Akumulasi dari gangguan ledakan amarah yang sering terjadi dapat mengancam kesehatan fisik. Misalnya risiko stres, penyumbatan pembuluh darah, tekanan darah tinggi, hingga serangan jantung. Mengerikan! Â
Psikolog dari mentalhelp.net, Allan Schwartz, mengutarakan bahwa sebenarnya meluapkan amarah adalah reaksi yang baik. Alasannya, memendam amarah dapat mengganggu kesehatan apabila terlalu sering dilakukan. Hanya saja, kita mesti mencari cara meluapkan rasa marah secara positif.Â
Perlu kita ketahui, kemarahan biasanya terpicu oleh harapan yang tidak terpenuhi. Amigdala, satu berkas neuron dalam otak kita, bertugas mengatur lalu lintas emosi. Ketika harapan tidak menjadi kenyataan, amigdala mengirim reaksi impulsif ke hipotalamus. Reaksi itu berupa melawan atau mengelak.Â
Setelah itu, korteks prefrontal rasional memeriksa dan mengevaluasi ancaman. Barulah kemudian memutuskan bentuk respons seperti apa yang akan dilakukan. Jika terbiasa meluapkan emosi yang eksplosif atau agresif, amarah bisa meledak-ledak.Â
Apa yang saya lakukan untuk mencegah gangguan ledakan amarah? Semasa remaja hingga saat menjelang jatuh cinta kali pertama, saya melakukan meditasi. Itu terapi batin yang saya lakoni. Setiap merasa dada hampir meledak, saya lakukan relaksasi ringan, baru mengheningkan diri.
Jika kemarahan itu tidak bisa saya tahan-tahan, saya ke kamar mandi. Cuci muka. Masih belum mempan, saya guyuri kepala dengan segayung air. Masih tidak mempan, sekalian mandi. Sesudah itu, saya ambil wudu dan salat sunat. Biasanya reda dengan sendirinya.
Manakala saya gagal menahan diri karena tidak bisa bergegas ke kamar mandi, saya larikan kesal kepada pintu. Pernah juga menendang panci. Sekali waktu membanting ponsel. Sesudahnya, saya menyesal amat luar biasa. Ponsel rusak parah, padahal cicilannya belum lunas.
Dulu saya lampiaskan amarah dengan cara membanting barang, karena saya pikir itulah cara teraman agar tidak menyakiti orang lain. Maklum, otak remaja saya belum becus membaca perasaan orang. Belakangan saya tahu, orang yang menyaksikan kemarahan itu memeram sakit hati.Â
Hingga saat ini riset tentang pengobatan Gangguan Ledakan Amarah (IED) masih terbatas. Sebuah riset pada 2009, diungkap oleh healthline.com, menemukan bahwa fluoksetin dapat mengurangi perilaku impulsif-agresif bagi pengidap IED.
Kebiasaan mengalihkan amuk badai amarah itu lazim pula disebut displasemen. Artinya mudah dicerna, yakni 'melampiaskan perasaan negatif kepada benda, seperti membanting pintu atau melemparkan barang, biasanya karena marah atau kesal'.
Baik bossongang, displasemen, maupun gangguan ledakan amarah sama-sama tidak layak kita rawat. Obati. Sembuhkan. Meditasi gagal, cobalah salat. Masih muncul, datangi psikiater. Tidak punya uang untuk membayar bea terapi? Aih, deritamu kenapa bertumpuk sebegitu banyak? Maaf, bercanda.