/1/
Tahun 2023 menjadi tahun panen bagi pelaku ransomware. Setelah menyerang, meretas, dan menyandera data warganet di dunia siber, geng ransomware menerima triliunan uang tebusan dari korban. Nilainya tidak tanggung-tanggung, Rp17,8 triliun.
Begitulah laporan Chainalysis, perusahaan penyedia data dan layanan peranti lunak yang berbasis blockchain dari New York, Amerika Serikat. Permintaan tebusan kepada korban serangan ransomware pada 2022 hanya Rp8,1 triliun, setahun kemudian meningkat lebih dari dua kali lipat.
Data Chainalysis tersebut menunjukkan bahwa dunia siber tidak sedang baik-baik saja. Ransomware menjadi "sumur masalah" bagi dunia siber dengan intensitas serangannya terus-menerus meningkat. Jadi, tidak bisa dilihat sebagai serangan remeh temeh lagi.
Mafia dunia maya itu kini mengincar "buruan besar". Mereka menargetkan sekolah, rumah sakit, perusahaan besar, dan kasino. Kuantitas serangan menurun, tetapi kualitas uang tebusan meningkat. Mereka mematok uang tebusan yang lebih besar pada tiap serangan.
Permintaan uang tebusan itu ditaksir setara dengan nilai data yang mereka sandera. Jika para korban ingin datanya "kembali dengan selamat", uang tebusan mesti disiapkan. Tidak heran jika perusahaan besar, seperti British Airways, kelimpungan dan keleyengan. Itu terjadi lantaran mahadata dan infrastruktur mereka ambrol karena ransomware.
.
/2/
Sepanjang rentang Januari--Juni 2024, jumlah serangan ransomware yang disertai dengan permintaan uang tebusan terjadi sebanyak 56 kali. Berdasarkan laporan Comparitech, rata-rata permintaan pemerasan per serangan ransomware mencapai lebih dari 5,2 juta dolar AS (Rp85,8 miliar).
Permintaan tebusan terbesar adalah uang tebusan sebesar 100.000.000 dolar AS (Rp1,65 triliun). Serangan ransomware terjadi pada April 2024 yang ditujukan kepada Pusat Kanker Regional (RCC) India.Â