Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

IKN seperti Menjaring Angin, Terasa Ada Tertangkap Tidak

18 Juli 2024   11:33 Diperbarui: 18 Juli 2024   11:35 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rancangan Kantor Presiden, Istana Negara, dan Lapangan Upacara IKN (Foto: Dokumentasi Kementerian PUPR BPPW Kaltim)

Itu juga kalau presiden-presiden berikutnya meneruskan proyek "mimpi luhur" itu. Jika presiden-presiden berikutnya enggan meneruskan, IKN akan menjadi "kota hantu". Pembangunan ibukota baru mangkrak.

Pada satu sisi, Presiden Jokowi punya mimpi luhur agar Indonesia punya ibukota yang baru. Jakarta sudah sumpek. Mimpi luhur itu pun digenjot habis-habisan. Dan, kini uang negara makin seret. Biaya pembangunan makin susut. Pemegang otorita mundur seorang-seorang. Investor yang dibesar-besarkan ternyata tidak muncul.

Sia-sia menjaring angin, terasa ada tertangkap tidak. Itu kata peribahasa yang pas diagihkan oleh rakyat kepada Presiden Jokowi. Bukan sebaliknya, disodorkan oleh Presiden Jokowi kepada rakyat.

Peribahasa itu berarti "jangan mengharapkan sesuatu yang bukan-bukan supaya tidak kecewa". Sejak awal rakyat tidak terlalu antusias atas pembangunan ibukota Nusantara. Uang triliunan itu, syahdan, amat banyak andaikan digunakan untuk memperbaiki atau membangun ulang sekolah-sekolah dasar yang sudah reyot.

Pada peribahasa di atas, kata sia-sia berarti 'tidak ada gunanya'. Atau, 'percuma'. Adapun menjaring angin berarti 'menangkap angin dengan menggunakan jaring'.

Sementara itu, terasa ada berarti kita dapat merasakan keberadaan angin, rambut kita bergerak karena tertiup angin, wajah kita segar karena tertiup angin, atau kita menenangkan hati dengan berangin-angin. Adapun tertangkap tidak berarti tidak dapat ditangkap.

Angin bukan benda yang bisa kita jaring. Berbeda dengan ikan atau udang yang dapat kita jaring manasuka. Kita merasakan keberadaan angin, tetapi tidak terlihat oleh kita.

Jadi, bagaimana kita bisa menjaring angin? Apa yang akan kita lakukan jika ingin menjaring angin? Di mana kita menjaring angin? Sungguh buang-buang waktu jika kita melakukannya. Tiada guna. Sia-sia. Ujung-ujungnya kecewa belaka.

Menjaring angin itu tiada berbeda dengan mengharapkan ibukota Nusantara kelar. Pada saat seperti ini, kita jelas mengharapkan yang bukan-bukan. Macam berpanjang angan-angan. Macam berharap mukjizat datang. Macam menjaring angin. Sia-sia belaka. Ujung-ujungnya, kecewa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun