1984, di usia saya yang baru menginjak bangku SMP, sebagai pendengar musik pemula lagu lagu rock, heavy metal belum menjadi kewajiban untuk didengar, atau ditunggu realease kasetnya.Â
Fanatik pada kelompok musik tertentu belum ada. Baru dapat dihitung dengan jari, dimulai dengan sebut aja Yes setelah mengeluarkan album 90125 yang menelorkan hits Owner of A Lonely Heart, Genesis dengan hits Mama, atau The Police yang telah lebih dulu diputar kasetnya karena beberapa lagu cantik seperti De Do Do Do, De Da Da Da, Walking on The Moon, Every Little Things She Does Is Magic dan beberapa hits lainnya. Atau Toto dengan Africa dan Rossana dan beberapa lagu Queen. Karena ringan, mudah diterima telinga dan cukup sering diputar di radio.
Di jaman radio masih memegang kunci penting untuk menentukan referensi musik, sementara stasiun TV hanya memiliki beberapa acara layak dinanti, paket hemat kaset berdurasi 90 menit (C-90) dengan kumpulan 20 lagu terbaik terbaru menjadi pilihan. Paket hemat, daripada beli 1 album, telinga baru bisa terima satu dua lagu, begitu kurang lebih basis rasionalnya. Uang saku dua minggu baru bisa mendapatkan satu kaset seharga Rp. 1.750,-
Video tape sudah mulai dikenal, hanya beberapa teman yang memiliki, itupun tidak ditaruh di kamar pribadi tempat kita sering nongkrong. Harus menunggu jam kosong sekolah atau menunggu hari guru rapat seharian untuk dapat membawa Video player masuk kamar dan melihat musisi dunia kesukaan kita lewat pita kaset betamax sewaan bertajuk Top Pop atau Rock Concert terbitan Trio Video Tara.
Kembali ke tahun 1984, pada suatu ketika terdengar komposisi cantik yang menggugah semangat usia 14 tahun. Laki banget ini musik, kurang lebih begitu yang ada di kepala. Ya, Jump. Might as well Jump! Raungan suara efek distorsi gitar diantara suara megah keyboards sepanjang lagu agak jarang terdengar di lagu lagu hits saat itu.
Penasaran, google belum ditemukan, majalah yang mengulas musik cuman ada Hai, kaset masih bajakan dan belum menjelaskan secara detail siapa saja yang terlibat dalam sebuah album, video tape berhasil mengungkap sosok yang dicari.Â
Ya, dialah Eddie Van Halen. Padahal 2 tahun sebelumnya, raungan gitarnya sudah cukup sering terdengar lewat lagu Beat It yang dibawakan King of Pop yang sangat terkenal saat itu. Dan 1984 bukanlah album pertama Van Halen.
Raungan suara  distorsi gitar berbaur dengan suara megah keyboards dan hentakan drum yang dahsyat di lagu Jump ini sangat membekas. Jarang mendengar yang seperti ini, mungkin karena akses kaset yang terbatas karena kendala uang saku, atau kecenderungan mendengar lagu lagu Top 40 dan New Wave yang penuh dengan suara keyboards atau synthesizer, menjadikan anak muda usia 14 tahun ini berpikir bahwa ini musik laki-laki. Ke depan kalau beli kaset, Van Halen. Catat!
Tahun berlalu, kembali radio memutar lagu yang unik saat itu, Why Can't This Be Love. This is Van Halen with their new song, and new vocalist, kata sang penyiar. Memang majalah Hai sempat mengulas David Le Roth yang hengkang dan menerbitkan solo album dengan hits California Girls, tapi suara Sammy Haggar justru terasa pas untuk menyanyikan lagu lagu Van Halen.
Berturut turut album OU812, For Unlawful Carnal Knowledge, dan Balance menjadi koleksi beserta album group gondrong-gondrong yang memang subur di era 1980-1990. Kaset bertukar fisik menjadi CD, sampai sekarang era Spotify, Van Halen menjadi tonggak penentu referensi atau jenis musik yang mengisi kehidupan hingga usia 50 tahun.
Selasa, 6 Oktober 2020, anak tertua mengabarkan EVH tutup usia. Selamat jalan Eddie, sang legenda berdarah Belanda, Italy dan Indonesia yang sayang anak. Salah satu gitar inovasinya diberi label Wolfgang, nama sang anak. Saya yakin EVH akan bertemu Chris Squire dari Yes, Keith Emerson dari ELP, Neil Peart dari Rush dan Freddie Mercury di dunia yang berbeda, jamming, menyanyikan harmoni.Â
Mereka adalah legenda yang mengisi warna dunia. Tanpa mereka perjalanan hidup akan menjemukan, apalagi di era hoax dan kebencian betebaran. Beruntunglah mereka yang tumbuh remaja di era 80an.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H