Ini tentang peribahasa. Ada air, ada ikan. Begitu bunyinya. Asal mau berusaha, rezeki ada di mana-mana. Begitu maknanya. Bisa juga: di mana ada negeri, di sana ada warga. Lalu, apa hubungannya dengan bola dan Nathan?
AIRÂ merupakan tempat tinggal dan tempat berkembang biak bagi ikan. Di mana pun ada kawasan yang berair, apalagi kalau genangannya luas dan agak dalam, di sana ada ikan yang hidup dan berkembang biak.
Tebat, misalnya. Jika kita membuat tambak di kitaran rawa atau sungai untuk memiara ikan, tempat itu kita sebut tebat. Dapat juga disebut balong. Karena memang dibuat untuk memelihara ikan, jelas tebet--begitu cara orang Betawi menyebut tebat--ada ikannya.
Sawah yang lama digenangi air sepanjang padi ditanam, bisa pula ada ikan di sana. Telaga di gunung bisa berisi ikan. Begitu pula dengan danau dan tasik. Apalagi empang dan tambak.
Malahan tetangga saya ada yang punya toples berisi ikan.
Pendek kata, di mana ada air akan ada ikan. Tiada berbeda dengan manusia. Di mana ada negeri, atau kampung, niscaya ada warga yang menetap di sana.
Mau lembur (kata orang Sundah) mau borik (kata orang Makassar), pasti ada orang menetap di sana. Begitu pula dengan dukuh, talang, udik, desa. Apalagi kota. Manusia seperti ikan teri saja berpumpun di kota.
Air dalam peribahasa di atas bermakna 'tempat yang didiami', sedangkan ikan bak 'rezeki, anugerah, atau karunia'. Di mana pun kita berada, mau di desa mau di kota, pasti ada rezeki. Jangan takut tidak makan, akan ada rezeki dari jalan yang tidak terduga.
Tentu saja, asalkan mau bekerja dan berusaha.
Apa yang kita usahakan atau kerjakan? Kembali pada diri masing-masing. Ilmu apa yang kita kuasai bisa mengarahkan kita menuju apa yang mesti kita lakukan. Yang jago menyanyi bisa menjadi penyanyi. Yang mahir berjanji bisa menjadi politisi--karena tiap kontestasi mesti ada visi-misi yang dijanjikan kepada kontestan.