Mohon tunggu...
Septiyana SintaWidiyastuti
Septiyana SintaWidiyastuti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

...

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Wali Adhol dalam Kacamata Hukum Positif dan Hukum Islam

4 Juni 2023   18:30 Diperbarui: 4 Juni 2023   21:08 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Alasan saya untuk membeli judul skripsi ini tak lain karena sesuai dengan latar belakang atau relevansi keilmuan yang dtekuni yaitu Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhsiyah. Hakikatnya hak untuk menjadi wali dalam perkawinan ada di tangan wali nasab. Hanya wali nasab saja yang berhak mengawinkan perempuan yang ada dalam perwaliannya. Namun, dalam kondisi tertentu ada wali nasab yang enggan (adhol) untuk menjadi wali nikah disebabkan oleh faktor tertentu. Jika hal ini dibiarkan maka tentu dapat menimbulkan masalah yang lebih besar, salah satunya membuka peluang perzinahan, kawin lari atau bahkan juga bunuh diri.  

C. Pembahasan hasil review

Dalam skripsi ini terdapat dua sudut penjelasan yang pertama ditinjau dari sisi hukum positif dan hukum islam berikut pemapaparan penjelasan mengenai sudut pandang hukum positif. Wali dalam hal nikah adalah orang yang berhak menikahkan seorang perempuan, apabila wali yang bersangkutan tidak sanggup bertindak sebagai wali, maka hak kewaliannya dapat dialihkan kepada orang lain. Berdasarkan pasal 19 KHI wali dalam pernikahan ialah rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya. 

Wali terbagi menjadi dua yakni, wali nasab dan wali hakim. Wali nasab merupakan wali yang memiliki hubungan kekeluargaan dengan perempuan yang akan menikah. Wali nasab terdiri dari empat kelompok dalam urutan kedudukan,kelompok yang satu didahulukan dari kelompok yang lain sesuai kesepakatan susunan kekerabatan dengan calon mempelai wanita sebagai berikut: Pertama, kelompok kerabat laki-laki garis lurus ke atas yakni ayah,kakek dari pihak ayah, dan seterusnya. Kedua, kelompok kerabat saudara laki-laki kandung atau saudara laki-laki seayah atau keturunan laki-laki mereka. Ketiga, kelompok kerabat paman, yakni saudara laki-laki kandung ayah, saudara seayah, dan keturunan laki-laki mereka. Keempat,kelompok saudara kandung kakek, saudara laki-laki seayah kakek, dan keturunan laki-laki mereka. 

Wali hakim adalah orang yang menjadi wali dalam kedudukannya sebagai hakim atau penguasa. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 2 tahun 1978 ditetapkan bahwa kekuasaan itu tidak langsung dipegang oleh Presiden sendiri, tapi pembantunya yaitu Mentri Agama dan untuk tiap wilayah kecamatan yang disamakan dengan itu dikuasakan pada pejabat Pegawai Pencatat akta Nikah yang diberi hak sebagai wali hakim. Adapun rukun dan syarat yang harus dipenuhi seseorang untuk bertindak sebagai wali yaitu, laki-laki, muslim, aqil dan baligh.

Wali Adhol, secara bahasa Adhol adalah wali nasab yang tidak memenuhi syarat untuk menjadi seorang wali atau berhalangan atau mafqud. Jika wali tidak mau menikahkan, harus dilihat dulu alasannya, apakah alasan wali tersebut syari atau tidak syari. Alasan syari adalah alasan yang dibenarkan oleh hukum syara, misalnya anak gadis Wali tersebut sudah dilamar orang lain dan lamaran ini belum dibatalkan, atau calon suaminya adalah orang kafir (misal beragama Kriten/Katholik), atau orang fasik (misalnya pezina dan suka mabuk), atau mempunyai cacat tubuh yang menghalangi tugasnya sebagai suami, dan sebagainya. Jika wali menolak menikahkan anak gadisnya berdasarkan alasan syari seperti ini,maka wali wajib ditaati dan kewaliannya tidak dapat berpindah kepada pihak lain (wali hakim).

Selanjutnya adalah pemapaparan dari sudut pandang hukum islam, berikut penjelasannya. Wali nikah adalah orang yang bertanggung jawab atas perkawinan yang dilaksanakan di bawah perwaliannya, sehingga pernikahan tidak dianggap sah apabila tidak terdapat wali nikah, yang menyerahkan mempelai wanita kepada penghulu, ijab di dalam perkawinan menurut hukum Islam adalah wewenang wali semata-mata. Sehingga karena peranan wali yang mempunyai arti penting akan tetap dipertahankan apabila wanita itu tidak mempunyai wali nasab bisa digantikan kedudukannya oleh wali hakim. 

Dasar hukum wali nikah bersumber pada al-Quran dan al-Hadisth yakni Surat Al-Baqarah (2) ayat 232 Ayat ini menjelaskan tentang wanita yang diceraikan oleh suaminya dan kemudian akan kawin lagi, baik kawin dengan mantan suaminya atau dengan laki-laki lain. Terdapat perbedaan (ikhtilaf) di kalangan ulama dalam menanggapi ayat tersebut, bahwa larangan dalam ayat ini ditujukan kepada wali.Sebab-sebab turunnya ayat ini (asbaban-nuzul),adalah riwayat Maqil Ibn Yasar yang tidak dapat menghalang-halangi pernikahan saudara perempuannya, andaikata dia tidak mempunyai kekuasaan untuk menikahkannya, atau andaikata kekuasaan itu ada pada diri saudara wanitanya. 

Selain itu terdapat beberapa hadist yang menjelaskan betapa pentingnya kedudukan wali dalam pernikahan. Dari kesemua hadist menerangkan kemutlakan wali yang harus ada dalam pernikahan. Apabila wali tidak ada dalam pernikahan maka pernikahan tersebut dianggap tidak sah. Wali terbagi menjadi yakni, empat macam, yakni wali nasab, wali hakim,wali mu'tiq, wali muhakkam. Wali Nasab, ialah wali nikah karena ada hubungan darah nasab dengan wanita yang akan melangsungkan pernikahan. Wali nasab terbagi menjadi dua yakni Wali Mujbir (tanpa meminta izin kepada wanita yang bersangkutan) dan Wali Nasab Biasa (tidak mempunyai kewenangan untuk memaksa menikahkan tanpa izin atau persetujuan dari wanita yang bersangkutan). 

Wali Hakim, penguasa atau orang yang ditunjuk oleh penguasa (pemerintah aparat KUA dan PPN) untuk menangani hal-hal yang berkaitan dengan pernikahan. Wali mu'tiq ialah seseorang yang memiliki hak dan kewenangan menjadi wali nikah terhadap budak perempuan yang dimerdekakannya. 

Wali Muhakkam adalah wali yang diangkat melalui persetujuan dua calon mempelai karena wali nasab tidak dapat menjadi wali dengan sebab-sebab tertentu dan wali hakim tidak ada. Adapun Rukun dan Syarat yang harus dipenuhi oleh seorang yang menjadi wali adalah, dewasa, laki-laki, muslim, tidak melakukan ihram haji atau umrah, adil. Wali adhol menurut islam adalah wali yang tidak bisa menikahkan wanita yang telah baligh dan berakal dengan seorang laki-laki pilihannya, sedangkan masing-masing pihak menginginkan pernikahan itu dilangsungkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun