Jogjakarta, kota yang kaya akan budaya dan warisan sejarah, tak hanya menawan dengan peninggalan bangunan dan tradisinya yang kental, tetapi juga kuliner khasnya yang sudah melegenda. Salah satu ikon kuliner yang tak bisa dilepaskan dari identitas Jogja adalah angkringan. Warung kecil yang menjajakan kudapan sederhana ini telah mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat Jogja dan menjadi salah satu daya tarik wisata kuliner yang diminati banyak wisatawan.
Sejarah Angkringan di Jogjakarta
Asal usul angkringan di Jogjakarta memang tidak bisa dilepaskan dari sejarah dan budaya masyarakat Jawa itu sendiri. Meskipun tidak ada catatan pasti kapan angkringan pertama kali muncul, namun banyak literatur yang mengaitkannya dengan tradisi masyarakat Jawa sejak zaman dahulu.
Menurut sejarawan, cikal bakal angkringan diduga berasal dari tradisi "mangan angkring" atau makan dengan berjongkok yang sudah ada sejak masa kerajaan Mataram Islam. Pada masa itu, para abdi dalem atau pengikut raja seringkali menikmati makanan sederhana seperti nasi dan lauk seadanya dengan cara berjongkok di tanah. Tradisi ini kemudian diadopsi oleh masyarakat biasa sebagai bentuk praktis menikmati hidangan tanpa perlu peralatan makan yang mewah.
Seiring berjalannya waktu, tradisi mangan angkring ini berkembang menjadi semacam warung kecil yang menjajakan kudapan sederhana di pinggir jalan atau gang-gang kecil. Para penjualnya membuka lapak kecil dengan cara berjongkok atau membadok (bahasa Jawa: angkring) sambil menjajakan dagangannya.
Istilah "angkringan" sendiri baru muncul pada akhir abad ke-19 ketika pedagang kaki lima semacam ini semakin banyak bermunculan di Jogjakarta. Kata "angkringan" merujuk pada posisi penjual dan pembeli yang berjongkok saat menikmati kudapan yang dijajakan.
Pada awalnya, menu di angkringan sangat sederhana, seperti nasi kucing, krupuk, sate usus, tempe goreng, dan kopi joss yang diseduh dengan cara khas. Namun seiring perkembangan zaman, menu angkringan pun semakin beragam dengan tetap mempertahankan ciri khasnya yang sederhana dan murah meriah.
Angkringan semakin populer di kalangan masyarakat Jogja, terutama kelas menengah ke bawah, karena menjadi tempat nongkrong murah meriah sambil menikmati hidangan sederhana namun lezat. Tradisi ini pun terus dilestarikan dari generasi ke generasi hingga menjadi salah satu ikon kuliner khas Jogjakarta yang dikenal hingga saat ini.
Salah satu angkringan yang masih mempertahankan konsep sederhana itu adalah Angkrinagn Balap. Ada sebuah fun fact kenapa angkringan ini dinamakan angkringan Balap, dikarenakan mempunyai pelayanan yang cepat, sat set sehingga tidak membuat menunggu pelanggan. Dibuktikan dengan adanya tujuh karyawan yang megisi job desknya masing-masing. Dari yang mengoreng, membuat minuman, mengantar minuman, dan juga sebagai kasir. Angkringan ini berlokasi di pojok barat, utara lapangan Paseban Bantul. Angkringan ini masih memiliki konsep yang Jogja banget, dimana angkringan yang sudah berdiri dari tahun 2007 sampai sekarang ini tampak tak mengubah konsep angkringan menjadi sesuatu yang modern dan masih kental dengan  gerobak klasiknya.
Angkringan Balap ini buka dari jam empat sore hingga jam sebelas malam. Angkringan ini menyediakan berbagai macam makanan, dari makanan ringan hingga berat. Makanan ringan yang dijajakan di sini berupa kacang goreng, kerupuk, basreng, rempeyek, dan banyak lagi, mulai dari harga lima ratus perak hingga tiga ribu rupiah saja.
Untuk makanan berat berupa nasi kucing, angkringan ini menyediakan berbagai macam pilihan yang beragam. Dari nasi teri, nasi oseng tempe, nasi usus, nasi berkat, nasi wiwit, nasi sambal belut dan juga nasi bakar. Nasi yang menjadi best seller di sini adalah nasi sambal belutnya dan juga nasi bakarnya. Nasi sambal belut sendiri menjadi salah satu pilihan utama pelanggan dikarenakan gurihnya belut yang diuleg dengan sambal cabe ijo menciptakan citarasa yang khas. Begitu pula dengan nasi bakar di sini, nasi yang terdiri dari sambal, suwiran ayam, kemang yang dibungkus dengan daun pisang dan dibakar bakar di atas arang memberikan aroma yang mantap. Untuk nasi bakar di sini, pelnggan bisa meminta untuk membakarnya lagi, supaya nasi menjadi hangat kembali. Harga nasinya juga masih terjangkau mulai dari harga tiga ribuan sampai harga lima ribu.
Selain makanan berat, tersedia lauk pendamping berupa sate-satean berupa, sate usus, sate rempela ati, sate keong, otak-otak, bakso, tempura, dan juga sate koyor atau lemak. Sate-satean tersebut juga bisa dibakarkan juga sebelum dinikmati, tentunya tanpa biaya tambahan lagi. Selain sate satean, tersedia juga berbagai macam gorengan dari tahu susur hingga mendoan. Yang bikin sepesial di sini, gorengannya selalu digoreng dadakan, sehingga selalu tersaji dengan kondisi yang masih hangat.
Berbicara tentang angkringan, sepertinya tak lengkap kalau tidak ada wedangannya. Di angkringan ini tersedia berbagai macam minuman, dari kopi kopian dengan berbegai merk dan rasa, minuman sari buah yang tak kalah beragamnya, dan juga wedangan khas angkringan yaitu teh panas, wedang jeruk, teh kampul, wedang jahe, sekoteng, wedang uwuh, wedang rempah , dan wedang tape. Wedang yang menjadi best seller di sini adalah wedang tape. Wedang tape sendiri memiliki dua varian yaitu disajikan panas dan juga disajikan dengan es. Wedang tape ini terbuat dari tape ketan, dicampur dengan susu dan juga air panas untuk yang disajikan panas. Ditambah es untuk yang disajikan dengan es.
Untuk transaksi di angkringan ini owner menerapkan system bayar ditempat, yang berarti seletah memilih makanan apa saja yang akan dinikmati, kemudian diperihatkan ke kasir dan akan dihitung berapa harganya. Di angkringan ini juga selain pembayaran secara tunai, sudah tersedia juga system pembayaran non tunai dengan qris, hal ini guna mengikuti perkembangan jaman dimana sudah banyak orang yang beralih ke dompet digital yang dirasa lebih praktis.
Selain makanan dan minuman yang beragam, angkringan ini menyediakan tempat yang nyaman untuk bersua. Angkringan ini menyediakan beberapa tikar yang digelar di pinggir lapangan Paseban. Terlihat dari banyaknya pelanggan yang berkumpul, menggobrol, dan bersantai dengan menikmati makanan dan minuman yang telah mereka pilih sebelumnya. Pelanggan di angkringan ini juga berfariasi, mulai dari orang tua, pekerja kantor, anak kuliahan, dan remaja baik laki-laki maupun perempuan.
"Sebelumnya cuma liat di tiktok sama di Instagram pas scroll, jadinya penasaran terus ke sini. Yaaa, saya suka sama makanannya yang banyak macamnya, apalagi sate keongnya, walaupun awalnya ngerasa aneh kalau keong sawah bisa dimakan tapi ternyata rasanya enak. Sama es tapenya juga, yang biasanya dimakan langsung eh di sini nemu alternative lain buat menikmati tape dengan cara yang berbeda. Selain makananya suasana di sini juga cukup enak, karna bisa lesehan jadinya bisa selonjoran sama ga dempet-dempetan kayak di angkringan lain, jadi lebih enak kalau nongkrong bawa temen banyak soalnya luas."
Tutur Handee selaku pelanggan angkringan Balap.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI