Mohon tunggu...
Izatin Nisa
Izatin Nisa Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa S1 Farmasi

seorang Mahasiswi S1 farmasi yang suka menulis dengan membagikan tips dan trik kesehatan

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Kenali Lebih Lanjut "SKRIZOFENIA"

11 Mei 2024   16:00 Diperbarui: 19 Mei 2024   15:36 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://tirto.id/fakta-dan-mitos-seputar-penyakit-mental-skizofrenia-gskfInput sumber gambar

             Halusinasi, delusi, ilustrasi terkadang menjadi suatu kebiasaan jika dilakukan secara terus menerus namun tentu segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik maka jadikan hanya sebagai penjernihan pikiran di dalam berkecambuknya dunia. Melihat perkembangan yang tumpeng tindih menghasilkan perbedaan dan bermacam kultur serta budaya membuat orang-orang merasa saling tersaingi jika hal tersebut dikaitkan dengan kepribadiaan yang negative, sikap iri, dengki juga ikut berkecambuk antar hubungan social ataupun hubungan keluarga dll.


            Halusinasi dan delusi yang berlebihan ternyata juga dapat menyebabkan gangguan pemikiran seseorang akibat sifat yang saling bersaing maka otak yang memprogres pun ikut serta dalam menciptakan suasana. Dan saat ini kita akan mengaitkan tentang penyakit yang prevalensinya cukup luas di diindonesia dan menjadi penyebab kerusakan mental, pikiran seseorang dan penyakit ini yaitu SKRIZOFRENIA.


1. APA ITU SKRIZOFENIA ?

             Jadi skrizofenia ini merupakan penyakit yang terjadi akibat adanya gangguan pada pemikiran seseorang dan lebih tepatnya orang-orang yang terkena skrizofenia ini akan merasa dirinya berada dalam halusinasi dan delusi yang jauh dari kejadiaan nyata.

            Dari pendapat (Davison, 2006). Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan gangguan utama dalam pikiran, emosi dan perilaku pikiran yang terganggu, berbagai pikiran tidak berhubung secara logis; persepsi dan perhatian yang keliru; afek yang datar atau tidak sesuai; dan berbagai gangguan aktivitas motorik yang bizarre. Pasien skizofrenia menarik diri dari orang lain dan kenyataan, sering sekali masuk ke dalam kehidupan fantasi yang penuh delusi dan halusinasi.

Dan ciri utama orang skrizofenia ini sangat suka menyendiri dan menjauh dari kehiduan social Dimana mereka menciptakan dunianya sendiri dengan ilustrasi yang juga mereka ciptakan dalam fikirannya. Untuk itu jangan berlebihan dalam memikirkan seuatu dan perbanyak komunikasi antar sesame karena hakikatnya manusia adalah makhluk social.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan, prevalensi skizofrenia/psikosis di Indonesia sebanyak 6,7 per 1000 rumah tangga. Artinya, dari 1.000 rumah tangga terdapat 6,7 rumah tangga yang mempunyai anggota rumah tangga (ART) pengidap skizofrenia/psikosis. Penyebaran prevalensi tertinggi terdapat di Bali dan DI Yogyakarta dengan masing-masing 11,1 dan 10,4 per 1.000 rumah tangga yang mempunyai ART mengidap skizofrenia/psikosis.

Secara umum, hasil riset riskesdas 2018 juga menyebutkan sebanyak 84,9% pengidap skizofrenia/psikosis di Indonesia telah berobat. Namun, yang meminum obat tidak rutin lebih rendah sedikit daripada yang meminum obat secara rutin. Tercatat sebanyak 48,9% penderita psikosis tidak meminum obat secara rutin dan 51,1% meminum secara rutin. Sebanyak 36,1% penderita yang tidak rutin minum obat dalam satu bulan terakhir beralasan merasa sudah sehat. Sebanyak 33,7% penderita tidak rutin berobat dan 23,6% tidak mampu membeli obat secara rutin.

2. PENYEBAB DAN GEJALA SKRIZOFENIA

        Nah jadi skrizofrenia ini terkadang di timbulkan akibat beberapa faktor Yaitu :
faktor predisposisi yang meliputi faktor genetic, faktor neuratomi, dan neurokimia, kemudian juga disebabkan oleh faktor psikologi dari pasien skrizofenia, dan terakhir yaitu faktor socialkultural.
Skizofrenia merupakan salah satu penyakit mental yang dapat menyerang siapa saja mulai dari anak-anak hingga orang lanjut usia.

Gejala  skizofrenia yang pertama biasanya muncul pada  masa remaja. Bagi pria, gejala  skizofrenia pertama kali biasanya muncul antara usia 15 dan 30 tahun. Namun, pada wanita, penyakit ini dapat berkembang antara usia 25 dan 30 tahun. Gejala pertama yang harus diwaspadai adalah: mudah marah dan depresi. Cenderung Mengisolasi Diri dari Orang Sekitar. Terjadi perubahan perilaku tidur. kesulitan menyelesaikan tugas sekolah. Kurangnya konsentrasi dan motivasi.
Dan penyebab dari pada skrizofrenia ini yaitu adanya :

1. Faktor Genetik

Seseorang dalam keluarga penderita skizofrenia memiliki peningkatan risiko 10% terkena penyakit yang sama. Jika kedua orang tuanya menderita skizofrenia, risikonya 40% lebih tinggi. Bagi orang yang memiliki saudara kembar menderita skizofrenia, risikonya meningkat hingga 50%.

2. Faktor Kimia Otak

Penelitian menunjukkan bahwa ketidakseimbangan kadar dopamin dan serotonin berisiko menyebabkan skizofrenia. Dopamin dan serotonin merupakan bagian dari neurotransmitter, yaitu bahan kimia yang mengirimkan sinyal antar sel otak.

3. Komplikasi Kehamilan dan Persalinan
Banyak kondisi yang terjadi selama kehamilan yang diduga menyebabkan bayi dalam kandungan berisiko terkena skizofrenia. Diantaranya adalah malnutrisi, paparan racun atau virus, preeklamsia, diabetes, dan pendarahan saat hamil.

4. Komplikasi saat lahir
Dimana keadaan ini juga berisiko menimbulkan skizofrenia pada anak.  Contohnya adalah kekurangan oksigen saat lahir (asfiksia), berat badan lahir rendah, dan kelahiran prematur.


3. PENGOBATAN SKRIZOFENIA
        Beberapa metode digunakan untuk mengobati skizofrenia :

-obat antipsikotik
pemberian obat antipsikotik dengan dosis serendah mungkin. Yang mana Antipsikotik bekerja dengan menghalangi efek dopamin dan serotonin di otak. Penderita skizofrenia harus terus mengonsumsi obat antipsikotik selama sisa hidupnya, meskipun gejalanya membaik.

-Psikoterapi
Psikoterapi untuk pasien skizofrenia bertujuan untuk membantu pasien yang terkena dampak mengendalikan gejalanya. Perawatan ini dilakukan bersamaan dengan terapi obat. Berbagai psikoterapi meliputi: Terapi individu.
 Dalam terapi ini, seorang psikiater mengajari keluarga dan teman pasien cara berinteraksi dengan pasien. Salah satu caranya adalah dengan memahami pola pikir dan perilaku pasien.

-Terapi perilaku kognitif.
Tujuan terapi ini adalah mengubah perilaku dan pola pikir pasien. Menggabungkan terapi perilaku kognitif dan terapi obat dapat membantu pasien memahami apa yang memicu halusinasi dan delusi mereka serta mengajari mereka cara mengatasinya.

-Terapi remediasi kognitif.
 Terapi ini mengajarkan pasien untuk memahami lingkungan sosialnya dan meningkatkan kemampuan memperhatikan, mengingat, dan mengendalikan pola pikir.

-Terapi Elektrokonvulsif
Terapi Elektrokonvulsif adalah metode  untuk mengurangi keinginan bunuh diri, mengobati gejala depresi berat, dan mengobati psikosis. Pengobatan diberikan dua sampai tiga kali seminggu selama dua sampai empat minggu dan dapat dikombinasikan dengan psikoterapi atau terapi obat.

Dari ulasan di atas dapat kita simpulkan bahwa skrizofenia ini adalah penyakit yang memerlukan terapi pemeliharaan agar pasien dapat sembuh dan tidak terjadi kebangkitan parah dari skrizofenia, yok berfikir positif jauhkan hal-hal yang dapat menyebabkan skrizofenia dan mari hidup sehat !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun