Akuntansi pada Lembaga Keuangan Syariah: Analisis dan tantangan Implementasi Akad Murabahah
Penulis: 1. Faid Izzah Addala
         2. Dr. Sigid Eko Pramono, CA.
Program Studi Akuntansi Syariah
Institut Agama Islam Tazkia
------------------------------------------------------------------------------
Lembaga keuangan syariah (LKS) di Indonesia telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir, seiring dengan semakin meningkatnya minat masyarakat terhadap produk dan layanan yang sesuai dengan prinsip syariah. Salah satu akad yang sering digunakan dalam transaksi keuangan syariah adalah akad Murabahah, yang merupakan bentuk jual beli dengan margin keuntungan yang disepakati bersama antara pihak bank atau lembaga keuangan syariah dan nasabah. Dalam artikel ini, saya akan mengulas tentang akuntansi pada lembaga keuangan syariah dengan fokus pada akad Murabahah, serta menganalisis implementasi, masalah yang dihadapi, dan solusi untuk memperbaiki praktik tersebut.
Pengertian Akad Murabahah
Akad Murabahah adalah transaksi jual beli barang antara lembaga keuangan syariah dan nasabah dengan harga yang telah disepakati, termasuk margin keuntungan yang jelas dan transparan. Dalam akad ini, bank membeli barang yang diminta oleh nasabah dan menjualnya kepada nasabah dengan harga yang lebih tinggi, di mana selisih antara harga beli dan harga jual tersebut menjadi keuntungan bank. Hal penting dalam akad Murabahah adalah penetapan margin keuntungan yang harus diketahui oleh kedua belah pihak secara terbuka, sesuai dengan prinsip transparansi dan keadilan dalam syariah.
Permasalahan dalam Implementasi Akad Murabahah
Namun, meskipun akad Murabahah banyak digunakan, terdapat beberapa masalah yang perlu mendapatkan perhatian serius. Pertama, banyak LKS yang kurang transparan dalam menentukan margin keuntungan, yang dapat menyebabkan ketidakpastian bagi nasabah. Kedua, dalam beberapa kasus, ada praktik yang lebih mengutamakan keuntungan bank tanpa memperhatikan kemaslahatan nasabah. Hal ini berpotensi menimbulkan praktik yang tidak sesuai dengan prinsip syariah, terutama jika margin keuntungan tidak sebanding dengan risiko yang diambil oleh lembaga keuangan. Ketiga, terdapat tantangan dalam pelaporan akuntansi yang belum sepenuhnya sesuai dengan standar akuntansi syariah yang berlaku.
Dasar Fatwa Ulama
Fatwa ulama memainkan peran yang sangat penting dalam penerapan akad Murabahah di LKS. Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Dewan Syariah Nasional (DSN-MUI) telah mengeluarkan fatwa terkait dengan penerapan akad Murabahah, yang mengatur tentang cara transaksi, margin keuntungan, serta ketentuan lainnya agar sesuai dengan prinsip syariah. Dalam fatwa ini, ulama menekankan bahwa akad Murabahah harus dilakukan dengan jelas dan transparan, serta tidak mengandung unsur-unsur riba, gharar (ketidakpastian), dan maysir (perjudian). Fatwa ini menjadi landasan hukum yang mengatur agar transaksi dalam lembaga keuangan syariah tetap memenuhi kaidah syariah.
Standar Akuntansi Syariah
Dalam praktik akuntansi syariah, lembaga keuangan syariah di Indonesia mengacu pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 102 tentang akuntansi syariah. PSAK 102 memberikan pedoman mengenai perlakuan akuntansi untuk transaksi yang dilakukan oleh lembaga keuangan syariah, termasuk akad Murabahah. Standar ini mengatur bahwa transaksi Murabahah harus dicatat berdasarkan harga beli dan margin keuntungan yang disepakati. Selain itu, standar akuntansi ini mengharuskan lembaga keuangan syariah untuk memisahkan antara transaksi yang bersifat syariah dan konvensional serta memastikan bahwa seluruh laporan keuangan yang diterbitkan sesuai dengan prinsip syariah.