Mental lemah dalam mengusung kader sendiri itu bisa membuat PSI menjadi partai impoten. Sedikit-sedikit comot pesohor, sedikit-sedikit ambil orang tenar. Padahal, kurang masyhur apa lagi sosok seperti Ade Armando, Guntur Ramli, atau Giring Ganesa. Apakah PSI mau disebut sebagai "partai gagal kader"?
Sebagai partai yang tenar dengan slogan "muda dan berkualitas", aneh rasanya apabila PSI masih tetap bertumpu pada sosok di luar partai alih-alih mengusung kader sendiri. Anak muda yang tidak percaya diri?
Apalagi, PSI mencalonkan Kaesang di Depok. Itu seperti "Jaka Sembung bawa golok". Kalau Kaesang dicalonkan di Bogor masih agak mendingan, sebab Kaesang sudah sembilan tahun bersama keluarganya di Istana Bogor.
Ini di Depok. Kota urban dengan segala-gala legenda yang muskil.Â
Pocong palsu, kolor ijo, keranda terbang, hujan satu rumah disangka kuasa Allah, mata uang negara lain mau dijadikan mata uang Depok, kelahiran Imam Mahdi, kemunculan nabi palsu, dan Walikota Depok yang berhajat menyetel lagu di lampu merah.
Sekarang, baliho dan spanduk Kaesang. Nahasnya, jangan-jangan Kaesang hanya kelinci percobaan untuk mengatrol suara PSI di Depok. Jangan-jangan Kaesang sekadar objek lumbung suara agar raihan suara PSI di Depok membaik.
Kalau itu yang terjadi, alangkah. PSI tengah menjalani lakon disfemisme politik. Dari luar tampak laksana ingin membesarkan Kaesang, dari dalam terang benar ingin membesarkan partai sendiri.
Istilah kasarnya, panjat sosial. Istilah halusnya, menumpang tenar. Aih! [kp]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H