Ada satu peribahasa yang pas ketika kita ingin membandingkan sesuatu yang level, harkat, atau nilainya sama saja. Setali tiga uang, seringgit dua kupang. Artinya: ternyata sama saja, tidak ada bedanya.Â
KATA tali dalam peribahasa ini berarti 'nilai mata uang yang setara dengan 25 sen'. Uang itu digunakan ketika Belanda masih bercokol di Nusantara. Indonesia belum lahir kala itu. Selain tali dan sen, ada lagi duit dan uang. Adapun nilai 1 tali = 3 uang = 30 duit. Jika dibaca akan jadi setali tiga uang tiga puluh duit. Kalau berasa agak panjang, kita ringkas menjadi setali tiga uang. Â
Jadi, tali dalam peribahasa ini bukanlah tali yang kita gunakan untuk mengikat.Â
O ya, nilai setali dan tiga uang sama saja. Sama-sama seharga tiga puluh duit. Itu sebabnya peribahasa "setali tiga uang" dimaknai "sama saja atau tiada berbeda".
Peribahasa ini ditujukan pada dua hal, dua orang, atau dua benda yang sama saja atau tiada berbeda. Misalnya, sifat bapak dan anak yang menyebalkan hingga ke sumsum tulang. Sifat mereka yang sama itu disebut setali tiga uang.
Jika ada bos atau atasan yang menyebalkan, kemudian dimutasi dan penggantinya ternyata sama saja atau tiada berbeda, mereka disebut setali tiga uang. Kalau mau menyemburkan rasa dongkol atau ingin misuh-msuh lebih panjang, silakan tambah dengan setali tiga uang tiga puluh duit.
Ayo kita bahas dulu nilai mata uang kita pada zaman dulu. Mula-mula mari kita udar sen. Jika kamu punya 100 sen, berarti punya 1 rupiah. Lalu, ada pula duit. Nilai 120 duit sama dengan 1 rupiah. Lalu, uang. Nilai 1 uang setara dengan 8 1/3 sen.
Berikutnya, kepeng. Nilai kepeng sama dengan setengah duit, jadi 2 kepeng baru dapat 1 duit. Kemudian, kelip. Nilai kelip sama dengan 10 sen. Di atas kelip ada tali, nilainya 25 sen. Di atas tali ada kupang, nilainya 50 sen.
Nilai 1 tali sama dengan nilai 3 uang. Lahirlah peribahasa setali tiga uang. Artinya, sama saja.Â
Pada tahun 1960-an, nilai kupang menjadi 11/4 rupiah. Itu sebabnya muncul peribahasa seringgit dua kupang, karena nilai 1 ringgit setara dengan 2 kupang.
Kecewa pada Diri Sendiri
TIBA-TIBA saja kamu meragukan kemampuanmu. Perjalanan kariermu tidak semudah yang lain, pencapaianmu tidak segemilang yang lain, perjalanan cintamu ternyata tidak semulus yang lain, dan wajahmu yang tidak cukup rupawan menambah rasa tidak percaya dirimu.
Kemudian, kamu merasa takdir terlalu kejam memperlakukan dirimu. Kamu pun mulai merasa iri. Lalu, cemburu buta. Apalagi setelah kamu menganggap dirimu tidak sepenuhnya dicintai oleh orang-orang di sekitar kamu.
"Ah, sudahlah, sejak kecil aku memang tidak berguna!" Kata-kata meremehkan diri sendiri mulai muncul. "Ini karena kakakku diperlakukan lebih istimewa. Aku bagai anak pungut saja." Bisikan dalam hatimu makin menikam. "Tuhan tampak kurang bahagia saat menciptakan aku."
Pikiran-pikiran negatif itu menguras energimu. Kecemburuan mulai menyeruak ke permukaan. "Mereka memang istimewa," katamu membatin, "apalah aku ini jika dibandingkan dengan mereka."
Kamu mendaftar masuk universitas negeri, tidak lolos. Pilihan kedua tidak lolos juga. Kamu membatin lagi, menyudutkan diri sendiri lagi, menyulut api cemburu lagi, "Aku memang tidak ada apa-apanya!"
Kamu putus dengan kekasihmu. Beberapa lama kamu memilih tidak akan jatuh hati kepada siapa pun. Kamu yakin, semua laki-laki sama saja. Kamu yakin, semua wanita sama saja. Lalu kamu berubah pikiran. Seseorang menjatuhkan hatimu. Waktu berlalu, kamu tiba pada simpulan: kamu dan mantanku sama saja.
Kamu mulai dihantam perasaan cemas. Kamu khawatir apa kata orang, tanggapan orang, dan penilaian orang terhadap dirimu. Kamu cemburu kepada orang-orang di dekatmu yang melenggang masuk kampus ternama dengan mudah, bahkan tak mesti melewati tes masuk perguruan tinggi. Api cemburu berkobar di dadamu.
Akhirnya kamu berkata, "Sama saja. Tidak ada bedanya. Baik aku ada ataupun tiada, tidak ada orang yang peduli." Tentu saja kalimat pesimistis itu keliru, tetapi nasihat tidak akan kauserap dengan baik dalam keadaan batin yang selabil itu.
Maka, beri waktu bagi hatimu untuk menyerap semua rasa tidak percaya dirimu. Beri waktu bagi dirimu untuk mencoba hidup baru dengan melintasi jalan baru. Kamu ubah rasa cemburu di hatimu menjadi obat pahit penyulut semangat.
Kamu berhenti menyalahkan diri sendiri. Tiada guna mencari siapa yang salah, lebih berguna mencari jalan untuk bangkit dan bergerak. Ya, kamu bukan satu-satunya orang yang pernah melakukan kesalahan, jadi tidak ada yang istimewa dari kesalahan-kesalahanmu pada masa lalu. Ya, lebih baik memusatkan perhatian pada "jalan baru" yang membentang di hadapanmu.
Kamu minta dukungan dari orang-orang terdekat. Bebanmu memang berat. Sungguh berat. Alangkah baiknya apabila beban berat itu engkau agihkan atau bagikan kepada orang-orang terdekatmu. Biarkan mereka tahu siapa kamu saat ini, apa yang ingin kamu capai mulai saat ini, dan seperti apa bayangan dirimu pada hari-hari mendatang. Dan, kamu pasti terkejut ketika tahu betapa mereka mendukungmu sepenuh hati.
Kamu beranikan diri membangun jaringan pertemanan baru. Tidak ada yang perlu kamu takutkan. Terus mengeram di kamar tidak akan bisa mengubah kamu dari "orang yang terpuruk" berubah menjadi "orang yang tergerak". Datangi teman-teman lama kamu dan tetap menjaga tali persahabatan dengan mereka. Bangun jaringan pertemanan baru yang kamu anggap bisa mendukung apa yang hendak kaucapai sekarang.
Pendek kata, kamu kubur kedengkian yang selama ini merusak batinmu. Kamu menjadi "orang baru".
Tanpa banyak cincong, engkau mengubah jalan hidupmu. Ya, kamu menyadari bahwa Tuhan takkan mengubah nasibmu, kecuali kamu sendiri yang berusaha mengubah nasibmu. Jangan mau setali tiga uang dengan orang-orang madesu! [kp]
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI