Kehidupan sosial manusia akan melalui beberapa fase. Pada saat lahir, manusia akan tumbuh dan berkembang di lingkungan keluarga, segala macam kontak dan interaksi dilakukan dengan keluarganya terutama orang tua. Pada fase ini anak biasanya akan mempelajari banyak hal mengenai nilai-nilai yang dianut oleh orang tuanya. Setelah individu memasuki usia remaja dan dewasa, individu akan mulai memasuki lingkungan sosial yang lebih luas, individu akan mulai membangun interaksi dengan teman sebayanya. Individu yang dapat menyerap nilai nilai yang diajarkan oleh orang tuanya dengan baik akan memiliki keterampilan sosial yang baik dan dapat diterapkan di lingkungan teman sebayanya. Sebaliknya, individu yang gagal menanamkan nilai- nilai yang diajarkan orang tuanya kemungkinan akan mengalami hambatan dalam perkembangan perilaku dan psikososialnya, sehingga ketika memasuki fase remaja, individu tersebut akan menunjukkan gejala-gejala patologis seperti kenakalan dan perilaku beresiko . Bentuk dari perilaku kenakalan tersebut yang paling sering dan sudah tidak asing bagi kita saat ini adalah perilaku bullying.
Bullying merupakan masalah universal yang menyentuh hampir setiap orang. Dalam Bahasa Indonesia, secara etimologi kata bully berarti menggertak, orang yang mengganggu orang lemah. Sedangkan secara terminologi menurut Definisi bullying menurut Ken Rigby dalam Astuti (2008 ; 3, dalam Ariesto, 2009) adalah "sebuah hasrat untuk menyakiti". Bullying adalah tindakan penggunaan kekuasaan untuk menyakiti seseorang atau sekelompok orang baik secara verbal, fisik, maupun psikologis sehingga korban merasa tertekan, trauma, dan tak berdaya (Sejiwa, 2008).
Terdapat beberapa jenis bentuk tindakan bullying menurut Coloroso (2007), yang dibagi menjadi empat jenis yaitu:
- Bullying fisik: penindasan secara fisik merupakan jenis yang paling terlihat jelas. Jenis bullying fisik diantaranya adalah memukul, mencekik, menendang, dan sebagainya.
- Bullying verbal: bentuk bullying ini merupakan bentuk paling umum yang paling sering digunakan dan terjadi. Bullying verbal ini sangat mudah dilakukan karena biasanya akan sulit terdekteksi. Penindasan verbal ini dapat berupa julukan nama, celaan, fitnah, kritik kejam, penghinaan, penyataan-pernyataan yang melecehkan dan sebagainya.
- Bullying relasional: jenis bullying ini paling sulit terdeteksi karena penindasan ini dilakukan dengan cara melakukan menurunkan harga diri korban secara sistematis melalui pengabaian, pengucilan, atau penghindaran.
- Cyber bullying: jenis bullying ini dilakukan dari media sosial, dapat berupa mengirim pesan negatif kepada korban, atau mengirim video yang mempermalukan korban di media sosial.
Tindakan bullying dapat dilakukan dengan melakukan penyerangan fisik dan verbal. Salah satu penyerangan verbal yang dapat dilakukan oleh pelaku bullying adalah perilaku body shaming. Istilah body shaming ditujukan untuk mengejek mereka yang memiliki penampilan fisik yang dinilai berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Contoh body shaming adalah pernyataan dan penyebutan gendut, pesek, cungkring, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan tampilan fisik seseorang. Body shaming atau mengomentari kekurangan fisik orang lain tanpa disadari sering dilakukan orang- orang. Meski bukan kontak fisik yang dapat merugikan korbannya, namun body shaming sudah termasuk jenis bullying secara verbal.
Bentuk-bentuk body shaming sendiri antara lain yaitu :
- Fat Shaming: bentuk body shaming terhadap orang-orang dengan badan gemuk atau plus size
- Skinny / Thin Shaming:Â merupakan kebalikan dari fat shaming, namun memiliki dampak yang sama. Bentuk ini biasanya terjadi pada perempuan dengan cara mempermalukan seseorang yang memiliki badan yang kurus.
- Rambut Tubuh / Tubuh berbulu: bentuk ini dilakukan dengan menghina orang orang yang dianggap memiliki rambut-rambut berlebih.
- Warna Kulit: bentuk body shaming ini juga cukup banyak terjadi adalah mengomentari warna kulit seseorang seperti terlalu gelap atau terlalu pucat.
Meskipun body shaming tidak melukai fisik seseorang secara langsung namun, nyatanya perilaku body shaming terkadang dapat menjatuhkan mental seseorang secara permanen, hal tersebut karena korban body shaming tersebut akan merasakan efek tekanan pada dirinya. Dari beberapa riset yang telah dilakukan, orang-orang yang mengalami body shaming akan mengalami beberapa perubahan dalam dirinya, antara lain mudah tersinggung, pendiam, malas makan, bahkan depresi. Selain itu, terdapat juga beberapa dampak lainnya yang akan terjadi pada korban body shaming, antara lain:
- Semakin kehilangan percaya diri dan merasa tidak aman
Penyerangan secara verbal terhadap fisik seseorang dapat mempengaruhi kepribadian korbannya. Biasanya mereka akan cenderung kehilangan kepercayaan diri karena merasa berbeda dengan orang pada umumnya. Rasa kurang percaya diri ini juga dapat menimbulkan rasa tidak aman bagi korbannya, seperti menutupi wajah dengan masker, menghindari keramaian dan mengurangi interaksi dengan orang lain untuk menghindari perilaku body shaming tersebut.
- Berupaya menjadi ideal
Dampak lain dari perilaku body shaming bagi korban adalah melakukan segala bentuk usaha agar menjadikan fisiknya ideal. Banyak dari mereka melakukan tindakan berbahaya untuk mencapai tubuh yang ideal, salah satunya dengan mengkonsumsi obat-obatan yang memiliki efek samping berbahaya.
Setelah mengetahui dampak yang terjadi dari body shaming, kita sebagai masyarakat perlu menjaga kenyamanan bersama dengan cara saling menghargai kekurangan satu sama lain dan menghindari ucapan-ucapan yang mengganggu kenyamanan orang lain. Selain itu, hal paling penting yang harus disadari oleh kita semua adalah body shaming bukanlah sebuah candaan semata, hal tersebut termasuk kedalam bentuk bullying verbal.
REFERENSI:Â
Atsila, R. I., Satriani, I., & Adinugraha, Y. (2021). Body Shaming Behavior and Psychological Impact on Bogor City. Jurnal komunikatif, 84-101.
Fauzia, T. F., & Rahmiaji, L. R. (2019). Memahami Pengalaman Body Shaming Pada Remaja Perempuan. Interaksi Online, 238-248.
Sakinah. (2018). "Ini Bukan Lelucon": Body Shaming, Citra Tubuh, Dampak dan Cara Mengatasinya. Jurnal Emik, 53-67.