Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Artikel Utama

Pandemi, Sahur, dan Para Pencari Tuhan

14 April 2021   05:57 Diperbarui: 24 April 2021   20:24 4627
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Aku khawatir kalau nanti aku seperti Colombus yang menemukan benua yang bukan benua tujuannya, Amerika." ~ Azzam, Para Pencari Tuhan Jilid 3

Puasa tahun ini masih seperti Ramadan tahun lalu. Pandemi korona belum teratasi. Jarak masih harus terjaga, masker mesti setia menghiasi muka, tangan tetap harus rajin dicuci. Kalaupun ada yang berbeda, ya, tidak banyak. Tahun ini sudah bisa salat berjemaah di masjid. Itu pun dengan catatan: jaga jarak.

Ketika terdeteksi menderita korona pada Desember 2020, lalu masuk karantina selama 15 hari, saya sempat kepikiran tidak akan bersua dengan Ramadan tahun ini. Kondisi tubuh yang sempat melorot ditambah dengan serangan tifus begitu keluar karantina.

Ternyata Allah Mahacinta. Saya masih dilimpahi karunia. Ramadan masih berkenan mendekap raga saya. Karunia yang sangat saya syukuri. Tentu saja dengan menjalankan ibadah Ramadan dengan sepenuh-penuh cinta. Tiada mengapa pagebluk mengintai selama iman dan imun tetap terjaga.

Karunia itu kian bertambah tatkala mengetahui bahwa sinetron kesayangan masih tayang. Para Pencari Tuhan. Saya menonton sinetron ini sejak jilid pertama. Tiap jam sahur selalu ditemani Bang Zakaria (Bang Jack) dan kawan-kawan. Tanpa terasa sudah 14 tahun berlalu.

Subuh baru saja berlalu. Matahari masih malu-malu menampakkan diri. Ingatan saya masih ada di pelukan kenangan. Para Pencari Tuhan atau PPT. Dakwah karikatural. Dakwah dengan wajah kekinian. Nilai-nilai Islam ditampakkan dalam balutan cerita yang ciamik.

Sejak PPT Jilid 1, saya dibuai oleh gambaran fakta yang disuguhkan oleh Wahyu HS. Skenarionya apik. Potret masyarakat yang enggan bersentuhan, apalagi bersinggungan, dengan narapidana yang baru keluar dari rumah tahanan ditampilkan dengan cantik.

Sederhana, tetapi berkelas. Serius, tetapi santai. Dialognya biasa, tetapi maknanya sangat dalam. Bukan sekadar "elo dari mane aje", melainkan sarat dengan perenungan. Belum lagi simbol pemerintah yang diwakili oleh Pak RW dan konco. Benar-benar karikatural.

Belum cukup. Masih ada bumbu hansip sok pintar (Udin) dan penganggur sok aktif (Asrul). Tentu saja Tuan Hartawan (Jalal) dan ustaz (Ferry) yang tengah naik daun. Kampung di tengah kota. Itu latar yang ditonjolkan.

Belum lagi bumbu cinta Azzam kepada Aya: tiga kali melamar, tiga kali ditolak. Namun, kehidupan berpusat di Musala At-Taufiq yang dijaga oleh marbot karismatik (Bang Jack). Di musala itu pula trio mantan narapidana membuka lembaran hidup baru.

Di pekarangan, pagi mulai terasa. Mobil sesekali sudah melintas. Kenangan masih saja berkuasa di kepala. Adegan pernikahan Kalila dan Azzam yang mendadak terhenti karena Kalila merasa tidak berhak duduk di pelaminan. Akhirnya Azzam dan Aya menikah sekalipun, di sini anehnya, Aya tidak didampingi wali nikah. Tetap saja memburai syahdu.

Trio Bajaj beraksi (Sumber: Youtube SCTV)
Trio Bajaj beraksi (Sumber: Youtube SCTV)
Bagi saya, PPT selama pandemi dan bulan puasa punya dua faedah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun