Muhammad Qodari, Direktur Eksekutif Indo Barometer, melansir pernyataan menarik. Dengan mimik serius, ia tawarkan solusi agar masyarakat Indonesia tidak terbelah. Caranya mudah. Ya, cukup dengan "menikahkan" Jokowi-Prabowo pada Pilpres 2024.
Pernyataan Qodari jelas beralasan. Polarisasi masyarakat gara-gara Pilpres 2019 masih berasa. Efek cebong dan kampret masih bersisa. Masyarakat Indonesia terbagi tiga: blok Jokowi, blok Prabowo, dan nonblok. Prabowo masuk kabinet pun tidak merekatkan kerenggangan.
Belakangan polarisasi kian parah. Beberapa kalangan yang semula membela Prabowo kini beralih kepada Anies Baswedan. Anies digadang-gadang menjadi simbol perlawanan. Muncul lagi istilah baru yang masih dipungut dari dunia fauna: cebong dan kadrun.
Barangkali dari sanalah kekhawatiran Qodari bermula. Pengamat politik itu tidak ingin lagi bangsa ini terbelah. Namun, menduetkan Jokowi dan Prabowo bukanlah perkara mudah. Aturan mau tak mau harus diubah. Jika harus begitu, UUD 1945 mesti diamendemen lagi.
Akan tetapi, ada saran lain yang patut diperhitungkan. Pengamat politik yang mangkal di Gang Sapi, Felix Tani, menawarkan solusi berbeda. UUD 1945 tidak perlu diubah. Biarkan ketentuan presiden dan wakil presiden tetap begitu. Ya, tetap dua periode.
Agar Jokowi bisa menjadi presiden lagi, kata Engkong Felix, Jokowi bisa "dikawinkan" lagi dengan wakilnya sekarang. Cuma komposisi berubah. Ma'ruf Amin jadi capres, Jokowi jadi cawapres. Jika mereka terpilih, ada peluang Jokowi jadi presiden lagi.
Sekilas terlihat saran itu moncer. Tunggu dulu. Andaikata terpilih, Ma'ruf Amin mesti berhalangan tetap baru bisa digantikan posisinya sebagai presiden. Bisa juga karena mangkat di tengah masa jabatan. Di situ tampak alangkah kebangetannya Engkong Felix. Tahu maksud saya, kan?
Selain itu, duet Ma'ruf Amin-Jokowi kemungkinan sukar menang apabila Anies menemukan jodoh yang pas. Misalnya Susi Pudjiastuti atau Ridwan Kamil. Bisa juga menculik Ganjar Pranowo dari kandang banteng moncong putih. Asal jangan Fachri Hamzah, napasnya habis di PKS.
Dengan demikian, mesti ada cara lain yang lebih tokcer. Bersandar pada kesulitan memenuhi asa Qodari, sekaligus mengakomodasi aspirasi nyeleneh Engkog Felix, saya menawarkan duet apik. Prabowo capres, Jokowi cawapres. Itu duet yang bakal sukar ditundukkan lawan.
Pengalaman menang dua kali sekaligus memimpin negara dua kali merupakan bekal terbaik bagi Jokowi untuk menjadi wapres. Sekaligus, pecah rekor. Untuk pertama kali dalam sejarah nusantara, mantan presiden menjadi wakil presiden. Ini masih dalam konteks berandai-andai.
Pihak oposan yang selama ini ingin mengalahkan petahana perlu memalingkan wajah. Lupakan Prabowo. Cari sosok lain yang layak ditandingkan dengan Prabowo-Jokowi. Untuk sosok capres, posisi Anies jelas terdepan. Dari rekam jejak, Anies punya plus-minus melawan Prabowo.
Anies pernah mencicipi kursi menteri di kabinet Jokowi. Prabowo masih anteng sebagai menteri. Anies punya pengalaman menang di kontestasi politik, memenangi pilgub di Jakarta. Prabowo belum pernah merayakan kemenangan. Menjadi cawapres keok, menjadi capres kalah.
Siapakah sosok yang cocok mendampingi Anies untuk melawan pasangan Prabowo-Jokowi? O, ada calon kuat. Susilo Bambang Yudhoyono. Anies capres, SBY cawapres. Mantan presiden yang kini aktif di Mahkamah Tinggi Partai Demokrat itu merupakan seteru yang pas bagi Jokowi. SBY dua periode menjadi presiden, Jokowi juga begitu.Â
Jika Anies dipasangkan dengan tokoh selain SBY, apalagi dari kalangan nonpartai, mesin politik akan macet. Anies sendiri tidak punya kendaraan politik. Meminang SBY menjadi langkah brilian bagi Anies untuk melenggang ke Istana Negara. PKS jelas memilih Anies-SBY dibanding Prabowo-Jokowi.
Meski begitu, jangan terlalu serius. Apalagi membanting gawai gara-gara usulan abal-abal ini. Woles sajalah. Ini guyon pulitik belaka. Lagi pula, pilpres masih lama. [kp]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H