Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Tiga Jurus Tokcer Mengarang Novel

20 Maret 2021   20:48 Diperbarui: 21 Maret 2021   10:03 1571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mencintai buku, mencintai karya (Foto: Dokumentasi pribadi)

Saya pernah mengalami kelelahan kreatif setelah menulis novel. Ya, hal itu saya alami seusai menggarap Natisha: Persembahan Terakhir. Kekuatan jiwa dan raga saya benar-benar terkuras. Namun, kelelahan itu sirna dengan sendirinya begitu fisik novel tiba di tangan. Bahagia sekali.

Sejak itu saya merasa sangat yakin bahwa menulis novel membutuhkan stamina. Bukan cuma stamina lahir, melainkan juga stamina batin. Saya telah membuktikannya. Tatkala menganggit Barichalla, saya tidak terpapar kelelahan kreatif lagi.

Dari dua pengalaman menulis novel itu, dua pengalaman yang sangat bertolak belakang, saya endapkan perasan pengalaman. Menulis bisa direncanakan. Lalu, saya bikin resep sendiri. Saya uji sendiri jurus ini. Hasilnya, lahirlah jurus Meringkus Sunyi Menembus Batas.

Jurus itu sudah khatam saya dalami. Sudah lolos uji klinis imajiner sebanyak dua kali. Pertama, ketika merampungkan novel Kita, Kata, dan Cinta. Kedua, tatkala menyelesaikan novel Lakuna. Barulah jurus Meringkus Sunyi Menembus Batas ini saya tularkan kepada kalian.

Saripati jurus ini sederhana. Siapa pun bisa memainkan jurus ini.

Pada jurus ini, saya memadukan keterencanaan dengan ketakterdugaan. Semacam menikahkan kreativitas dengan serendipitas. Semacam mengawinkan yang sudah terpikirkan dengan yang akan tersua dengan sendirinya.

Tiada berbeda dengan melatih pencak atau beladiri lainnya, jurus Meringkus Sunyi Menembus Batas ini butuh dibiasakan lewati latihan tiada henti. Kadang mesti berlatih di tempat senyap, seperti di kamar sendirian selama beberapa hari; kadang harus berlatih di tempat ramai, seperti di sebuah kafe yang penuh ingar-bingar.

Sebelum latihan mempermahir, saya terapkan dulu latihan dasar. Memperkuat kuda-kuda. Jika di dalam silat ada melatih kuda-kuda seperti memikul air atau memanggul karung beras selama berbulan-bulan, begitu pula dengan menulis novel.

Kuda-kuda di dalam novel saya perkuat dengan cara melatih kejelian dalam mencari data. Riset butuh ketekunan, persis seperti memikul air tanpa sedikit isinya yang terbuang. Mula-mula berat, lama-lama enteng. Bisa memang kalah gara-gara kebiasaan.

Jangan remehkan kuda-kuda, sebab jurus bisa moncer kalau kuda-kuda kuat. Sajian konten novel akan bergizi apabila dikayakan dengan nutrisi yang mencerdaskan pembaca. Semuanya berawal dari riset mendalam yang dijalani dengan tekun dan sepenuh cinta.

Jadi, Kawan, latih dulu kuda-kudamu sebelum menulis novel. Biar terpancang kokoh, biar terpacak tegak. Setelah kuda-kuda kuat, silakan mencoba jurus tokcer berikut ini.

***

Jurus Menyibak Langit Membelah Bumi

Tujuan jurus ini adalah menemukan gagasan utama yang akan kita singkap di dalam novel. Misal, dalam novel Lakuna, novel terbaru saya, gagasan utamanya adalah mengulik pernak-pernik pesta pernikahan berbeda kasta di Sulawesi Selatan.

Saya mulai langkah pertama dengan memperkuat kuda-kuda. Saya kumpulkan data tentang apa yang terjadi bagaimana mulanya sehingga suku Bugis dari Bone tidak boleh menikah dengan suku Makassar dari Turatea. Ternyata pangkalnya berawal dari Perjanjian Bungayya.

Perjanjian yang ditandatangani pascaperang Sultan Hasanuddin melawan Kompeni itu memuat pasal soal penyerahan kedaulatan kerajaan palili (kerajaan bawahan atau koalisi). Akibatnya, ada sumpah tidak tertulis orang Turatea yang menyatakan tidak akan menikah dengan orang Bone.

Kuda-kuda berupa data saya kumpulkan dengan tekun. Saya telaah dengan cermat. Saya pilah dengan teliti. Lalu, aturan tidak tertulis itu saya adopsi ke dalam cerita. Lahirlah garring bassung (sakit busung lapar) dan teanang anging (hamil tanpa janin).

Dari gagasan utama tentang perkawinan terlarang karena berbeda kasta, lalu berkembang pada keadaan situasional gara-gara perselisihan masa lampau.

***

Jurus Menapis Angin Menggenggam Asap

Setelah data terkumpul hingga menumpuk, saya mulai menata kerangka. Langkah ini merupakan tarikan awal dari jurus Menapis Angin Menggenggam Asap. Semacam gerak pembuka. Fungsinya sebatas peta, bukan sebagai kerangkang ide atau penjara imajinasi.

Saya namai jurus ini dengan Menapis Angin Menggenggam Asap, sebab memang gagasan pokok ditapis ke dalam beberapa bab. Tapisannya berisi karakter yang muncul, konflik yang terjadi, dan tingkat intensi pada tiap-tiap bab.

Lantaran fungsi kerangka saya batasi sebagai peta cerita, saya tidak merasa terkungkung. Tiap bab menyisakan ruang untuk berkreasi. Tiap bab menyediakan tempat untuk meliarkan imaji. Itu bagian dari menapis angin.

Adapun bagian menggenggam asap terdiri atas karakter fisik dan fisis tokoh, plot yang terencana dan tidak terencana, serta konflik yang tertata dan yang tidak terkendali. Inilah ruang bagi saya untuk membangun kisahan.

Dalam jurus ini, seperti lumrahnya pesilat, ada unsur atau anasir merayakan sakit dan menangisi kemenangan. Sebagian tercatat atau sudah terbayangkan, sebagian lagi akan saya temukan saat menulis. Itulah yang saya maksud dengan kreativitas terencana dan serendipitas temuan.

Dalam hal ini, saya memadukan kebiasaan pengarang lain. Ada yang senang mengarang dengan tanpa konsep, ada juga yang suka mengarang dengan bekal kerangka. Saya mengawinkan dua kebiasaan itu.

***

Jurus Mabuk Kepayang

Nah, inilah tahap terakhir. Karena kerangka sudah tertulis di kertas dan terekam di kepala, saya tahu betul pulau yang ingin saya tuju. Perjalanan menuju pulau itulah yang tidak terencana. Ya, saya biarkan mengalir apa adanya. Sekali waktu berjalan, pada saat lain berenang.

Namanya juga mabuk kepayang, saya menjalani bagian akhir ini sepenuh cinta. Kepala saya, sebagai pusat kreativitas, seperti gelas yang setengah isi setengah kosong. Saya punya arah, tetapi liar dalam menjalani tualang imaji.

Pada saat menulis novel, saya biarkan kepala saya menjadi seperti kapal penjelajah yang berlayar mengarungi samudra lepas. Saya tembus terra incognita atau tanah tak dikenal. Saya biarkan angan memasuki ranah tak terjangkau.

Saya biarkan begitu. Terus mengetik. Tidak berhenti sejenak pun demi melihat kompas. Mengetik saja. Kapan waktu saya berhenti untuk mengedit apa yang telah saya tulis, potensu serendipitas akan sirna. Saya tidak akan menemukan saat-saat berkelimpahan.

Jika lama tidak melihat bayangan pulau di kejauhan, saya tunggu malam untuk membaca letak bintang. Mata angin, bau ombak, dan gelisah batin karena bingung menentukan hendak ke mana saya taut-pautkan. Itulah kompas kreatif saya.

Karena jurus ini bernama Mabuk Kepayang, saya terima limpahan imajinasi sepenuh cinta. Tidak ada laku penolakan. Semua saya terima. Persis gentong setengah kosong. Jika kepenuhan, air yang tidak perlu saya tumpahkan. Terus meluap, terus begitu.

***

Setelah pulau yang saya tuju sudah terlihat, setelah perahu bersandar di dermaga, setelah pelaut tiba di terminal akhir, barulah saya kembali ke langkah pertama, lalu saya sunting pelan-pelan. Begitu pelannya sampai saya merasa berjalan lebih lamban dibanding siput yang kelelahan.

Begitulah, Kawan. Saya tuliskan jurus ini dengan berbagai kembangannya. Semuanya saya tuang ke dalam kalimat. Imajinasi Anda biarlah membayangkan dan mengonstruksinya sendiri. Tinggal seberapa mau Anda membayangkannya dan seberapa ingin Anda mencobanya.

Namun perlu saya tekankan, menulis bukanlah cetakan seragam yang cocok dipakai semua insan. Anda akan menemukan sendiri jurus termoncer. Hanya saja, hal itu baru akan terbukti apabila Anda sudah mulai mencoba.

Jadi, rencanakan apa yang ingin Anda tulis dan tulis apa yang telah Anda rencanakan. Sisanya, biarkan Tuhan bekerja. [kp]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun