Mahasiswa/i peminatan Ilmu Tanah Stambuk 2021 Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara telah melaksanakan kunjungan belajar ke Kebun Tebu PTPN 2 Sei Semayang pada Jum’at (15/11) lalu. Kegiatan ini merupakan bagian dari pembelajaran langsung di lapangan pada mata kuliah Tanaman Perkebunan II (Kopi, Tebu, dan Kelapa) dengan dosen pengampu mata kuliah yaitu Bapak Dr. Ir. T. Irmansyah, M.P.
Kunjungan belajar ini mendapat antusias bukan hanya dari mahasiswa, namun juga PTPN 2 Sei Semayang sebagai tuan rumah. Mahasiswa/i dibawa langsung ke lahan budidaya PTPN 2 Sei Semayang untuk diperkenalkan teknik budidaya tanaman tebu dari proses penyiapan lahan, penanaman, perawatan hingga panen.
Pada kesempatan ini, Asisten Kebun Tebu PTPN 2, Alberto, mengungkapkan bahwa tebu memiliki prospek yang menjanjikan terlebih saat ini Indonesia sedang menuju swasembada gula, “sebelum terjun ke tebu, saya pernah bekerja pada komoditi kelapa sawit. Jadi, jika diminta untuk memilih menanam tebu atau sawit, saya lebih memilih tebu,” ungkapnya.
Hal tersebut karena menurut Alberto, tanaman tebu memiliki sejumlah kelebihan dibandingkan tanaman perkebunan lainnya, baik dari segi potensi usaha maupun kelayakan finansial. Tebu memiliki siklus panen yang relatif singkat, yaitu 10–14 bulan setelah tanam. Selain itu, tebu memiliki kemampuan untuk tumbuh kembali (ratoon cropping) hingga satu sampai dua kali setelah panen pertama tanpa perlu penanaman ulang. Sistem ini tidak hanya menghemat biaya operasional, tetapi juga memungkinkan petani mendapatkan Return on Investment (ROI) lebih cepat.
Selain potensi keuntungan yang besar, budidaya tebu juga menjanjikan peluang usaha yang stabil, bahkan di tengah krisis ekonomi. Permintaan terhadap gula cenderung konsisten, dan harga gula global menunjukkan tren meningkat. Data Bank Dunia pada Mei 2023 mengungkapkan harga rata-rata gula dunia mencapai USD 0,56 per kilogram (sekitar Rp. 8.389 per kilogram), naik 30,2% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini mempertegas bahwa gula, sebagai kebutuhan pokok tetap memiliki daya tarik sebagai komoditas strategis.
Jika ditelisik lebih jauh lagi, tebu ternyata memiliki keunggulan dalam diversifikasi produk yang mendukung pengembangan industri berbasis bioenergi, terutama di tengah transisi energi menuju pengurangan emisi karbon. Limbah tebu seperti bagasse dan molase, dapat dimanfaatkan untuk bioenergy yang menjadikannya komoditas ramah lingkungan yang relevan dengan tantangan zaman.
Selain itu, Alberto juga berpendapat bahwa budidaya tebu dinilai lebih aman dibandingkan kelapa sawit yang rentan mengalami pencurian. Hal ini tentunya dapat meminimalisir kerugian akibat akibat tindakan pencurian.
Dengan potensi besar ini, pengembangan budidaya tebu di Indonesia seharusnya menjadi prioritas. Dalam rangka menuju swasembada gula tahun 2024/2025, langkah strategis yang dapat dilakukan mencakup berbagai aspek teknis, kebijakan, dan infrastruktur untuk mendukung peningkatan produksi gula nasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H