Mohon tunggu...
Nanda Fitri Asmara
Nanda Fitri Asmara Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Psikologi

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Kurang Berinteraksi Dengan Alam Bisa Kena Nature Deficit Disorder? Kok Bisa?!!

18 Januari 2023   00:23 Diperbarui: 19 Januari 2023   10:05 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Curug Cibaliung, Sentul Bogor Jawa Barat

Jika diartikan secara harafiah, Nature Deficit Disorder merupakan suatu gangguan ketika seseorang kurang berinteraksi dengan alam. Penyebabnya sangat beragam lho! Yuk, Simak!


Istilah ini ada di dalam buku berjudul Last Child in The Woods: Saving Our Children From Nature Deficit Disorder karya Richard Louv. Nature deficit disorder didefinisikan sebagai kurangnya waktu bermain di alam sehingga berpotensi mengalami masalah kesehatan.

Inilah Penyebab Nature Deficit Disorder!

Hutan Kota, Jakarta
Hutan Kota, Jakarta

Sampai saat ini, kondisi ini belum diakui sebagai kondisi medis atau gangguan mental. Namun, Richard Louv telah mengumpulkan berbagai bukti bahwa istilah Nature Deficit Disorder dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi manusia yang mengasingkan diri dari alam. Dari hasil risetnya, Richard Louv mendapat beberapa kesimpulan penyebab kondisi ini, yaitu :

  • Orang tua yang selalu mengekang atau protektif. Hasilnya, anak lebih sering di dalam rumah untuk memastikan keamanannya.
  •  Minimnya ruang terbuka atau area alam di daerah perkotaan. Meskipun ada taman, seringkali ada larangan untuk menginjak rumput. Hal ini yang membuat orang-orang kurang terkoneksi dengan alam.
  • Berkembangannya teknologi. Kini, anak-anak cenderung lebih memilih bermain  gadget, smartphone, game, dan menonton televisi ketimbang bermain di luar rumah.

Akibat Dari Nature Deficit Disorder Apa sih??


Ketika Richard Louv mewawancarai orang tua dan anak-anak di Amerika Serikat, ia mengungkapkan kalau anak-anak ternyata jauh lebih baik saat bermain di luar. Riset lain juga mendukung temuannya ini. Penelitian di Jepang menunjukkan bahwa berjalan-jalan di alam terbuka bisa menurunkan level hormon kortisol hingga 12%. Hormon kortisol merupakan pemicu stres. Ketika kadarnya cukup tinggi, seseorang bisa kelelahan, stres, depresi, sampai gangguan suasana hati lainnya.

Berinteraksi di alam terbuka selama 90 menit dikatakan  mampu mengusir pikiran negatif, sehingga potensi depresi bisa diturunkan. Kesimpulan dari seluruh riset tersebut, menghabiskan waktu di alam berdampak positif pada kesehatan mental.

Hasil tersebut didukung oleh studi lain yang membuktikan bahwa berada di alam terbuka memiliki dampak positif pada kesehatan mental, bisa berinteraksi di alam terbuka juga dapat mengurangi rasa sedih dan emosi negatif. Hhh, ternyata istilah “Kurang Piknik” tuh rill cui!

Oh Begini Cara Mengatasinya. . .

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun