Mohon tunggu...
utara samudra
utara samudra Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Indonesia Lahirkan Banyak Angkatan, Apa Kata TNI???

8 Januari 2016   11:19 Diperbarui: 8 Januari 2016   11:41 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penggunaan Seragam dan Atribut Militer oleh Civilian.

Kementerian Pehubungan dengan bangga mengenakan seragam dan atribut layaknya seorang militer dan bahkan Pak Menteri (sipil) memegang tongkat komando bagaikan seorang Komandan Militer.           

Sebuah buku berjudul “Outward Appearances” merupakan kumpulan tulisan dari beberapa ahli yang di edit oleh Henk Schulte Nordholt dengan topik yang membahas tentang peran dan arti pakaian dalam pergaulan sosial. Pakaian mempunyai arti penting dalam hal penampilan dan identitas baik secara individu maupun kelompok, karena pakaian merupakan kulit sosial dan kebudayaan. Selain itu, pakaian juga dapat menjadi sarana membentuk dan menjalin ikatan kelompok, bahkan bagi kelompok-kelompok yang berkepentingan telah menggunakan aturan-aturan berpakaian untuk menciptakan penampilan yang kuat dalam kontrol sosial, kebangsaan, atau solidaritas kelompok. Dengan demikian, pakaian memiliki sebuah konsekuensi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Melalui pakaian proses diskriminasi dan hegemoni berlangsung, bahkan lebih dari itu, sesungguhnya melalui pakaian seseorang dapat dikelabuhi dan terbunuh. Karena pakaian merupakan salah satu penanda yang paling jelas dari sekian banyak penanda penampilan luar.

            Lebih lanjut, buku tersebut juga menjelaskan bahwa pakaian dapat dijadikan sebagai petunjuk untuk mengetahui, menyembunyikan atau menentukan identitas orang lain atau kelompok lain dengan cara mencermati obyek pakaian agar dapat menemukan identitasatau informasi tentang orang tersebut. Sebagai contoh, disuatu pedesaan seseorang atau kelompok yang baru datang, dapat diketahui atau dinilai berdasarkan penampilan,cara bergerak, dan atribut atau pakaian yang dikenakan. Untuk itu,pada unit-unit inteljen negara berusaha memberikan pelatihan khusus kepada para anggota untuk mengamati dan meniru pakaian lokal untuk kepentingan penyamaran atau lainnya serta mengenali perbedaan antara lawan dan kawan.

            Terkait dengan bahasan diatas, beberapa hari terakhir beredar berita bahwa Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU), Marsekal Agus Supriatnatelah menyampaikan surat keberatan kepada beberapa Kementerian Sipil yang mengenakan atribut dan seragam ala militer.

Sejak awal kemerdekaan tahun 1945, simbol pakaian seragam, atribut dan tanda pangkat Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (red: TNI) yang terdiri dari Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL) dan Angkatan Udara (AU) telah ditetapkan dan diakui oleh lingkungan internasional, meskipun dalam perjalanannya telah mengalami beberapa perubahan sesuai dengan perkembangan dinamika pergaulan internasional.

            Sebagaimana disampaikan oleh Kadispenau, Marsekal Pertama TNI Dwi Badarmanto bahwa untuk menghindari masyarakat sipil menjadi sasaran kekerasan dalam konflik militer (bila terjadi suatu saat), sudah saatnya penggunaan seragam dan atribut militer oleh masyarakat sipil dihentikan.Selain melanggar hukum, penggunaan seragam dan atribut militer oleh masyarakat sipil sejatinya sangat membahayakan dirinya. Sebab, apabila terjadi konflik militer, masyarakat sipil tersebut dapat menjadi sasaran tembak kelompok militer dalam konflik bersenjata.

Pegawai Sipil Indonesia yang mengenakan seragam disertai dengan atribut ala Militer. 

            Menurut Dwi, penghentian penggunaan seragam dan atribut militer juga harus dipahami sebagai upaya taat dan tertib hukum masyarakat dan bangsa Indonesia terhadap hukum internasional, yang telah membagi masyarakat menjadi seperti yang tertuang dalam konvensi Jenewa 1949.Dalam Hal ini, masyarakat sipil sudah sepantasnya berterima kasih kepada para penggagas konvensi Jenewa 1949. Sebagai induk hukum humaniter masyarakat dunia, konvensi Jenewa, secara tegas telah meletakkan prinsip dasar perlindungan bagi masyarakat sipil ketika terjadi konflik bersenjata. Aplikasi dari perlindungan sipil ini tertuang dalam Distinction Principle (prinsip perbedaan), dimana dalam negara yang sedang berperang, maka penduduknya dibagi dalam dua kelompok besar yaitu combatan (kombatan) dan civilian (masyarakat sipil). Dalam keseharianya, perbedaan mereka tampak jelas dari pakaian dan atribut yang dikenakannya. Combatan menggunakan seragam dan atribut militer, semenara civilian menggunakan seragam dan atribut sipil.

Kebebasan mengenakan seragam dan atribut ala militer oleh institusi (pemerintah dan swasta) di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun