Mohon tunggu...
Putu Bandha Suandana Pratama
Putu Bandha Suandana Pratama Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menelusuri Peran Keberatan dan Banding Pajak Sebagai Peningkatan Keadilan dan Koreksi Kesalahan Pajak

15 Januari 2024   22:10 Diperbarui: 15 Januari 2024   22:19 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.hukumonline.com

Apakah Anda menyadari bahwa di tengah kerumitan regulasi perpajakan, ada faktor yang memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan keadilan dan meningkatkan koreksi kesalahan pajak secara efektif? Mari kita telusuri bersama peran yang dimainkan oleh keberatan dan banding pajak sebagai strategi yang tidak hanya meningkatkan keadilan dalam sistem perpajakan, tetapi juga sebagai langkah krusial untuk memperbaiki kesalahan dalam penetapan pajak

Untuk memahami lebih lanjut konsep ini, mari kita pahami apa yang dimaksud dengan keberatan dan banding pajak. Keberatan pajak adalah langkah yang dapat diambil oleh seorang Wajib Pajak apabila merasa tidak puas atau merasa ada ketidakpuasan terhadap suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas gugatan yang diajukan oleh pihak ketiga. Sementara itu, banding pajak merupakan proses hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak sebagai respons terhadap keputusan yang dapat diajukan banding sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. 

Dengan demikian, keberatan dan banding pajak menjadi sarana yang memberikan Wajib Pajak kesempatan untuk menyuarakan pandangannya terhadap ketetapan pajak dan menjalani proses hukum yang sesuai untuk menyelesaikan ketidaksepakatan tersebut.

Banyak orang mengira bahwa proses keberatan dan banding pajak hanyalah formalitas yang kompleks dan memakan waktu tanpa memberikan hasil yang signifikan. Namun, sebaliknya, langkah-langkah ini sebenarnya merupakan bentuk pertahanan yang penting bagi Wajib Pajak. 

Keberatan pajak memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengekspresikan ketidakpuasan terhadap ketetapan pajak yang dianggap tidak sesuai atau kurang tepat. Sementara itu, banding pajak membuka pintu bagi proses hukum yang memberikan platform bagi Wajib Pajak untuk memperjuangkan hak-hak mereka dan memastikan bahwa keputusan perpajakan dibuat dengan keadilan dan kebenaran.

Apabila Wajib Pajak merasa bahwa jumlah pemotongan atau pemungutan pajak dalam Surat Ketetapan Pajak (SKP) tidak sesuai dengan ketentuan yang seharusnya, Wajib Pajak berhak untuk mengajukan permohonan keberatan terhadap SKP tersebut. Permohonan keberatan harus disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam batas waktu 3 bulan sejak tanggal pengiriman SKP. Berdasarkan Pasal 25 ayat (1) UU KUP Beberapa jenis SKP yang dapat menjadi objek keberatan meliputi

  • Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB),
  • Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT),
  •  Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN),
  • Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), Pasal 25 ayat (1) UU KUP atau
  • Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Berdasarkan pasal 26 UU KUP, setelah melewati proses keberatan, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keputusan dalam waktu paling lambat 12 bulan. Keputusan tersebut dapat berupa penolakan, pengabulan sebagian atau seluruhnya, atau penambahan jumlah pajak yang masih harus dibayar. 

Jika Wajib Pajak masih tidak puas dengan hasil SK Keberatan, mereka dapat mengajukan permohonan banding. Proses banding dilakukan melalui Pengadilan Pajak dalam batas waktu 3 bulan sejak penerimaan SK Keberatan dan disertai dengan salinan SK Keberatan. Pengadilan Pajak akan menetapkan keputusan dalam jangka waktu 12 bulan sejak diterimanya surat banding

Contoh kasus aktual keberatan dan banding, dilansir dari bisnis.com, menunjukkan bahwa Pengadilan Pajak mengabulkan sebagian besar permohonan banding wajib pajak. Ini mencerminkan ketidakakuratan hasil pemeriksaan Ditjen Pajak yang terbukti di pengadilan. Data terbaru dari Pengadilan Pajak menunjukkan peningkatan signifikan jumlah penyelesaian sengketa pajak pada tahun 2022, mencapai 15.561, naik 20 persen dari tahun sebelumnya.

Dari total sengketa yang diputuskan, sekitar 60 persen diantaranya, yaitu 9.378 banding atau gugatan wajib pajak, dikabulkan atau sebagian dikabulkan oleh majelis hakim pajak. Bahkan, 82 putusan membatalkan keputusan keberatan pajak sebelumnya yang diambil di tingkat otoritas pajak. Fakta ini menunjukkan bahwa jumlah sengketa banding atau gugatan yang dimenangkan oleh wajib pajak pada tahun 2022 merupakan yang tertinggi dalam 5 tahun terakhir. Sementara itu, jumlah putusan yang menyatakan menolak maupun tidak menerima banding dari wajib pajak hanya sebanyak 5.593 sengketa. Sedangkan sengketa yang dicabut penetapannya tercatat sebanyak 507. Total penyelesaian sengketa yang selesai tahun lalu adalah 15.561.

Namun, peran keberatan dan banding dalam ranah perpajakan tidak hanya bersifat mengakomodasi keadilan bagi wajib pajak, tetapi juga memberikan kesempatan keadilan yang setara bagi otoritas pajak seperti Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Contohnya, pada tanggal 18 Desember 2012, Grup Asian Agri mengajukan permohonan banding terkait sengketa pajak PT. Gunung Melayu, anak perusahaannya. Alasan banding mereka adalah penolakan terhadap klaim kurang bayar pajak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun