Kuat Ma'ruf makin kuat. Itu terlihat ketika majelis hakim menjatuhkan vonis. Sopir bekas Kadiv Propam Polri itu bikin aksi salam cinta ala Korea sebelum sidang, lalu salam metal setelah divonis 15 tahun penjara.
KUAT tentu tidak pernah membayangkan kariernya akan hancur lebur. Setelah berjaya sebagai sopir jenderal polisi pecatan, kini ia terpaksa mendekam di bui. Lama pula, 15 tahun.
Semula Jaksa Penuntut Umum menuntut agar Kuat dihukum 8 tahun penjara. Tak disangka, majelis hakim berpikiran lain. Sikap nyeleneh Kuat menyeret sosok berbadan besar itu divonis 15 tahun.
Celaka nian nasibnya. Berharap dapat perlindungan dari bekas bosnya, berharap dibebaskan dari segala dakwaan dan tuntutan, ia malah diyakini majelis hakim turut serta merencanakan pembunuhan atas mendiang Brigadir J.
Ma'ruf yang satu ini sungguh menyita perhatian. Ada-ada saja aksi kocaknya sepanjang persidangan perkara pembunuhan berencana Brigadir J ditolak. Sempat kirim salam cinta ala Korea kepada pengunjung sidang hingga melaporkan majelis hakim.
Hasilnya menyakitkan. Alih-alih merenggut simpati majelis hakim, ia malah dituduh tidak sopan. Itu belum cukup. Hakim menambahkan tujuh tahun dari tuntutan jaksa.
Ndilalah, Kuat memang kuat. Alih-alih merenung usai dianggap tidak sopan selama mengikuti sidang, warga Bogor itu malah kirim salam metal kepada tim kuasa hukumnya.
Benarkah Kuat tidak sopan?
Salam Cinta Ala Korea
DUA KALI. Ya, dua kali Kuat beraksi kirim salam cinta ala Korea. Momen pertama terjadi pada waktu ia bersaksi dalam sidang Bharada E. Kala itu, 5 November 2022.
Gara-garanya sepele. Pengunjung sidang riuh memanggil namanya. Bagai selebritas tenar, Kuat langsung berbalik dan menghadap pengunjung. Ia kirim tanda jari ala Korea ke arah pengunjung sidang.
Peristiwa kedua terjadi hari ini, 14 Februari 2023. Bertepatan dengan perayaan Hari Kasih Sayang. Kuat memasuki ruang sidang sambil berkirim salam cinta ala Korea kepada pengunjung. Sesudahnya, ia duduk tenang di kursi terdakwa,
Morgan Simanjuntak, anggota majelis hakim, kemudian menyatakan bahwa Kuat tidak sopan selama menjalani persidangan. Sikap tidak sopan itu ternyata menjadi petaka bagi Kuat.
"Karena terdakwa tidak sopan di persidangan," kata Hakim Anggota Morgan ketika membacakan vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (14/2).
Berkali-kali Mengaku Lupa
DAYA INGAT Kuat patut diacungi jempol. Khususnya, ingatan pada kata "lupa". Acapkali ditanya oleh hakim, Kuat dengan lekas dan lugas menjawab "lupa". Saat ditanya mengapa ia menutup gorden jendela di lantai dua lokasi pembunuhan, ia dengan enteng bilang "lupa".
Konsistensi mengatakan lupa ternyata berbeda dengan konsistensi berbohong. Hakim menyebut, Kuat tidak konsisten dalam urusan berbohong. Sampai-sampai hakim menegur dan menyindir Kuat dengan frasa 'buta tuli'.
Hal itu terjadi pada Senin (5/12/2022) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pada waktu itu, Kuat mengaku melihat Sambo menembak tembok setelah Bharada Eliezer menembak Brigadir J.
"Sebentar," sela Hakim Ketua Wahyu. "Sebelum nembak tembok, kapan dia [Ferdy Sambo] menembak Yosua?"
Kuat menyanggah. "Saya tidak lihat Bapak menembak Yosua."
"Saudara mau cerita peristiwa seolah ada koneksinya," cetus Hakim Wahyu. "Saya mau ingatkan, Saudara kalau bohong itu konsisten. Apa yang mau kamu buktikan di sini?"
Akibat tabiat pelupa itulah Kuat dinyatakan berbelit-belit dan tidak berterus terang dalam memberikan keterangan di persidangan. Dan, bagi hakim, sikap Kuat sangat menyulitkan jalannya persidangan.
"Terdakwa tidak mengaku bersalah dan justru memosisikan diri sebagai orang yang tidak tahu-menahu dalam perkara ini, terdakwa tidak memperlihatkan rasa penyesalan dalam persidangan," ujar Morgan.
Tidak Terima Disebut Buta-Tuli, Kuat Laporkan Hakim
NYALI Kuat patut mendapat penghargaan. Tidak semua terdakwa punya mental sebaja mental Kuat. Bayangkan saja. Dalam persidangan ia disindir buta-tuli oleh hakim. Kuat tidak terima. Ia dongkol.
Tidak tanggung-tanggung. Kuat melaporkan hakim yang mengadilinya. Ia, lewat tim kuasa hukumnya, melaporkan Hakim Wahyu ke Komisi Yudisial (KY). Itu gara-gara ia disebut buta dan tuli di persidangan.
"Kaitannya dengan kode etik karena dalam beberapa persidangan pemeriksaan saksi banyak kalimat ketua majelis yang sangat tendensius kami lihat," kata kuasa hukum Kuat, Irwan Irawan, Kamis (8/12).
Irwan menambahkan, "Perilaku hakim yang diduga melanggar etika telah disiarkan secara luas dan dipublikasikan di sejumlah pemberitaan media. Hal itu berpotensi merusak kredibilitas dan independensi institusi pengadilan."
Divonis 15 Tahun, Adakah Kuat Masih Kuat?
PADA akhirnya, Kuat harus kuat-kuat menahan perih. Ia dianggap hakim terbukti secara hukum memenuhi unsur kesengajaan dan perencanaan sebelum merampas nyawa Brigadir J sebagaimana Pasal 340 KUHP.
"Majelis Hakim berpendapat bahwa unsur dengan perencanaan terlebih dahulu merampas nyawa terbukti secara hukum," ujar Hakim Morgan.
Kuat dianggap mengetahui rencana dan menyaksikan langsung eksekusi Brigadir J. Malahan, ia membantu menutup pintu jendela rumah dinas Sambo untuk meredam suara tembakan.
"Terdakwa tanpa dikomandoi naik ke lantai dua, menutup gorden dan pintu, serta turun ke lantai satu dan melakukan hal yang sama, maksudnya tentulah untuk mengamankan situasi," kata Hakim Morgan.
Pertimbangan lain, Kuat membawa pisau dari rumah Sambo di Magelang untuk melancarkan perencanaan pembunuhan dengan cara mengancam Brigadir J menjelang eksekusi agar tidak melawan.
Begitulah. Salam cinta dan salam metal ternyata tidak mempan untuk melunakkan majelis hakim. [kp]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H