Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengenal Lontarak Panngissengang, Warisan Tradisi Literasi Turatea

15 Februari 2023   08:29 Diperbarui: 15 Februari 2023   10:50 751
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini kita bisa menikmati keberadaan naskah kuno karena penemuan tulisan dalam sejarah peradaban manusia. Tulisan menandai lonjakan spektakuler peradaban manusia.

MULA-MULA kita simpan segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan manusia dalam memori kolektif yang diturunkan secara lisan dari generasi ke generasi, kemudian tulisan memungkinkan kita menyimpan dan mengabadikan ingatan kolektif itu. Tidak heran jika Coulmas (1984:4) mengatakan, penemuan tulisan merupakan prestasi pencapaian kebudayaan yang tinggi dalam sejarah peradaban manusia. 

Penemuan tulisan memudahkan leluhur kita merekam segala sesuatu yang terjadi pada masa lampau ke dalam tulisan. Tidak hanya peristiwa bersejarah, tetapi pengetahuan pun tercatat dalam naskah kuno. Suku-suku bangsa di Nusantara yang memiliki aksara dan tradisi menulis pada akhirnya mewariskan naskah kuno dari generasi ke generasi.

Tidak bisa dimungkiri, naskah kuno merupakan sumber informasi kebudayaan yang sangat penting. Selintas terlihat naskah kuno hanyalah berupa catatan hasil tulisan tangan yang amat sederhana, bahkan kebanyakan sulit terbaca karena kondisi tertentu, seperti naskah yang sudah terkoyak, ternoda, atau kusam karena terkikis zaman, serta bahasa yang digunakan sudah berbeda dengan bahasa yang sekarang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Padahal, naskah kuno merupakan arsip yang merekam data kebudayaan dan kesejarahan.

Menilik dan Menyibak Lontarak

APALAH arti keberadaan naskah kuno jika hanya menjadi pelengkap koleksi pribadi, museum purbakala, atau badan kearsipan. Begitu pula dengan lontarak. Naskah lontarak baru akan berfaedah bagi masyarakat jika kandungannya ditelaah dan hasil kajiannya disebarluaskan ke tengah khalayak.

Jika diletakkan dalam bingkai tradisi Turatea, sebagaimana lazimnya kebudayaan Makassar, lontarak mengandung dua pengertian, yakni (1) lontarak sebagai sumber pengetahuan dan sejarah serta, (2) lontarak sebagai aksara. Dalam artikel ini kita akan mendaras pengertian pertama, yakni lontarak sebagai sumber pengetahuan dan sejarah.

Guna membatasi lingkup bahasan, tulisan ini ditujukan khusus untuk menelaah lontarak panngissengang, yakni lontarak yang memuat sistem pengetahuan yang ada di dalam masyarakat Turatea.

Lontarak panngissengang adalah salah satu dari sekian banyak jenis lontarak yang ada di tengah-tengah masyarakat Turatea. Lingkup bahasannya cukup beragam, seperti pakkokoang (mengulas tentang seluk-beluk berkebun), panngubarrang (mendaras soal pengobatan), atau pakbuntingang (mengupas tentang sisik-melik pernikahan). 

Ada juga lontarak appiallo (mencari hari yang baik atau tepat untuk melakukan sesuatu) dan appiassa (lontarak yang membahas tentang cara mengenali atau mengetahui karakter orang lain).

Naskah lontarak biasanya menggunakan aksara atau huruf lontarak yang terdiri atas (1) lontarak jangang-jangang--aksara lontarak yang digunakan pada abad 15--16, (2) lontarak samarak--aksara lontarak yang digunakan hingga sekarang, (3) lontarak bilang-bilang--aksara lontarak yang digunakan oleh Colliq Pujie pada kisaran 1800-an, dan (4) lontarak Serang--aksara Arab dengan menggunakan bahasa Bugis-Makassar.

Meneroka Contoh Lontarak Pangngissengang

BANYAK sisi kehidupan yang dapat kita singkap dari lontarak panngissengan. Satu contoh, lontarak panngissengang mencatat perkara akanrei bulanga (gerhana bulan). 

Teks saya transliterasi dan terjemahkan dari lontarak milik Syaifullah Daeng Marewa, seorang budayawan yang menetap di Tanjong Ala, Kelurahan Pabiringa, Kecamatan Binamu, Kabupaten Jeneponto.

Lonna akkanrei bulanga ri bulang Syawwalak tanrana lamajai tugarring, lajojai atinna sikamma tumakkamponga, lasarriki anging sallatanga, laokalak tongi nigappa kanre-kanreanga.

[Apabila gerhana bulan terjadi pada bulan Syawal pertanda banyak orang yang akan jatuh sakit, sering terjadi angin ribut, dan makanan susah didapat.]

Selanjutnya, ada pula lontarak panngissengang yang mencatat perkara kilak (kilat, halilintar) yang saya nukil dari lontarak milik Batollahi Daeng Narang, pemilik lontarak dan beberapa naskah kuno yang menetap di Kabupaten Jeneponto.

Lonna assembak-sembaki kilaka ri allo Jumak tanrana laniak kabajikang ambattui karaenga siagaang tumakbuttayya. Laturungi dalleka. Labella tongi sikamma balayya.

[Apabila kilat menyambar-nyambar pada hari Jumat pertanda pemerintah dan rakyat akan menemukan hal-hal baik. Rezeki akan turun. Menjauh semua bala.]

Kemudian, lontarak panngissengang yang memuat pasal tentang rongrong (gempa bumi). Teks saya kutip dari lontarak milik Silang Magga. Pemilik dan penulis lontarak dengan menggunakan aksara Serang, menetap di Borongtammatea, Kel. Bontotangnga, Kec. Tamalatea, Kab. Jeneponto.

Lonna akkajariangi rongronga ri bulang Muharrang, pinaknaki wattunna. Punna subui naronrong buttaya tanrana laniak bunduk lompo. ...

[Jika gempa bumi terjadi pada bulan Muharram, perhatikan waktu kejadian. Jika gempa bumi terjadi pada saat salat Subuh pertanda akan terjadi keributan besar atau perang hebat. ...]

Bukan hanya itu. Lontarak panngissengang juga memuat pengetahuan tertentu, seperti cara bercocok tanam, mencari ikan, merawat ternak, mengarungi samudra, mengobati cedera, mengatasi patah tulang, dan perkara lain yang erat kaitannya dengan profesi manusia.

Malahan, tidak sedikit lontarak panngissengang yang di dalamnya ada pengetahuan tentang ilmu fisiognomi atau mengenal karakter orang lewat ciri-ciri fisik.

Pengetahuan yang terekam dalam naskah kuno, seperti lontarak panngissengang, menunjukkan kecendekiaan leluhur kita pada masa lampau. Mereka bahkan menyimpan dan mengabadikan kecendekiaan itu lewat tulisan-tulisan yang sarat makna. [kp]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun