Itu juga kalau presiden-presiden berikutnya meneruskan proyek "mimpi luhur" itu. Jika presiden-presiden berikutnya enggan meneruskan, IKN akan menjadi "kota hantu". Pembangunan ibukota baru mangkrak.
Pada satu sisi, Presiden Jokowi punya mimpi luhur agar Indonesia punya ibukota yang baru. Jakarta sudah sumpek. Mimpi luhur itu pun digenjot habis-habisan. Dan, kini uang negara makin seret. Biaya pembangunan makin susut. Pemegang otorita mundur seorang-seorang. Investor yang dibesar-besarkan ternyata tidak muncul.
Sia-sia menjaring angin, terasa ada tertangkap tidak. Itu kata peribahasa yang pas diagihkan oleh rakyat kepada Presiden Jokowi. Bukan sebaliknya, disodorkan oleh Presiden Jokowi kepada rakyat.
Peribahasa itu berarti "jangan mengharapkan sesuatu yang bukan-bukan supaya tidak kecewa". Sejak awal rakyat tidak terlalu antusias atas pembangunan ibukota Nusantara. Uang triliunan itu, syahdan, amat banyak andaikan digunakan untuk memperbaiki atau membangun ulang sekolah-sekolah dasar yang sudah reyot.
Pada peribahasa di atas, kata sia-sia berarti 'tidak ada gunanya'. Atau, 'percuma'. Adapun menjaring angin berarti 'menangkap angin dengan menggunakan jaring'.
Sementara itu, terasa ada berarti kita dapat merasakan keberadaan angin, rambut kita bergerak karena tertiup angin, wajah kita segar karena tertiup angin, atau kita menenangkan hati dengan berangin-angin. Adapun tertangkap tidak berarti tidak dapat ditangkap.
Angin bukan benda yang bisa kita jaring. Berbeda dengan ikan atau udang yang dapat kita jaring manasuka. Kita merasakan keberadaan angin, tetapi tidak terlihat oleh kita.
Jadi, bagaimana kita bisa menjaring angin? Apa yang akan kita lakukan jika ingin menjaring angin? Di mana kita menjaring angin? Sungguh buang-buang waktu jika kita melakukannya. Tiada guna. Sia-sia. Ujung-ujungnya kecewa belaka.
Menjaring angin itu tiada berbeda dengan mengharapkan ibukota Nusantara kelar. Pada saat seperti ini, kita jelas mengharapkan yang bukan-bukan. Macam berpanjang angan-angan. Macam berharap mukjizat datang. Macam menjaring angin. Sia-sia belaka. Ujung-ujungnya, kecewa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H