Anak saya dan geng motornya mengajari saya tentang strategi - sebuah konsep bisnis yang sering difahami dengan keliru.
CEMONK (CEpér Motor Ogah NKebut) adalah sebuah geng motor di Depok yang memiliki kiprah yang kurang berarti pada tahun 2008, dan anak saya adalah salah satu anggautanya. Ceritanya, di masa itu mereka mengikuti sebuah lomba modifikasi motor di Tangerang - dan berhasil meraih juara ke-2 untuk kategori Motor Sport Cépér. Ketika anak saya pulang membawa piala itu saya terkejut, agak bangga dan terharu. Maklum, orang tua.
Silahkan perhatikan ironinya dengan mencermati gambar dari artikel ini. Secara akal sehat, sepeda motor dengan tampilan seperti itu mana mungkin bisa jadi juara ke-2, bahkan diliput oleh sebuah tabloid modifikasi motor (mungkin karena esensi parodinya). Usut-punya-usut, saya baru tahu bahwa kategori yang diikuti tersebut hanya diikuti oleh 3-kontestan, yang satu terdiskualifikasi dan tersisa dua. Wajar saja kalau team anak saya dianugerahi juara ke-2.
Entah sadar atau tidak, geng motor tersebut telah menerapkan konsep strategi, yaitu berada di sebuah arena persaingan yang sedemikian rupa sehingga mereka bisa meraih prestasi.
Yang saya pahami dari pendapat seorang pakar strategi bernama Michael E. Porter adalah bahwa salah satu aspek strategi bisnis adalah tentang melakukan pilihan arena tempat berkiprah. Tujuan strategi bukanlah untuk menjadi yang terbaik. Karena "menjadi yang terbaik" menurutnya nir-makna. Sebagai contoh, sebuah mobil yang terbaik - mobil yang manakah itu? Apakah yang termahal, termewah, yang tenaganya paling besar, kecepatannya paling tinggi, muatannya paling banyak, memiliki kemampuan menjelajah medan yang berat? Kalau atribut itu semua bisa diwujudkan dalam sebuah mobil, maka mungkin kita akan mendapati sebuah Sport Dump Truck merek Ferarri.
Startegi adalah memenangkan persaingan namun bukan dalam konteks peperangan, dimana ada dua pihak yang berperang, satu pihak menang dan pihak yang lain kalah. Dalam bisnis, kita tidak perlu membunuh rival bisnis kita, kita bisa eksis bersama asal kita yang mendapatkan segala keuntungan yang paling besar. Menggunakan metafora peperangan untuk menjelaskan strategi bukanlah suatu cara yang tepat.
Dalam merumuskan strategi, kita harus melihat kekuatan-kekuatan yang berpengaruh di pasar. Porter menyatakan ada lima kekuatan yang menentukan intensitas persaingan dalam suatu industri, yaitu (1) ancaman produk pengganti, (2) ancaman pesaing, (3) ancaman pendatang baru, (4) daya tawar pemasok, serta (5) daya tawar konsumen [https://id.wikipedia.org/wiki/Analisis_lima_kekuatan_Porter]. Strategi, harus dibentuk berdasarkan pengetahuan kita tentang kekuatan-kekuatan tersebut.Â
Jadi tujuan strategi bisnis adalah untuk sebuah kinerja yang luar biasa, yang diwujudkan dalam bentuk dominasi pasar, dan meraih profitabilitas di atas rata-rata segmen industri dan diatas pesaing yang lain. Ujung dari strategi, menurut Joan Magretta adalah monopoli - diakui atau tidak. Sesuatu yang mungkin dapat dicapai dengan penerapan strategi yang baik namun akan berbenturan dengan etika.
Keluhan para pebisnis seperti, pembeli yang kejam, pemasok yang tidak berkomitmen dan tidak mau tahu masalah kita, banting-bantingan harga, ancaman pemain baru, dan potensi produk (atau jasa substitusi) - menunjukkan bahwa kita mungkin telah salah merumuskan strategi, atau bahkan tidak memiliki strategi sama sekali.
Jadi, kalau mau berbisnis, pilihlah arena dimana kekuatan perusahaan kita lebih tinggi dibandingkan ke-5 kekuatan yang lain. Jangan mencari arena yang telah diisi dengan lawan yang kuat. Berbisnis adalah tentang membangun kejayaan perusahaan di masa depan, bukan untuk merugi dan akhirnya tutup.
Semoga tinjauan pribadi saya ini bisa menjadi kontribusi tentang memahami konsep strategi bisnis.