Mohon tunggu...
21059 Yodira Ginting
21059 Yodira Ginting Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Sumatera S1 Ilmu Sejarah

Suka berenang dan naik gunung

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sangkep Nggeluh: Seperti Aku yang Tidak Bisa Hidup Tanpa Dia, Seperti Itu Juga Sangkep Ngeluh Bagi Suku Karo

6 Juni 2024   12:37 Diperbarui: 6 Juni 2024   12:50 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sangkep Nggeluh adalah keutuhan hidup seseorang. Yang dimaksud dengan keutuhan yaitu unsur-unsur dalam adat istiadat yang mengatur masyarakat Karo. Jika seorang masyarakat etnis Karo tidak memiliki Sangkep Nggeluh, masyarakat itu boleh dikatakan belum sah menjadi orang Karo.

 1. Merga Silima
Merga Silima merupakan identitas orang Karo yang diambil dari Merga ayah atau disebut klan. Merga tersebut dicantumkan di belakang nama seseorang. Merga dipakai sebagai nama belakang laki-laki dan beru sebagai nama belakang perempuan. Merga dan beru tersebut diwarisi secara turun-temurun berdasarkan patrilineal (garis keturunan berdasarkan ayah), dengan tidak mengabaikan garis keturunan ibu yang disebut bere-bere. Sebagai contoh, Erik merga Tarigan bere-bere Ginting untuk pria dan Elsa beru Tarigan bere-bere Sembiring untuk wanita.

Masyarakat etnis Karo mempunyai lima induk merga (klan) yaitu: Tarigan, Ginting, Perangin-angin, Karo-karo dan Sembiring. Kelima Merga dan beru tersebut menjadi identitas masyarakat etnis Karo dalam kehidupan bersosial dan berbudaya. Identitas merga dan beru tersebut sudah menunjukkan kalau sesorang itu adalah pria atau wanita. Merga dan beru pada masyarakat Karo menjadi sangat penting karena akan dipakai menjadi identitas untuk melakukan proses ertutur.

2. Tutur Siwaluh
Masyarakat Karo mengenal delapan tutur yaitu : Sembuyak, Senina, Senina Sipemeren, Senina Siparibanen, Anak Beru, Anak Beru Menteri, Kalimbubu, dan Puang Kalimbubu. Kedelapan tutur ini disebut Tutur Siwaluh.

3. Perkade-Kaden Sepuluh Dua Tambah Sada
Tutur Siwaluh akan memunculkan Perkade-Kaden Sepuluh Dua Tambah Sada. Perkade-Kaden Sepuluh Dua Tambah Sada berasal dari kata perkade-kaden yang artinya hubungan persaudaraan secara struktur sosial, sepuluh dua tambah sada artinya terdapat dua belas jenis hubungan persaudaraan secara struktur sosial, dan tambah sada diartikan sebagai orang luar yang masuk ke dalam sistem struktur tatanan sosial masyarakat Karo dan kepada leluhur masyarakat Karo yang sudah meninggal.

4. Rakut Sitelu
Rakut Sitelu adalah sistem kekerabatan yang mengatur posisi dalam adat istiadat pada masyarakat Karo yang terbagi menjadi tiga yaitu Kalimbubu, Sukut, dan Anak Beru. Rakut adalah ikatan, Si adalah kata penghubung yang, sedangkan Telu adalah Tiga.
Jadi Rakut Sitelu adalah tiga ikatan yang membentuk sebuah sistem tatanan sosial masyarakat Karo. Sistem ini membuat masyarakat etnis Karo terikat satu dengan lainnya, saling memiliki dan saling menghormati.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun