Mohon tunggu...
Startika Indah
Startika Indah Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

dummy mommy

Selanjutnya

Tutup

Healthy

'Truly Free' dari Sindrom Feminin Ini

8 Januari 2013   08:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:22 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

...

PMS ya? Nyaris sebagian besar perempuan mengalaminya. Saya suka ngiri dengan teman-teman yang nampaknya tidak mengalami gejala PMS atau sebenarnya mengalami tapi menganggapnya sebagai hal biasa dan mampu mengatasinya tanpa masalah. Di lain sisi, saya juga iba pada teman yang begitu menderita, bahkan sampai pingsan saat berhadapan dengan sindrom ini. Nah, saya termasuk yang di tengah-tengah. Tidak sampai pingsan, tapi juga tidak berada dalam zona nyaman.

Pertama kali mendapat menstruasi saat kelas dua SMP, Jumat 23 April pas tanggalnya merah waktu itu. Loh kok ingat banget? Tentu dong, tak mungkin saya lupa, sebab menganut pada ajaran ibu, itulah fase pertama kesempurnaan sebagai seorang wanita. Seperti halnya menikah dengan kesucian yang dapat dipertahankan, itu merupakan fase kedua kesempurnaan yang dapat dicapai sebagai seorang wanita.

Dulu, gejala PMS (Premenstrual Syndrome) itu tidak begitu terasa. Mungkin karena usia masih muda dimana stamina masih prima. Barulah ketika memasuki sekolah lanjutan atas, gejala PMS mulai terasa. Nyeri di perut tidaklah seberapa, tapi sulit sekali deal dengan situasi hati yang mendadak uncontrolled. Saya begitu mudah sedih, cepat murung dan menjadi sangat pendiam. Pusing juga bertambah karena saya cenderung kurang darah. Tapi ibu selalu memberi saya minuman kunyit asam yang dibuat sendiri, dan Alhamdulillah semua keluhan phisik itu cepat sirna. Namun tidak dengan keluhan psikis, karena kesedihan tanpa sebab masih membuntuti. Pelarian saya waktu itu adalah membaca majalah cerpen Anita. Lega rasanya hati yang gundah gulana kala itu bila sudah menangis tersedu-sedu usai membaca cerpen yang mengharu-biru, hehehe. Maklum, saya lahir di tahun jadul, belum ada VitaFem yang can free me dari semua keluhan menstruasi.

Dan semakin terasa menyiksa justru ketika sudah menikah. Jadi sebenarnya sugesti sajalah yang mengatakan gejala PMS akan menghilang saat menikah. Saya yang dulunya terkenal sabar dan pendiam, sekarang wooo… berbanding terbalik! Begitu sudah dekat tanggal menstruasi, saya segera memasang ‘lampu kuning’. Kalau saya sudah terlihat muram, malas-malasan bekerja, banyak keluhan, maunya tiduran, itulah yang saya maksud dengan lampu kuning. Tandanya seluruh anggota keluarga harus berhati-hati. Sedikit saja rumah berantakan, saya sudah stress ngga ketulungan. Kesalahan sepele dapat menjadi sumber masalah yang bertele-tele. Anak-anak bingung melihat ibunya senewen, suami juga capai barangkali karena harus sabar, sabar dan terus menumpuk sabar sampai gejala itu bubar.

Kalau sudah begitu, biasanya saya mencari solusi dengan makan coklat, karena menurut penelitian coklat dapat mendatangkan ketentraman di hati. Tapi kudapan enak yang saya anggap sebagai solusi itu, sebenarnya sama sekali tidak menyelesaikan masalah, karena berat badan saya bertambah dan jerawat di wajah semakin berkecambah. Hahaha!

Solusi kedua, banyak minum air putih dan jangan sesekali minum minuman yang bersoda! sakit nyerinya sungguh tak terkira! Solusi ketiga adalah dengan membaca bacaan ringan yang menyenangkan. Solusi keempat istirahat sambil menonton televisi, hihihi. Beberapa teman menyarankan untuk memperbanyak olahraga sebelum dan sesudah menstruasi. Tapi karena kurang suka olahraga, maka saya lebih memilih melakukan semua kegiatan yang memanjakan hati saja.

Saya baru melihat solusi lain pada VitaFemFreeMe setelah berkesempatan tinggal di kota. Urban nih ceritanya, hehehe. Dan lumayan juga sih, setelah mengkonsumsi suplemen VitaFemFreeMe dengan dosis maksimal sesuai anjuran, nyeri, pegal, linu, pusing dapat teratasi. Keluhan psikispun berkurang secara signifikan, barangkali karena ketidaknyamanan selama periode berdarah-darah itu tak lagi mengganggu.

Nah ini, sedikit yang saya peroleh dari pengalaman mengatasi PMS. Bila sulit mendapatkan suplemen seperti VitaFemFreeMe misalnya, maka air putih, teh hangat atau perasaan kunyit bercampur tamarine (asam jawa) masih dapat diandalkan. Dan perlu diingat juga untuk selalu menyediakan ‘Dutch Wife’ di rumah. Hihihi, itu loh, hot water bag alias kantung air hangat yang terbuat dari bahan karet, karena ia terbukti dapat mengurangi rasa nyeri dan pegal di bagian perut atau badan yang lain.

Berdasar pada pengalaman saya, faktor kepribadian, usia bahkan lingkungan, juga turut mendukung kemudahan mengatasi sindrom ini. Seseorang yang berkepribadian extrovert biasanya lebih mudah mengatasi segala keluhan baik phisik maupun psikis saat mengalami gejala PMS. Untuk yang berkepribadian introvert (seperti saya, hehe), berusahalah untuk keluar dari rumah jalan-jalan sekedarnya, menghirup udara segar, daripada ngipuk-ipuk rasa nyeri di bawah pusar, pegal-pegal dan semua keluhan yang hanya akan terasa semakin berat bila anda mengurung diri di dalam kamar. Kecuali bagi yang gejala PMSnya akut, maka saran dan nasehat dokter memang tetap diperlukan dan harus diperhatikan.

Usia juga mempengaruhi sindrom PMS ini loh. Muda belia, stamina prima, memberikan banyak kemudahan dalam mengatasi keluhan menstruasi. Tahu sendiri kan, pertambahan usia selalu disertai kompleksitas masalah yang semakin luas. Seorang pelajar putri akan cepat melupakan kerisauannya pada nilai ulangannya yang buruk karena kurang fokus oleh sebab sindrom PMS ini. Namun saya yakin tidak semudah itu bagi seorang ibu berputra tiga atau wanita paruh baya yang belum ketemu jodoh juga, hehehe. Ya, perempuan-perempuan dengan faktor usia yang berbeda itu sudah jelas memiliki tingkat kesulitannya masing-masing dalam menghadapi 'tekanan' sindrom ini.

Demikian juga faktor lingkungan. Seorang remaja putri akan lebih cepat melupakan nyeri menstruasinya karena lingkungannya yang mendukung akan hal itu. Namun yakinlah (karena saya mengalaminya), seorang ibu rumah tangga akan lebih sulit bargaining dengan si PMS ini dibandingkan dengan putrinya yang bisa dengan mudah hang-out bersama teman-temannya di mall, bersenda-gurau di sekolahnya, dan banyak hal yang bisa dia lakukan untuk sekedar having fun. Persoalan yang sama akan ditujukan pada wanita karir dengan segala pernik persoalan di lingkungan kerja yang mustahil pula ditolaknya.

Di jaman yang serba ada seperti sekarang ini, tugas para ibu yang  memiliki anak gadis, menjadi sangat dimudahkan. Informasi mengenai keluhan dan cara mengatasi gejala PMS banyak tersebar dalam berbagai macam bentuk media. Obat, suplemen dan jamu instanpun tinggal segapaian. Bahkan sharing pengalaman juga tak mau kalah mempersembahkan trouble-shooting untuk mengatasi sindrom yang hanya dan..., suka atau tidak, selamanya akan dialami kaum Hawa. Semoga ada manfaat yang dapat dipetik dari ajang saling berbagi curahan hati ini agar kita truly free dari sindrom feminin ini.

[.]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun