Mohon tunggu...
Dila rahmawati
Dila rahmawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

mahasiswa biasa yang kadang suka nulis tapi kadang suka halu.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pentingnya Peran Orangtua Dalam Perkembangan Seksualitas Anak dan Pentingnya Pengajaran Mengenai Edukasi Seks

13 Januari 2024   21:09 Diperbarui: 14 Januari 2024   12:21 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

    

     Sex sudah bukan merupakan hal yang "tabu" diera digital saat ini. Banyak sex edukasi yang harus dipelajari serta dipahami sejak dini. Sex edukasi diperlukan agar anak-anak mengetahui tentang bagaimana seksual yang sehat dan bertujuan untuk mencegah terjadinya pelecehan seksual pada anak. Dengan adanya seks edukasi yang diterapkan sejak dini, diharapkan anak tidak terjerumus atas informasi yang salah. Baik dari lingkungan tempat tinggal maupun teman sebayanya.

     Untuk itu, sangat dibutuhkan peran keluarga sebagai pendidik utama dalam hal seks edukasi diusia dini. Dimana orang tua diharuskan dapat menjadi “teman” dikala anak sedang bertanya tentang hal tersebut, agar anak tidak merasa canggung. Dengan diajarkannya seks edukasi oleh orang tua maka anak akan lebih bertanggung jawab atas dirinya sendiri.

     Pendidikan seks sangat penting, sebab akhir-akhir ini marak tindakan kekerasan seksual baik dikalangan anak-anak, remaja, maupun orang dewasa. Seks sendiri memiliki makna “jenis kelamin”, yang dibedakan menjadi 2 menurut biologis, yaitu Pria dan Wanita. Pendidikan seks bisa ditanamkan sejak anak bertanya mengenai hal-hal yang berbau dengan seksualitas, seperti anak bertanya tentang “mengapa organ tubuh pria dan wanita berbeda?”.

     Menurut teori Simund Freud, tahapan perkembangan psikoseksual akan dilalui anak terbagi menjadi 5 fase: 1) Fase Oral (0-1,5 tahun), fase Dimana letak kepuasan serta aktifitas yang dilakukan oleh anak pada usia ini terletak pada mulut. 2) Fase Anal (1,5-3 tahun), letak kepuasan fase ini pada daerah anus, saat dimana anak mulai mengerti kapan akan membuang kotoran. 3) Fase Phallic (3-5 tahun), fase ini terjadi saat anak menaruh perhatian kepada alat kkelaminnya serta mulai mengerti perbedaan antar kelamin. 4) Fase Laten (5-10 tahun), saat anak mulai memfokuskan diri untuk bersosialisasi serta menghabiskan banyak waktu untuk belajar. 5) Fase Genital (10-remaja), terjadi pada saat anak mulai beranjak remaja atau sudah mengalami pubertas dengan ditandai adanya ketertarikan pada lawan jenisnya.

     Beberapa fase yang sudah disebutkan diatas pasti selalu dilewati serta terjadi pada setiap anak, apabila satu fase ada yang terlewat maka itu mungkin akan mempengaruhi perkembangan anak pada fase-fase berikutnya. Sebab itu, orang tua terutamanya ibu, wajib mengetahui perkembangan fase seksualitas anak sehingga dapat mengurangi atau mencegah adanya fase-fase yang terlewat. Sebagai orang tua ada baiknya jangan terlalu sering melarang keingintahuan anak tentang hal yang berbau seksualitas.

     Jika anak tidak diajarkan mengenai seks edukasi sejak dini kemungkinan anak akan terkena dampak terburuk dari seks bebas, contohnya HIV atau AIDS. HIV atau AIDS dapat ditularkan melalui seks bebas tanpa menggunakan pengaman (atau yang biasa disebut dengan kondom) apapun. Selain itu dampak paling buruk yang akan diterima seumur hidup karena HIV atau AIDS ialah belum terdapat obat-obatan untuk menyembuhkannnya.

     Namun pernahkah kamu berpikir bayi dapat terinveksi HIV atau AIDS? jawabannya tentu saja bisa, jika kamu berpikir "kok bisa bayi terinveksi, sedangkan bayi tidak pernah melakukan hubungan seksual". Patut diingat HIV atau AIDS itu dapat menular dengan 4 cara, yaitu: berhubungan seks, darah, jarum suntik, dan asi. Diantara 4 cara penularan itu, yang paling mudah ditularkan adalah melalui darah terutama ibu hamil.

      Begini, bayi yang ada dalam kandungan ibu hamil tentu mendapat asupan makanan dari darah yang ada pada tali plasenta dan dari situlah darah saling bertukar serta memungkinkan si bayi yang ada dalam kandungan ibunya terinveksi HIV atau AIDS. Tetapi tidak hanya dari darah saja lho bayi bisa terinveksi HIV atau AIDS, jadi jika si Ibu yang sedang dalam fase menyusui dan sudah terinveksi HIV atau AIDS, hal itu dapat menularkannya melalui air susu atau asi si ibu yang dikonsumsi oleh si bayi dan dari situlah si bayi dapat terinveksi juga Kemungkinan besar resiko si bayi terinveksi HIV atau AIDS adalah 25%.

     Dampak buruk lainnya, ialah pernikahan dini. Anak-anak remaja di Indonesia rata-rata sudah pernah berhubungan seks pada usia 16-17 tahun tanpa menggunakan pengaman apapun. Pada tahun 2023, tercatat sebanyak 108 kasus telah terjadi disalah satu kota di Indonesia. Mayoritas anak yang mengajukan pernikahan dini masih berusia dibawah 17 tahun. Mirisnya 40 kasus diantaranya, orang tua mereka mengajukan permohonan pernikahan dini yang dilatarbelakangi oleh anaknya yang hamil diluar nikah.

     Dapat disimpulkan, dari dampak seks bebas selain akan terkena HIV atau AIDS serta pernikahan dini hal ini juga akan berdampak negative bagi orang tua dan diri sendiri. Solusi dari permasalahan ini dapat diatasi dengan memilih lingkungan pertemanan yang sehat, perkuat iman, dan lebih terbuka dengan keluarga. Manfaatkan teknologi dengan baik agar terhindar dari hal-hal tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun