Mohon tunggu...
Purnama Depna
Purnama Depna Mohon Tunggu... mahasiswa -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Membunuh? Sepertinya Mudah

18 Januari 2018   17:45 Diperbarui: 18 Januari 2018   17:54 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika mendengar kata membunuh mungkin bagi sebagian orang Kata  tersebut  terdengar mengerikan. Tentu saja membunuh memang merupakan sesuatu yang sadis karena membunuh itu sendiri adalah kegiatan menghilangkan nyawa seseorang secara sengaja. Dalam konteks apapun membunuh sama sekali tidak di benarkan. maka, Kegiatan tersebut dikategorikan perbuatan biadab yang sangat di larang baik dalam hal kemanusiaan ataupun agama.

Akhir-akhir ini masyarakat tentu di kagetkan dengan berbagai kasus tentang pembunuhan yang terjadi di Indonesia. Tengok saja seperti berita terbaru mengenai pembunuhan yang dilakukan seorang ayah kepada anak kandungnya sendiri yang baru berusia 14 bulan dengan cara diberi racun tikus yang dicampurkan ke dalam susu anaknya tersebut. 

Terdengar menyeramkan bukan? bagaimana bisa ada seorang  ayah yang mengakhiri nyawa anak kandungnya sendiri dengan cara biadab seperti itu? kalo kita pikir secara logika dimana letak akal sehat orang tersebut sehingga memperlakukan seorang bayi layaknya seperti seekor tikus. 

Lalu kasus yang kedua terjadi di Surabaya jawa timur dimana lagi-lagi seorang ayah yang tega membanting anaknya yang tak berdosa seakan-akan anaknya tersebut seperti sebuah benda mati yang tak bernilai apa-apa.

Padahal ketika kembali merasionalkan akal sehat untuk apa melakukan hal demikian karena sang anak tentu tidak tahu apa-apa. Miris memang ketika suatu emosi yang menggebu-gebu tanpa dibarengi keimanan maka akan melahirkan sebuah prilaku yang biadab seakan-akan pikiran dan mata hatinya digelapkan oleh sebuah amarah yang memuncak tanpa kontrol.

dari kasus tersebut saya melihat bahwa fungsi dari seorang ayah memang tidak ada sama sekali. Ayah yang seharusnya  menjadi pelindung  dan berjuang sekuat tenaga untuk menafkahi anak-anaknya supaya kelak bisa menjadi orang sukses tidak terlihat sedikitpun. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun