Kebijakan PSBB di Surabaya berhasil menekan mobilitas masyarakat sehingga memutus mata rantai penyebaran virus. Berdasarkan data mobilitas yang dilacak melalui telepon seluler, mobilitas di Kota Surabaya mengalami penurunan hingga 65% selama pelaksanaan PSBB (Zamzam Isnan Nasution, 2021).
 Hal ini berarti sebagian besar masyarakat telah mengurangi aktivitas di luar rumah dan fokus menjalankan aktivitas dari rumah saja. Dengan demikian, kemungkinan kontak antar manusia dapat dikurangi dan risiko penularan virus pun berkurang.
Selain itu, kebijakan PSBB juga berhasil menekan laju pertambahan kasus baru Covid-19 di Kota Surabaya. Jika sebelum PSBB, jumlah kasus baru Covid-19 di Surabaya per harinya mencapai rata-rata 80 kasus, maka selama masa PSBB jumlah kasus baru bisa diturunkan menjadi sekitar 50-60 kasus per harinya (Zamzam Isnan Nasution, 2021).Â
Hal ini menunjukkan adanya penurunan signifikan dalam laju penyebaran virus di Kota Surabaya akibat diterapkannya PSBB. Dengan demikian, kebijakan PSBB berdasarkan Peraturan Gubernur Jatim Nomor 53 Tahun 2020 ini patut diapresiasi karena telah memberikan kontribusi nyata dalam menekan penyebaran Covid-19 di Kota Surabaya.
Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 53 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 di Jawa Timur telah ditetapkan untuk membantu percepatan penanganan pandemi Covid-19 di provinsi Jawa Timur. Namun demikian, terdapat beberapa tantangan dan kekurangan dalam implementasi peraturan tersebut di lapangan.Â
Salah satu tantangannya adalah agar pembatasan sosial berskala besar yang diatur dalam peraturan tersebut dapat dilaksanakan secara optimal untuk mencegah penularan Covid-19. Hal ini mengingat karakteristik masyarakat Jawa Timur yang sangat padat di beberapa kota besar seperti Surabaya, Malang, dan Mojokerto, sehingga penegakan physical distancing dan larangan keramaian masih menjadi tantangan tersendiri.
Meskipun pemerintah telah melakukan upaya yang signifikan untuk mengedukasi masyarakat, mengubah perilaku individu dan masyarakat terbukti sulit. Banyak orang yang terus meninggalkan rumah mereka jika tidak perlu, berkumpul di ruang publik, dan tidak memakai masker dengan benar. Hal ini menimbulkan ancaman penyebaran klaster virus baru akibat penularan.Â
Tantangan lainnya adalah memastikan akses masyarakat terhadap kebutuhan dasar selama pembatasan, karena banyak usaha kecil yang tutup. Makanan, obat-obatan, dan kebutuhan pokok lainnya perlu tersedia secara konsisten untuk menjaga ketahanan. Dampak sosial ekonomi juga perlu dikaji karena banyak mata pencaharian yang hilang. Bantuan sosial yang tepat sasaran sangat penting untuk mendukung standar hidup.
Penerapan protokol kesehatan tidak memiliki pengawasan dan penegakan hukum yang optimal. Meskipun ada denda yang diberlakukan, namun keterbatasan petugas menghalangi untuk menangkap semua pelanggar. Denda yang dikenakan mungkin terlalu kecil untuk mencegah pelanggaran di masa depan.
Peraturan tersebut tidak secara jelas menjelaskan mekanisme koordinasi antara instansi terkait dan tingkat daerah untuk implementasi pembatasan yang konsisten di seluruh Jawa Timur. Diperlukan koordinasi yang baik. Prosedur evaluasi dan pelaporan juga perlu lebih rinci untuk mengukur pencapaian target.Â