Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Antara Semut dan Fobia Takut Gagal

2 Agustus 2024   21:50 Diperbarui: 3 Agustus 2024   23:01 489
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

/1/

Ketika kamu merasa cemas bakal sulit diterima di perusahaan gede, apalagi sainganmu bejibun, dan nyalimu langsung ciut. Kamu merasa sesak napas, tengkukmu berkeringat dingin, dan kemeja di bagian punggungmu berasa lengket ke kulit, lalu hatimu dirundung cemas akan "sia-sia saja wawancara, tidak bakal diterima".

Saat itu, kamu berada di fase yang sangat berat. Kamu takut mengambil risiko. Kamu takut menghadapi kegagalan. Kamu mengatakan "masa bodoh" pada petuah "kegagalan adalah awal dari keberhasilan", sebab kamu sudah kerap gagal dan belum pernah satu kali pun berhasil.

Jangan merasa sendirian, Kawan. Di luar sana, banyak orang yang seperti kamu. Takut mengambil risiko, tidak berani keluar dari zona nyaman, cemas memulai sesuatu, dan khawatir apa yang mereka lakukan berakhir pada "kegagalan".

Jika rasa taku pada kegagalan itu sudah memuncak, akan muncullah atikifobia.

/2/

Satu peribahasa menyatakan, "Ada gula, ada semut". Maknanya, "tempat yang makmur dan memikat pasti akan selalu didatangi orang yang ingin mencoba peruntungan".

Russell Jones, dalam bukunya Loan-words in Indonesia and Malay (2008), menyatakan bahwa kata gula kita serap dari bahasa Sanskerta. Dalam peribahasa ini, gula berarti "bahan pemanis, biasanya berbentuk kristal kecil yang terbuat dari air tebu, aren, nyiur, atau lontar". Adapun kata semut berarti "serangga kecil yang berjalan merayap, hidup bergerombol, termasuk suku Formicidae". 

Saya sering bereksperimen. Gula yang saya gunakan untuk teh atau kopi akan saya cairkan dulu. Orang Melayu Makassar kerap menyebutnya air gula. Biasanya juga disebut gula derawa. Air gula itu saya teteskan ke tepi cangkir. Lalu, cangkir itu saya taruh di atas meja.

Tidak lama berselang, semut api datang. Ia berputar-putar di atas meja. Sekali waktu menabrak tembok. Oleng, bergeser sedikit lalu mendekati cangkir. Dalam beberapa jenak, semut api itu sudah memanjati cangkir. Ritual cicip-mencicip pun terjadi. Saya biarkan senyap merayap, lalu terus memelototi semut api.

Entah apakah yang dicari sudah bersua, entah semut api itu kecewa karena tiada gula kristal, dia pergi meninggalkan saya dan senyap. Saya menghela napas. Jari-jemari kembali menari di atas laptop. Larut dalam tulisan, lupa pada sekitar. Baru tersadar akan gula dan semut ketika beberapa ekor semut berkeliaran di monitor.

Benarlah kata peribahasa: ada gula, ada semut. Dari mana semut tahu ada gula, padahal saya tidak menyimpan butiran gula di meja? Saya ubek-ubek artikel dan, aha, syahdan semut-semut itu mengikuti jejak semut perintis yang menanggalkan sejumlah kecil feromon.

Urusan ikut jejak begini, hewan memang jagonya. Kupu-kupu jantan, misalnya, dapat mencium dan melacak kupu-kupu betina yang berjarak ratusan meter dan mengeluarkan feromon seksual dalam jumlah yang sangat kecil.

Di atas meja, eksplorasi semut dan gula masih berjalan. Pendek kata, semut lupa pada kata "gagal". Yang ada hanya "maju terus, pantang mundur".

Orang yang menderita atikifobia (Gambar: relationshipsmdd.com)
Orang yang menderita atikifobia (Gambar: relationshipsmdd.com)

/3/

Sebenarnya tidak ada masalah jika kamu takut gagal. Itu lumrah. Sangat manusiawi. Baru akan menjadi masalah apabila rasa takutmu atas kegagalan sudah berlebihan. Itu akan menjadi fobia. Namunya, atikifobia (atychiphobia) atau ketakutan yang sangat berlebihan akan kegagalan.

Jika sudah menderita fobia takut gagal, alamat kamu akan "jalan di tempat". Tidak akan  maju-maju. Mau buka kedai kopi, takut gagal. Mau buka toko kelontong, takut gagal. Mau buka percetakan digital, takut gagal. Kamu tiba pada tahap menunda atau menghindari aktivitas atau skenario apa pun yang berpotensi menimbulkan kegagalan.

Itulah atikifobia. Orang yang menderita atikifobia akan menghindari situasi apa pun yang mereka lihat berpotensi gagal, seperti wawancara kerja. Ada juga yang takut lamaran atau pinangannya ditolak. takut akan hubungan yang gagal, takut akan karier yang mandek, atau ketakutan-ketakutan lain yang menyiksa hati.

Celakanya, ketakutan akan kegagalan dapat memantik berbagai masalah emosional dan psikologis. Jika sudah menderita fobia takut gagal, kamu akan dirajam rasa malu, disiksa depresi, dirundung kecemasan, dirisak serangan panik, atau merasa rendah diri.

Wah, dampaknya sangat merugikan. Bisa merusak citra dan kinerja. Bisa mengganggu cara bergaul dan berkomunikasi dengan orang lain. Bisa berdampak negatif terhadap dirimu di rumah, di kantor, atau di sekolah.

/4/

Mengapa seseorang bisa menderita fobia takut gagal atau atikifobia? Berikut ini beberapa musabab seseorang mengalami atikifobia.

1. Riwayat keluarga. Jika gangguan kesehatan mental seperti fobia, kecemasan, atau depresi terjadi dalam keluargamu, kemungkinan besar kamu akan mengalami atau memiliki kondisi fobia takut gagal.

2. Perilaku yang kerap dilihat. Jika kamu tumbuh di tengah orang-orang yang tidak bisa menoleransi kegagalan, bahkan mengajarimu prinsip saklek bahwa kegagalan adalah noda yang tidak dapat diterima, besar kemungkinan kamu akan menderita fobia takut gagal.

3. Merasakan fobia lain. Kadang-kadang satu-dua atau beberapa fobia terjadi bersamaan. Seseorang yang fobia pada kotoran dan kuman (misofobia) kemungkinan didera fobia takut gagal sangat besar karena merasa gagal menjaga kebersihan dirinya.

4. Pengalaman traumatis. Jika kamu pernah mengalami pelecehan atau hukuman berat akibat kegagalan, kamu mungkin takut nestapa serupa terjadi lagi.

/5/

Peribahasa ada gula ada semut merupakan amsal soal di mana ada yang menarik akan banyak yang datang berkerubung. Ada yang bangun perusahaan baru, akan banyak calon pekerja yang datang ingin melamar menjadi buruh. Ada yang bagi-bagi bensin gratis, alamat dikerumuni pemilik sepeda motor yang suka gratisan.

Tempat yang makmur pasti punya daya pikat bagi banyak orang yang ingin menafkahi hidupnya, sebagaimana ada gula ada semut. Kota, misalnya. Tidak heran jika banyak orang dari desa yang, seperti semut, mencari 'gula' di kota.

Jika kamu takut menjadi penganggur, carilah "kota gula". Mungkin akan banyak "semut" yang menjadi pesaingmu, tidak apa-apa. Persaingan dapat mematangkan mentalmu. Nikmati persaingan itu. Jadikan dirimu sebagai pemenang.

Kalau gagal, coba lagi. Gagal lagi, coba lagi. Tatkala kamu berada di kota yang berbeda dengan tempat kamu dilahirkan dan dibesarkan, gagal diterima bekerja tidak akan meruntuhkan harga diri. Paling banter satu-dua orang yang kamu kenal. Begitu juga sebaliknya, tidak banyak orang yang mengenalmu.

Jadi, kenapa mesti takut? []

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun