William Frey dari Ramsey Medical Center berpendapat bahwa air mata yang mengalir deras saat kita mengalami kejadian emosional mengandung hormon stres.Â
Dengan demikian, menangis berarti membuang racun-racun di dalam tubuh yang memantik rasa dongkol. Jadi, menangislah supaya hatimu lega.
Kedua, tetaplah menganggap perpisahan adalah akibat kesalahanmu. Tidak, ini bukan soal siapa yang benar atau salah. Ini perkara memasang alarm agar kejadian serupa tidak terulang.Â
Jika kita bersikeras mengatakan "dia yang salah" maka dada kita akan diberati dendam. Jika kita bersikukuh berpikiran bahwa "dia yang salah" maka kepala kita akan diberati oleh kebencian.
Apakah menimpakan kesalahan kepada diri sendiri tidak akan menyulut rasa sakit yang tak selesai-selesai? Bisa jadi, ya. Apabila penyalahan atas diri sendiri itu berlebihan, kesehatan jiwa kita akan terancam. Namun, pada sisi lain dapat menjadi rambu pengingat.Â
Refleksi atas patah hati karena putus cinta atau gagal meraih apa yang diinginkan lebih penting dibanding bersusah-susah menimpakan kesalahan kepada orang lain.
Ketiga, bertahanlah mencari tahu kesibukan mantan. Banyak orang yang menyarankan supaya kita lekas-lekas melupakan mantan agar kita bisa beranjak (move on) dari mantan. Itu tidak sepenuhnya salah meski tidak sepenuhnya benar. Melupakan mantan bukan pekerjaan yang mudah. Jauh lebih mudah menunggui sapi bunting daripada melupakan mantan.
Maka uliklah kabar dari mantanmu lewat media sosial, misalnya, jika itu akan menyenangkan hati dan melegakan dadamu. Daripada susah tidur atau kehilangan selera makan karena deraan rasa penasaran, buka saja akun medsos mantan. Tidak perlu menjadi malaikat yang selalu mendoakan kebahagiaan dan kesejahteraan mantan. Sesekali mengumpat bisa menenangkan hati.
Keempat, bertahan menjomlo bukanlah aib yang memalukan. Kadang setelah mengalami patah hati kita waswas untuk menjalin hubungan lagi. Seseorang yang baru saja bercerai boleh jadi cemas menikah lagi karena dibelit trauma.
Ketika belitan trauma itu amat ketat, "menjatuhkan hati" mungkin saja sama mustahilnya dengan mencari seekor kambing di sarang macan. Maka, bertahanlah dalam kesendirian. Tinggal gigih mencari cara berteman dengan kesepian. Bisa dengan menonton film, bisa lewat membaca buku. Bisa dengan melakukan kegiatan apa saja sebagai perintang waktu.
Kelima, berteman dengan kenangan. Beberapa peristiwa saat bersama memang sering terlalu manis untuk dilupakan. Kadang otak setengah mampus berusaha mengusir kenangan indah, tetapi hati memampang kenangan indah itu berkali-kali. Tempat yang pernah didatangi, makanan yang pernah disantap, kejadian lucu yang pernah ditertawai. Semuanya bisa memantik luka.