Gotov sani letom, a telegu zimoy. Ini pepatah Rusia. Artinya, siaga sebelum terjadi sesuatu yang tidak baik. Dalam pepatah Indonesia sepadan dengan sedia payung sebelum hujan.
Apa pasal sehingga saya memulung pepatah Rusia sebagai pembuka cerita? Aha! Ini pagi indah sekali. Matahari cerah. Maka, izinkan saya berbagi cerita.
RBTH Indonesia. Salah satu media asing yang cuitannya di Twitter cukup asyik. Saya mengikuti akun itu. Banyak informasi menarik yang saya dapatkan darinya.
Kemarin, 23 Maret 2021, seorang pengheboh Twitter melontarkan tuduhan kepada RBTH. Ia malah meminta kepada Kedutaan Besar Rusia di Jakarta untuk mengajarkan etika komunikasi lintas negara.
“Media satu ini kelihatannya terlalu sering ikut campur urusan rumah tangga Indonesia. Itu kurang hajar namanya,” ujar Zulfikar Akbar.
Cicitan menarik. Perhatikan, Kawan. Dia menggunakan kata “kelihatannya” sebagai tameng. Bagai ingin melempar batu, tetapi tidak bernyali memperlihatkan tangan. Menuduh, tetapi setengah hati. Kata kelihatannya semakna dengan 'tampaknya, sepertinya, atau rasa-rasanya'.
Selanjutnya, ia menggunakan frasa kurang hajar. Saya ulangi, kurang hajar. Bukan kurang ajar. Kali ini mengandung anjuran terselubung. Semacam menyimpan udang di dalam bakwan. Lihat saja. Kurang ajar berarti perlu diajar. Kurang hajar berarti perlu dihajar.
Anehnya, Zulfikar tidak mengungkapkan argumen untuk menguatkan tuduhan samarnya. Ia cuma melempar isu. Ia berharap makmum yang mengikuti akunnya serempak menyerbu RBTH. Ingat, ia menggunakan klausa “sering ikut campur urusan rumah tangga Indonesia”.
Apakah netizen Indonesia berduyun-duyun menawur RBTH? Tidak juga. Zulfikar kecele. Ia terkena ledekan orang Rusia: sobaka layet, no ne kusayet alias anjing menyalak takkan menggigit.
Sebagai pengintai media sosial, bukan pengamat atau peneliti, saya dicengkam oleh rasa penasaran. Usut punya usut, ternyata RBTH masih asyik-asyik saja. Admin RBTH Indonesia bukan sejenis manusia kepo yang gemar mengulik-ulik, mengutak-atik, dan mengobok-obok rumah tangga orang.
Ada dua alasan yang dapat saya kemukakan untuk mendukung asumsi di atas.
Pertama, RBTH adalah media independen. Mereka tidak diatur-atur oleh Pemerintah Rusia. Tidak bisa juga diatur-atur oleh Kedubes Rusia di Jakarta. Apalagi oleh Zulfikar Akbar.
Sebagai media independen, RBTH merdeka bersuara. Meski begitu, jurnalis RBTH tidak asal cuap. Mereka punya dasar argumen. Mereka punya fondasi yang kuat untuk mengabarkan sesuatu.
Bahkan ketika menyingkap rahasia “orang Indonesia nomor wahid di Rusia”, mereka mengudar kabar dengan apik dan elegan. Tahukah Anda siapa yang dimaksud oleh RBTH sebagai orang Indonesia nomor wahid di Rusia?
Jawabannya panjang, Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (Dubes LBBP RI) untuk Rusia dan Belarusia. Namanya, Wahid Supriyadi. Lantaran Wahid seorang dubes, jadilah ia orang Indonesia nomor wahid di Rusia. Apalagi namanya Wahid. Kurang wahid apa lagi coba?!
Silakan baca kisah Wahid Supriyadi dalam berita bertajuk Catatan Purnatugas Orang Indonesia Nomor Wahid di Rusia. Selain riwayat Pak Wahid selama bertugas di Rusia, Anda juga bisa dapati kisah tentang bagaimana orang Rusia mencintai budaya, termasuk budaya Indonesia.
Kedua, RBTH kerap menyajikan kabar tentang pernak-pernik Indonesia. Dari yang enteng sampai yang berat; dari yang sepele hingga yang vital. Jika kita mau menyingkirkan tabiat berpikir negatif, sejenak saja, kita akan menemukan kabar baik tentang Indonesia bertebaran di RBTH.
Ambil contoh soal tradisi minum kopi di Rusia. Beberapa tahun belakangan, orang Rusia beralih dari minum teh ke minum kopi. Salah satu kopi yang disukai oleh orang Rusia adalah kopi impor dari Indonesia. Kopi luwak sangat digemari di sana.
“Ada seorang pelanggan tetap yang sangat menyukai kopi luwak dari Indonesia. Kopi luwak diolah dengan teknik khusus dan harganya sangat mahal.” Ungkap Yuliya, barista di kedai kopi tertua di Moskow, kepada RBTH. “Pembeli itu bisa memborong kopi luwak hingga tiga kilogram sekaligus.”
Tersebutlah kisah Volodymyr Kyrychenko. Ia seorang Indonesianis atau orang asing yang punya ketertarikan khusus terhadap Indonesia. Ia pernah menetap di Indonesia untuk berkuliah S-2 dan bekerja di Jakarta selama dua tahun.
Sebagai seniman, Volodymyr sangat senang melukis tema wayang. Ia bahkan pernah menggelar pameran dengan memajang lukisan Rama dan Sinta, Cepot, wayang golek, dan Arjuna. Selama di Indonesia, Volodymyr malah mendapat sapaan khusus. Vladimir kiri.
“Wayang memiliki karakteristik serta mencerminkan sejarah dan budaya Indonesia yang sangat kental dan beraneka ragam,” ujar Vladimir Kiri kepada RBTH.
Cukuplah dua alasan itu yang saya ajukan, sisanya tinggal ulik sendiri di laman RBTH.
Mari kita kembali kepada hujatan salah hajar Zulfikar Akbar. Jikalau kita mau membuka hati, kita tidak bisa sekehendak hati dan membabi buta menuduhkan sesuatu kepada orang atau lembaga.
Kita mesti berhati-hati. Cari data dulu. Baca dulu. Telaah dulu. Setelah itu baru menyimpulkan. Orang Rusia menyebutnya: snachala dumay, potom govori. Orang Indonesia mengartikannya: pikir dahulu pendapatan, sesal kemudian tiada guna.
Begitulah, Sodara-sodara. Selamat menikmati pagi yang indah. Bersyukurlah. Itu modal agar kita berbahagia. Jangan sampai kita menjadi orang yang "yemu palets v rot ne kladi, vsyu ruku otkusit". Begini penulisannya. Ему палец в рот не клади, всю руку откусит. Ribet, ya?
Artinya, orang yang tidak tahu berterima kasih. Kata pepatah, dikasih hati minta jantung. Kata orang Sunda, hapeheman. [kp]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H