Sehingga, tidak ada lagi kekecewaan dan kesengsaraan yang merusak diri akibat patah hati. Itu semua telah berubah menjadi penerimaan dan kedamaian, sebab kita telah mampu berdamai dengan patah hati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun