Hasil Review Bagian 1 dengan Sub BAB Fastabiqul Khairat (halaman 38).
Fastabiqul Khairat memiliki arti yaitu berlomba-lomba dalam kebaikan dan kebenaran. umat beragama lebih baik mempunyai prinsip fastabiqul khairat, karena kebaikan dan kebenaran harus diperlombakan bukan hanya sebuah kejelekan saja yang dapat diunggulkan untuk menjatuhkan musuhnya atau lawannya. Contohnya pada dunia politik banyak yang menjelek-jelekan lawan politiknya dalam memperoleh dukungan pada tanggal dan hari pemunggutan suara. Â
Pendekatan Yuridis Empiris
Bagaimana politik jika ditinjau dari etika dan budaya masyarakat kita?
Politik sebagai sesuatu yang lumrah, tetapi jika ditinjau dari sudut etika dan budaya masyarakat kita, sangat jauh dan bahkan cenderung menyimpang. Banyaknya niatan-niatan berpolitik berhenti pada pencapaian kekuasaan an sich (sendiri) yang berbahaya bagi hakikat amanat kekuasaan-amanat penderitaan rakyat. Kekuasan memang indah, mempesona, menggiurkan, karena dengan kekuasaan semua keinginan, kehendak dan aspirasi dapat diwujudkan. Politik adalah kekuasaan belaka, sifat korup akan selalu menggelayut dalam sepak terjangnya. Maka ada semacam semboyan berpolitik yang santun, Amien Rais memberikan istilah dengan hight politik, dimana dalam berpolitik mengedepankan etika dan budi pekerti yang luhur sebagai garda terdepan.
Bagaimana cara berpolitik dengan benar dengan prinsip fastabiqul khairat?
Niatan politik juga tidak hanya sekedar kekuasaan belaka, tetapi upaya untuk menegakkan moral dan etika, sehingga aplikasinya adalah kesantunan, taat asas dan semua prosedur maupun administrasi pemilu selalu ditaati, mekanisme pengambilan kebijakan politik selalu dikedepankan nilai-nilai demokratis dijunjung tinggi. Karena sifat politik yang cenderung kepada kekuasaan, maka niatan-niatan yang tulus dalam berpolitik ditujukan untuk memperbaiki keadaan sosial yang menyimpang dari nilai-nilai luhur kemanusiaan yang beradab. Pengabdian dan amanat yang hendak diraih, maka konsistensi pada jalur kebenaran dan keadilan akan menjadi motor penggeraknya dan sebisa mungkin memanfaatkan untuk kebaikan dan kebenaran, maka termasuk golongan orang-orang yang beruntung. Sekalipun target akhirnya adalah dukungan yang seluas-luasanya dan sebanyak-banyaknya, tetapi tidak menghalalkan segala cara, bukan berprinsip "pokoke".
Pendekatan Yuridis Normatif
Dalam siyasah syariah politik Islam, mengajarkan mengenai persaingan yang positif seperti tercantum dalam QS. Al-Baqarah ayat 148 "Dan setiap umat mempunyai kiblat yang dia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan. Di mana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu semuanya. Sungguh, Allah Maha kuasa atas segala sesuatu". Dalam ayat tersebut bahwa Allah SWT menyuruh hambanya untuk berlomba-lomba dalam kebaikan dimana saja dan kapan saja. Hal ini yang harus dijadikan prinsip dalam berpolitik agar kekuasaan dimanfaatkan untuk memperjuangkan yang benar agar tetap benar serta lestari, menegakkan yang didhalimi menjadi adil, meluruskan yang menyimpang menjadi lurus. Yang tidak sejahtera menjadi sejahtera, yang tidak berbudaya menjadi berdaya guna dan produktif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H