Hati-hati, Netizen. Walaupun terkenal dengan gelar mahabenar netizen atas segala komentar dan statusnya, waspadalah. Jangan sembrono, jangan sambalewa. Sekali ceroboh bikin status "berbahagia", kamu bisa digelandang pasal ke penjara.
Maka dari itu, bijaklah. Ya, kamu harus bijak dalam berkomentar atau membuat status. Kalaupun kamu tidak iba pada diri sendiri, kasihanlah kepada orang-orang terdekatmu. Mungkin merasa hebat jika dipolisikan gara-gara status di medsos, tetapi siapa yang tahu perasaan orangtua atau pasanganmu. Boleh jadi mereka kepikiran dan berduka sepanjang hari.
Berhentilah bersikap egois. Berhentilah mengatakan "kumaha aing wae" atau "terserah gue". Oh, kamu tidak sendirian hidup di muka bumi ini. Bahkan seandainya kamu jomlo yang yatim piatu dan tidak punya teman, kasihan musuhmu kalau kamu meringkuk di penjara. Nanti mereka sedih karena kehilangan sansak untuk diolok-olok.
Menghina presiden, mengancam keselamatan negara, memprovokasi orang untuk makar, atau menebar kabar hoaks, itu lumrah. Sudah banyak yang dibekuk polisi. Justru ada hal-hal kecil yang tidak disadari oleh netizen, main pajang status saja, padahal status itu membahayakan keselamatannya.
Pertama, menyembunyikan keadaan sebenarnya. Hati-hatilah. Jika kamu masih di rumah, masih sarungan, masih malas-malasan, jangan bilang sudah di jalan atau on the way. Mari belajar jujur dari hal-hal kecil. Kalau masih di rumah, ya, bilang saja masih di rumah.
Menyembunyikan keadaan sebenarnya bisa terkena pasal penipuan. Dalam hal ini, pemberian harapan palsu. Sama seperti pura-pura sayang, padahal tidak cinta. Hasilnya sangat merugikan pihak lain. Orang sudah menunggu di tempat temu, kamu malah belum mandi.
Delik aduannya parah. Pasal 378 KUHP menyatakan bahwa seseorang yang bermaksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak, baik dengan akal dan tipu muslihat maupun dengan karangan perkataan-perkataan bohong, dapat dihukum penjara paling lama empat tahun. Tuh, hati-hati.
Kedua, mengakui hak milik orang lain. Hati-hatilah. Kalau kamu tidak punya mobil sport mewah atau kendaraan keren lainnya, tidak perlu swafoto di dekat mobil mewah itu. Pamer punya orang seakan-akan itu milikmu? Itu riya terdungu, Kawan.
Tiada berbeda dengan berdiri kamar hotel, lalu jepret sana jepret sini. Sadarlah. Statusmu hanya penyewa kamar, bukan pembeli kamar. Namanya penyewa, ada batas waktu penggunaan. Ingat, penggunaan. Bukan kepemilikan. Jadi, itu menipu publik.
Satu lagi. Berfoto bersama seseorang hanya agar disangka tidak jomlo lagi. Tiada guna kelakuan macam itu. Menipu diri sendiri. Bagaimana kalau pasangaan orang yang menemanimu berfoto ternyata cemburuan, gampang gelap mata, dan cepat berprasangka buruk? Kamu bisa terjerat Pasal 372 KUHP, Kawan, mengakui hak milik orang lain seolah-olah milik sendiri.
Ketiga, mengunggah foto sedang makan enak. Belajarlah membangun empati. Jauhkan tabiat kayak begitu. Makan enak di restoran, tetapi tidak mengajak-ajak. Deliknya jelas, perbuatan tidak menyenangkan sekaligus ancaman kekerasan terhadap perut dan perasaan.
Hal serupa terjadi ketika sering pamer sedang memasak, tetapi tidak pernah memasak untuk sahabat atau kerabat. Masak sendiri, makan sendiri. Kalau memang cuma mau untuk dilahap sendiri, tidak usah pamer-pamer di media sosial. Nanti kamu kena Pasal 335 KUHP, perbuatan tidak menyenangkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H