Aksi Pembentangan Spanduk "Save Wadas" Pada Saat Ganjar Ceramah Tarawih (Foto: Stories Filosofis.id)
Tarawih adalah ibadah yang dilaksanakan umat islam di bulan suci Ramadhan. Biasanya tarawih identik dengan ceramah keagamaan. Namun, hal ini berbeda di Masjid Kampus Universitas Gadjah Mada. Di masjid tersebut pada bulan Ramadhan ini menyelenggarakan sebuah ceramah untuk membangkitkan rasa  nasionalisme. Hal ini didukung dengan kehadiran beberapa tokoh besar yang berpengaruh di Indonesia dalam memberikan ceramahnya. Mulai dari jajaran para menteri negara, gubernur dan pejabat pemerintahan lainya.
Bertepatan pada tanggal 6 April 2022 pada saat penceramah yang bertugas yaitu Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo S.H. M.I.P memberikan ceramah dengan materi  "Menuju Efektivitas dan Efisiensi Birokrasi di Indonesia".  Terjadi sebuah kejadian dari beberapa jemaah yang cukup unik dan menyita perhatian. Pada saat Ganjar berceramah ada beberapa orang yang mengatasnamakan individu merdeka sedang melakukan aksi simbolik berupa pembentangan spanduk dengan tulisan "Save Wadas".
Spanduk yang dibentangkan itu cukup menyita perhatian dari Gubernur Jawa tengah tersebut. " Itu ada yang bawa spanduk. Mungkin mau menuliskan, diangkat saja mas tidak apa-apa itu bagian dari exercise politik, diangkat saja mas gapapa" kata Ganjar dengan menunjuk beberapa individu merdeka yang membentangkan spanduk..
Sontak para jemaah yang ada disana pun perhatianya langsung tertuju pada beberapa individu merdeka yang spanduknya perlahan diangkat. Selain itu para Jemaah yang hadir disana satu persatu pun memotret pembentangan spanduk itu. Kehadiran spanduk juga tidak lebih dari satu. Spanduk juga terbentangkan di luar sisi kanan  Masjid Kampus Universitas Gadjah Mada dengan tulisan yang berbeda dan spanduk itu tertulis "Kelestarian Alam Sebagian Dari Iman". Keberadaan dua spanduk itu terjadi secara kebetulan dan tanpa disengaja muncul  bersamaan dan cukup menyita perhatian beberapa media dan jemaah yang hadir.
"Inilah bagian dari shalat tarawih yang sangat menarik di UGM. Inilah Demokrasi" kata Ganjar setelah melihat spanduk itu. Jemaah yang hadir pun langsung bersorak-sorak mengapresiasi Ganjar dan beberapa individu merdeka itu.
Keberadaan spanduk tersebut sama sekali tidak mengganggu dari kegiatan tarawih berjamaah yang ada disana. Dikarenakan tepatnya pada saat sholat Isya' dan sholat tarawih digelar keberadaan individu merdeka yang membentangkan itu pun tidak beraksi sama sekali. Mereka tampak khusyu'  beribadah dan menghargai jamaah lain yang beribadah juga. Pada saat itu Ganjar pun mengapresiasi individu merdeka  yang membentangkan spanduk bertulis "Save Wadas"  pada saat ia berceramah. "Dan saya sangat bangga dengan kekritisan kawan-kawan dan inilah diskusi yang selalu terbuka untuk mendewasakan semua" kata Ganjar.Â
Perkataan itu menjadikan suasana jemaah di masjid tersebut cukup terkagumkan ditambah lagi  dengan kepiawaian Ganjar di dalam pidatonya. Selepas Ganjar tergoncangkan dengan keberadaan spanduk bertuliskan "Save Wadas", ia tampak berusaha mengalihkan isi ceramahnya dengan  menjelaskan apa yang telah ia lakukan dari segala tuntutan yang dikeluhkan masyarakat kepadanya.
Pembentangan Spanduk Aksi Simbolik di Luar Masjid (Foto: Tedy Aprilianto)
Selepas shalat tarawih, individu merdeka yang telah merampungkan ibadahnya langsung menggelar spanduk itu di luar masjid dan di pintu gerbang  selatan bertepatan dengan jemaah dan rombongan mobil Ganjar keluar. Bermula dari awal spanduk itu dibentang di dalam masjid lalu kemudian dibentangkan kembali diluar masjid, individu merdeka selaku aktor pembentangan spanduk bertulis "Save Wadas"  itu sama sekali tidak ada yang melakukan tindakan yang rusuh,teriak-teriak, dan  berbagai macam tindakan lain yang mengganggu jemaah beribadah. Disinilah letak kebaikan individu merdeka selaku aktor aksi simbolik yang patut kita  apresiasi. Mereka sadar bahwasanya ini ruang ibadah serta tidak cocok untuk melakukan aksi yang merujuk pada teriakan-teriakan dan kerusuhan. Bahkan Umar salah satu dari individu merdeka tersebut mengaku bahwa aksi yang mereka lakukan hanya untuk simbolik saja. Selain itu aksi ini  juga diperuntukan untuk menyadarkan masyarakat bahwa isu di desa wadas belum usai.
Selain itu masyarakat yang berada di lapangan ketika spanduk digelar mereka sangat mendukung dan mengapresiasi keberadaanya. Dikarenakan aksi yang telah mereka lakukan itu telah mendapatkan attention yang cukup memukau. "Mas terus gaungkan perjuangkan. Jangan sampai perjuangan itu mati" kata beberapa Jemaah yang melewati spanduk itu pada saat spanduk bertuliskan "Save Wadas" dibentangkan di luar masjid selepas sholat usai. Apresiasi dari warga tersebut menjadikan sebuah bukti bahwa aksi itu adalah aksi yang sengaja dilakukan untuk bentuk kebaikan umat bersama.
Namun, di sosial media selepas aksi ini dilakukan individu merdeka tersebut, cukup banyak sebuah polemik yang bermunculan dengan mengatasnamakan apakah tindakan tersebut dinilai etis atau tidak etis?.
Berbicara mengenai penilaian etis atau tidak etis dalam fenomena pembentangan spanduk bertulis "Save Wadas" dan "Kelestarian Alam Sebagian Dari Iman",  pada kajian tarawih di Masjid Kampus UGM itu menimbulkan sebuah sudut pandang penilaian. Mulai dari objektivisme dan subjektivisme yang kedua-dua merujuk pada hal  yang benar dan salah. Penilaian dilakukan oleh manusia mengacu pada pandangan mengenai pemahamanan nilai yang intelektualitis dan intuitif dengan membawa konsesi pada pandanganya tentang nilai dan hakikat nilai (Jirzanah, 2020).
Kontradiktif  sudut pandang penilaian dalam suatu fenomena adalah hal yang wajar. Akan tetapi, kewajaran itu ada batasnya. Penilaian yang diperdebatkan akan kuat jika adanya dukungan dari argumen dan perspektif-perspektif yang cukup relevan. Dalam penilaian secara secara objektivisme, penilaian itu dilakukan dengan cara menekan pada kebutuhan moralitas yang stabil. Teori penilaian yang objektivisme mengacu pada posisi pandangan filsafati yang berpendapat bahwa penilaian itu merujuk pada ukuran adanya objek bukan pada subjek.
Seperti yang tersebar di berbagai sosial media, kemunculan spanduk bertuliskan "Save Wadas" adalah bentuk objek penilaian itu sendiri. Objek kemunculan spanduk bertuliskan "Save Wadas" ini dinilai sudah relevan dilakukan. Dikarenakan adanya sebuah perspektif sejarah di zaman rasul yang dijelaskan bahwa dulu masjid selain memiliki peran sebagai forum pendidikan,pengelolaan dana umat,tempat singgah,penyusunan strategi perang, pengobatan korban luka para mujahid,bisa juga masjid dikatakan sebagai balai pertemuan. Secara tidak langsung masjid telah menjadi bagian dari pelayanan berbagai sektor mulai dari sosial,ekonomi,pendidikan,kesehatan,politik, sampai militer.Â
Selain itu fenomena pembentangan spanduk bertulis "Save Wadas" sudah relevan dilakukan dengan dapat diperkuatnya dengan salah satu pendapat bahwa aksi simbolik yang dilakukan di masjid merupakan bentuk rekonsiliasi masjid untuk kembali fungsi masjid seperti dulu kala. Dan kepentingan yang dilakukan di masjid adalah kepentingan luas dan kebanyakan berkaitan dengan kepentingan jangka panjang serta jangka pendek. Aksi ini adalah proses pelebaran fungsi masjid seperti pada zaman rasul. Jika kita lihat kebanyakan masjid pada zaman sekarang mengalami penyempitan fungsi dikarenakan hanya menjadi tempat ibadah saja.
Komparasi antara aksi simbolik dan rekonsiliasi masjid pada fungsinya dalam rangka membangun sebuah kesadaran umat dalam fenomena tersebut menjadikan sebuah bukti bahwa publik pro dengan aksi yang dilakukan  individu merdeka tersebut. Apresiasi besar patut kita gaungkan kepada individu merdeka yang berani membentangkan spanduk bertuliskan "Save Wadas" dalam memperjuangkan warga Wadas yang sedang mengalami konflik agraria. Selain itu keberadaan dari individu merdeka yang membentangkan spanduk  bertuliskan "Save Wadas" di dalam masjid juga dapat dikatakan selaras dengan semangat perjuangan islam sebagai agama yang memperjuangkan orang-orang al-mustadh'afin. Berdiri dan bersolidaritas bersama al-mustadh'afin merupakan bentuk ibadah habluminannas (sesama manusia) karena islam adalah agama kemanusiaan yang dimana keberadaan islam ini secara kultur sangat kuat dengan rasa persaudaraan antar sesama umat beragama.
Penilaian objektivisme di dalam spanduk bertuliskan "Save Wadas" merupakan bentuk penilaian dengan sifat intelektual yang dimana penilaian ini dukung oleh penyimpulan pemikiran secara tidak langsung dikarenakan penilaian ini membutuhkan sebuah historis dan perspektif lain untuk menjadi bahan penilaian.
Sedangkan di dalam penilaian subjektivisme, penilaian ini melibat pada dasar alasan yang kuat karena nilai tidak dapat bebas dari penilaian. Teori subjektivisme  berpandangan bahwa nilai-nilai seperti kebaikan,kebenaran,dan keindahan tidak berada di dalam dunia empiris nyata. Melainkan merupakan perasaan-perasaan dan sikap pribadi di dalam penafsiran atas kenyataan (Bagus,2005: 718). Netizen yang menilai bahwa aksi membentangkan spanduk tersebut tidak etis dikarenakan penilaian mereka terwujud dari dasar intuitif pribadi di dalam menafsirkan kenyataan. Banyak netizen yang berkata aksi simbolik dari individu merdeka ini tidak beretika dikarenakan mereka salah paham di dalam penafsiranya terhadap kenyataan. Menurut beberapa pendapat di sosial media rata-rata orang yang berpendapat seperti itu ialah orang yang tidak melihat kejadian secara langsung sehingga mereka menafsirkan bahwa keberadaan spanduk itu sudah ada disana semenjak awal hingga akhir sholat.
Penilaian seperti itu menurut Alfred Ayer merupakan penilaian empirisme tentang pertimbangan etis dan tidak etis. Pertimbangan itu tidak menegaskan sesuatu melainkan  hanya mengungkapkan sentimen orang dalam membuat pertimbangan. Sentimen kekurangan bahan literasi membuat banyak orang yang menilai fenomena pembentangan spanduk bertuliskan "Save Wadas" ini adalah haram dan salah. Meinong (1853-1921) di dalam merumuskan penilaian dalam bentuk subyektifisme berpendapat bahwa ketika manusia memberikan penilaian dengan kunci pemecahan permasalahan dalam ranah psikologi dan meyakini  bahwa persoalan nilai berakar dalam kehidupan emosional. Emosional manusia yang resah atas tindakan individu merdeka itulah yang menjadi alasan utama di dalam penilaian mereka bahwa aksi simbolik ini tidak etis. Dan disinilah letak kesalahan ketika orang menilai dengan penilaian secara subjektivisme.  Karena penilaian secara subjektivisme terjadi dengan mengesampingkan aspek aksiologis karena menyatakan bahwa pengetahuan hanya mengacukan kepada fakta saja.
Penilaian fenomena pembentangan spanduk bertuliskan "Save Wadas" di dalam ceramah tarawih jika dinilai tidak dapat diselesaikan dengan berpihak kepada satu sudut pandang baik subjektivisme dan objektivisme. Oleh sebab itu relasionalisme adalah pilihan yang tepat didalam memberikan penilaian terhadap fenomena individu merdeka yang membentangkan spanduk bertuliskan "Save Wadas". Analisis tentang hakikat nilai akan mencukupi apabila didasarkan pada pemahaman nilai yang bersifat relasional antara pendapat objektivisme dan subjektivisme yang membutuhkan kerja sama antara persepsi intuitif dan intelektual. Nilai dan penilaian merupakan akibat dari hubungan antara subjek dengan objek sehingga selalu menampilkan aspek subjektif dan objektif. Aspek subjektif dan objektif selalu berhubungan secara relasional dalam keseimbangan secara dinamis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H