Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Mengenal Kontrol Perilaku, KDRT atas Nama Cinta

11 Februari 2023   20:41 Diperbarui: 12 Februari 2023   09:19 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam sebuah rumah tangga, kerap tiap pihak ingin mengontrol perilaku anggota keluarga yang lain. Suami mengontrol perilaku istri, sebaliknya pun begitu . Orangtua mengontrol perilaku anak, sebaliknya bisa pula terjadi.

Pada mulanya, pelaku kekerasan jenis ini bersandar pada dalih "karena cinta". Lalu, beranjak pada tahap "curiga". Kemudian mulailah tindakan mengontrol perilaku. Terkikislah rasa saling percaya. Susutlah esensi cinta.

Mengontrol perilaku menjadi "jalan ninja" bagi pelaku kekerasan domestik demi mempertahankan dominasi atas korban. Kerap sekali kendali perilaku itu dilakukan dengan cara halus, hampir tidak disadari, tetapi dampaknya membekas dan meresap ke dalam hati korban.

Kenapa bisa demikian? Tiada lain karena, oleh pelaku, mengontrol perilaku diyakini merupakan sesuatu yang dibenarkan dalam rumah tangga. Celakanya, karena yakin merasa benar, jadilah kendali perilaku sebagai inti kekerasan domestik.

Ilustrasi kekerasan dalam rumah tangga (Gambar: Istockphoto)
Ilustrasi kekerasan dalam rumah tangga (Gambar: Istockphoto)

APA saja contoh kekerasan domestik dalam bentuk kendali perilaku? Kisah berikut ini barangkali dapat kita jadikan iktibar. Makkarawa namanya. Semasa anak-anak, ia punya kewajiban tidur siang.

Tibalah suatu hari Makkarawa merasa jemu. Dipan ia tinggalkan. Dengan gesit ia berlari ke pekarangan, mengambil sepeda mini, lalu cabut dari rumah. Menjelang jam tidur siang usai, ia pulang ke rumah tanpa rasa bersalah apa-apa.

Keesokan harinya, ibunya dongkol. Tidak ingin melihat Makkarawa keluyuran, sang ibu mengempiskan ban sepeda. Makkarawa tidak terima. Dengan pelan ia berkata, "Seribu kali ban sepeda dikempiskan, seribu kali pula bisa saya pompa."

Sahaja sekali. Gara-gara abai pada jam tidur siang, sang ibu hendak menegakkan disiplin. Namun, tiada jalinan komunikasi yang intim. Ban sepeda menjadi tumbal. Alih-alih manut, sang anak malah memberontak.

Itu kasus sepele bagi yang mengira perkara sedemikian bukanlah tindak kekerasan. Padahal, omelan akibat sang anak membantah sudah membuat sang anak terintimidasi.

Ada pula suami yang, atas nama cinta, setiap beberapa jenak mengontrol ponsel istrinya. Bahkan sampai memasang aplikasi pemantau nomor kontak. Lalu, membatasi siapa yang boleh ditelepon atau siapa yang teleponnya bisa diterima.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun