Adalah Ronggo Daeng Romo Karaeng Bontotangnga yang diantar ke sana oleh Bagala, Punte, dan Makka. Selanjutnya, I Tolok pernah terlihat dalam perjalanan, ditemani Bagala dan Punte, dengan menunggangi kuda milik Regen Binamu.
Hasil akhir penyelidikan penguasa Belanda memutuskan untuk menangkap Lompo Daeng Raja dan komplotannya. Bagala Daeng Tutu, Punte Daeng Palurang, Lasiuk Daeng Sitaba, Mangngakkasang Daeng Rani, dan Barrang Daeng Situru juga ditangkap oleh Kompeni. Begitu pula dengan Ronggo Daeng Romo Karaeng Bontotangnga dan Tunroe Daeng Ngero Karaeng Empoang.
Pengadilan Belanda di Surabaya memutuskan bahwa Lompo Daeng Raja, mantan Regen Binamu, ditahan di penjara negara di Surabaya; Ronggo Daeng Romo Karaeng Bontotanga ditawan di penjara negara di Surabaya; Tunru Daeng Ngero Karaeng Empoang ditahan di penjara negara di Surabaya; Bagala, Makka, Punte, Lasiuk, serta Barrang ditawan dan di penjara negara di Makassar kemudian diasingkan ke Kupang.
Mallete(16) yang tidak hadir dalam pertemuan di Pao akhirnya tidak tertangkap oleh serdadu Kompeni. Ia bersama empat saudaranya yang tersisa meneruskan perjuangan melawan Kompeni hingga Lompo Daeng Raja kembali ke Turatea dan dilantik menjadi Raja Binamu ke-19.
Catatan Akhir:
(1) Disampaikan secara lisan oleh Punda Bin Manrawa kepada penulis, serta Catatan Harian Paseway Bin Punda tentang Sejarah Borongtammatea.
(2) Berasal dari Kerajaan Kalimporo, sekarang bernama Desa Kalimporo, Kec. Bangkala, Kab. Jeneponto, Sulawesi Selatan.
(3) Semacam tentara kerajaan.
(4) Gedungnya sekarang terletak di bekas Kantor KUD Bontotangnga, Kec. Tamalatea, Kab. Jeneponto, Sulawesi Selatan.
(5) Borongtammatea berasal dari bahasa Makassar, yakni dari kata "borong" (rumpun) dan "tammate" (kayu cina). Borongtammatea berarti "rumpun kayu cina".