Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kesturi Mati dan Lawatan Filsuf Agamawan ke Israel

17 Juli 2024   07:46 Diperbarui: 17 Juli 2024   07:57 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lima tokoh muda Nahdliyin berfoto dengan Presiden Israel (Sumber: Antara News)

/3/

Akibat lawatan lima tokoh muda Nahdliyin ke Tel Aviv sungguh luar biasa. Tidak sedikit pihak yang cuci tangan, terutama menyangkal kenadliyinan lima tokoh itu atau menyanggah keterlibatan NU pada keberangkatan elite NU itu ke Israel.

Masih dalam tubuh NU, tidak sedikit pula pihak yang menyayangkan kunjungan itu. Malahan ada yang sampai misuh-misuh karena, pada akhirnya, NU pasti ketiban buruk nama pula. Lima tokoh muda itu yang berhahahihi dengan Presiden Israel, puluhan juta nahdliyin yang terkena getahnya.  

Sayang sekali, ada pula Nahdliyin yang berusada mengelak dan mencuci tangan. Mereka menganggap serangan kritik terhadap NU akibat lawatan lima tokoh muda itu dilontarkan oleh musuh NU.

Nah, frasa musuh NU inilah yang membuat sebagian netizen kebakaran kumis. Ada yang sampai berkomentar "jika takut 'dikritik' orang lain karena apa yang kita lakukan, berarti sesungguhnya kita sedang menyiksa diri sendiri". Ibarat "mau berbuat, tetapi enggan bertanggung jawab".

Padahal, tidak usah memasang benteng sedemikian rupa hanya untuk menangkal caci. Lebih baik bermenung dan bertafakur. Cari tahu mengapa banyak orang yang mendadak mengkritik NU. Pelajari pangkal soalnya. Cari akar masalahnya.

Jika runtun caci itu keliru, tidak perlu marah karena caci maki itu keliru adanya. Jika rentet maki itu benar, tidak perlu marah karena caci maki itu benar adanya. Balik menyerang akan membuat orang lain makin antipati alih-alih berempati.

Sekarang mari kita renung-renungkan. Selama ini kita sering berteriak "NKRI Harga Mati". Lalu, mendadak ada kerabat kita yang sowan kepada penjajah, kepada negara yang tengah melakukan genosida, kepada presiden sebuah negara yang sekarang sedang menjadi penjahat perang. Itu bertentangan dengan konstitusi NKRI yang menentang segala jenis penjajahan.

Begini saja. Jika sanak kerabat kita disiksa, dibantai, dibunuh, dan diusir dari rumah dan tanah kelahirannya, apakah kita akan tetap berteman dengan orang yang berbuat keji kepada sanak kerabat kita itu?

Atau, begini. Jika keluarga kita diperkosa, dirampas, dan dirusak hak dan martabatnya selaku manusia, apakah kita akan tetap bertamu ke rumah orang yang berbuat keji kepada keluarga kita itu dan senyam-senyum dengannya?

Ini bukan perkara remeh yang bisa kita abaikan sekehendak hati, andaikata kita masih punya hati nurani. Lain perkara jika hati kita sudah mati, jika rasa kemanusiaan kita sudah punah, jika keindonesiaan kita sudah pupus.

Cobalah menjadi musang kesturi yang mati keharumannya. Jangan sampai kita mati sebagai tikus got yang sengsara hingga modar karena bau busuknya. Atau, jangan sampai kita menjadi musang berbulu ayam: berkoar-koar paling Indonesia, padahal sedang menentang kebijakan politik luar negeri Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun