Ferdy Sambo itu aparat. Anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Jenderal berbintang dua pula. Jabatannya mentereng, polisinya polisi. Mestinya ia menjadi teladan penegakan hukum, bukan mencontohkan cara main hakim sendiri.
FERDY SAMBO namanya. Hampir seluruh warga Indonesia mengenal jenderal polisi yang konyol ini. Saya sebut konyol karena itu setingkat di atar tolol dan teledor. Bukan apa-apa, jenderal polisi berbintang dua berkelakuan orang yang awam hukum.
Bagaimana bisa tidak disebut konyol? Ia anggota Polri. Aparat penegak hukum. Petugas yang pasti mengetahui bahwa negara kita adalah negara hukum. Alih-alih tunduk pada hukum, ia malah mengambil alih tugas Malaikat Pencabut Nyawa.
Bagaimana bisa tidak disebut tolol? Ia anggota polisi berpangkat tinggi. Jenderal polisi bintang dua. Jika dihitung dari Brigadir Jenderal hingga Bhayangkara Dua, ada 19 jenjang tingkat di bawah Sambo. Alih-alih menjadi teladan, ia justru mempertontonkan kebobrokan moral seorang jenderal polisi.
Bagaimana bisa disebut teledor? Ia anggota polisi berpangkat Inspektorat Jenderal. Hanya gara-gara mendengar laporan istrinya, Putri Candrawathi, ia kalap dan gelap mata. Lalu dengan biadab merampas nyawa anak buahnya.
Tetapi, sudahlah. Sia-sia saja kita misuh-misuh. Toh Sambo sudah niradab. Sudah kehilangan hati nurani. Sudah tidak punya rasa tega. Sudah duduk di kursi pesakitan. Sudah menunggu vonis dari majelis hakim.
MESTINYA Sambo dihukum seberat-beratnya. Bukan apa-apa. Sambo itu pengecut. Pangkat Irjen, mental preman. Sudah itu, meminjam tangan anak buahnya untuk merampas nyawa orang. Ia benar-benar superduper pengecut.
Belum lagi, Sambo pamer arogansi kekuasaan. Anak buah yang mestinya ia ayomi malah ia habisi. Main pinjam tangan pula. Di rumah dinasnya pula. Pakai bikin skenario palsu pula. Memfitnah orang yang sudah meninggal pula.
Ah, bertumpuk-tumpuk sudah kesalahan fatal si Sambo. Bekas Kepala Divisi Propam Polri itu bukan orang yang buta hukum. Polisinya polisi, kok. Jantung disiplin dan etika anggota polisi, kok.