Mohon tunggu...
Irsya Dian Syarifaningsih
Irsya Dian Syarifaningsih Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa-Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta

Saya seorang mahasiswa aktif yang memiliki minat dalam bidang hukum Islam, ekonomi syariah, keuangan syariah, dan komunikasi massa. Selain berfokus pada studi, saya juga aktif dibeberapa organisasi, kegiatan magang, dan ikut serta dalam volunteering sehingga mampu membangun personal branding yang baik. Melalui Kompasiana, saya ingin mengembangkan literasi dan perspektif dalam berpikir mengenai isu-isu terkini.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pokok Pemikiran Tokoh Max Weber dan Herbert Lionel Adolphus Hart (HLA Hart) Terhadap Perkembangan Hukum di Indonesia

30 Oktober 2024   18:36 Diperbarui: 30 Oktober 2024   18:48 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Gambar: www.diarioconstitucional.cl)

Tokoh Max Weber

Max Weber (21 April 1864, Erfurt, Prusia—14 Juni 1920, Munich, Jerman) adalah seorang sosiolog dan ekonom politik Jerman yang terkenal karena tesisnya mengenai etika Protestan dan hubungannya dengan kapitalisme. Selain itu, ia juga dikenal karena kontribusinya terhadap pemahaman birokrasi. Pengaruh Weber dalam teori sosiologi sangat mendalam, berakar pada penekanan akan objektivitas dalam penelitian ilmiah dan analisisnya mengenai motif yang melatarbelakangi tindakan manusia.

Dalam kajian sosiologi hukum, artikel “Stratifikasi Sosial dan Perjuangan Kelas Dalam Perspektif Max Weber” oleh Gunawan Adnan memberikan penjelasan mendalam mengenai konsep stratifikasi sosial sebagai bentuk hirarki dalam masyarakat yang berpotensi menciptakan diskriminasi. Adnan menekankan bahwa stratifikasi sosial terdiri dari tiga elemen utama: pengelompokan sosial, sistem sosial, dan tingkatan hirarki. Dalam konteks ini, Weber menggambarkan bagaimana kekuasaan, privilese, dan status sosial mempengaruhi interaksi antar individu dan kelompok. Artikel ini juga menyoroti pentingnya memahami perjuangan kelas sebagai respons terhadap ketidakadilan yang timbul dari struktur sosial yang ada, sehingga membuka ruang untuk analisis lebih lanjut mengenai bagaimana hukum dapat berfungsi untuk mencapai keadilan sosial.

Pokok Pemikiran Max Weber

Pokok-pokok pemikiran Max Weber berfokus pada tindakan sosial, di mana ia berargumen bahwa tindakan individu tidak dapat dipisahkan dari makna yang diberikan dalam konteks sosial. Weber juga menekankan pentingnya rasionalisasi, yang merujuk pada proses di mana tradisi dan norma-norma religius digantikan oleh pertimbangan yang lebih rasional dan efisien. Selain itu, konsep birokrasi Weber sebagai bentuk organisasi yang paling efisien dalam masyarakat modern sangat relevan dalam memahami bagaimana hukum diterapkan dan dikelola. Dengan demikian, pemikiran Weber memberikan kerangka kerja untuk menganalisis interaksi antara struktur sosial, nilai-nilai budaya, dan sistem hukum yang ada.

Relevansi Pemikiran Weber di Masa Kini

Menurut pandangan penulis mengenai pemikiran Max Weber pada masa kini tetap relevan dalam konteks analisis sosial dan hukum, terutama di tengah dinamika globalisasi dan pluralisme. Dalam masyarakat yang semakin kompleks, di mana berbagai nilai dan norma bersaing, pendekatan Weber terhadap stratifikasi sosial dan rasionalisasi memberikan wawasan berharga untuk memahami tantangan yang dihadapi oleh sistem hukum. Aspek rasionalisasi dalam hukum menciptakan kebutuhan untuk penyesuaian terhadap perubahan sosial dan budaya, di mana hukum harus mampu menjawab kebutuhan masyarakat yang beragam. Oleh karena itu, pemikiran Weber dapat dijadikan alat analisis untuk mengevaluasi bagaimana hukum dapat berfungsi secara adil dan efektif dalam konteks masyarakat yang plural.

Analisis Perkembangan Hukum di Indonesia

Menggunakan pemikiran Weber, analisis perkembangan hukum di Indonesia menunjukkan bahwa struktur sosial yang beragam, termasuk stratifikasi etnis, agama, dan kelas, mempengaruhi cara hukum diterapkan dan diterima. Hukum adat yang masih berlaku di beberapa daerah seringkali berkonflik dengan hukum positif, menciptakan ketegangan yang memerlukan perhatian khusus. Selain itu, fenomena korupsi dan nepotisme dalam birokrasi hukum menunjukkan bahwa kekuasaan dan privilese masih mendominasi, yang berpotensi merusak keadilan sosial. Oleh karena itu, dengan menerapkan perspektif Weber, kita dapat memahami bahwa pengembangan hukum di Indonesia perlu melibatkan dialog antara berbagai nilai sosial dan budaya, serta menciptakan sistem hukum yang tidak hanya formal tetapi juga substantif dalam mewujudkan keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat.

(Gambar: www.diarioconstitucional.cl)
(Gambar: www.diarioconstitucional.cl)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun