Bukan Amien Rais pengembus pertama kabar angin wacana presiden tiga periode, bukan. Ia hanya meniupkan kembali isu itu. Semacam mengompori atau memanas-manasi. Jika kita mundur hingga November 2019, wacana itu bermula dari partai pengusung Jokowi.
Dari mana asap bermula sehingga isu presiden tiga periode gencar mengemuka? Percaya tidak percaya, ternyata berawal dari Partai Nasional Demokrat. Sekretaris Fraksi Partai Nasdem Saan Mustapa mengakuinya.
Pada mulanya, Fraksi Partai Nasdem ingin mengamendemen UUD 1945. "Amendemen itu tidak terbatas untuk menghidupkan kembali GBHN, tetapi sekaligus membuka wacana penambahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode," ujar Saan kepada Kompas.com.
Keran perbincangan presiden tiga periode kontan terbuka. Bola sudah diumpan. Puan Maharani ikut menggocek wacana. Ia bercuap soal kemungkinan menggodok ulang usulan penambahan masa jabatan presiden dan wakil presiden.
"Itu masih wacana," ucap Puan, dilansir liputan6.com. "Tentu saja harus kita kaji kembali secara baik. Jangan sampai kita mundur ke belakang."
Semua warga negara berhak berpendapat, apalagi wakil rakyat. Namun, wacana presiden tiga periode ini unik. Arah angin berubah. Semula digiring oleh partai pengusung, sekarang digoreng oleh oposan.Â
Tidak heran jika wacana itu terus menggelinding liar hingga hari ini. Umpan lambung yang dilontarkan oleh Fraksi Partai Nasdem dan disontek manis oleh PDI Perjuangan, kini digiring oleh pihak sebelah.Â
Bagaimana sikap Jokowi? Pada 2 Desember 2019, beliau sudah menyatakan tidak setuju.Â
"Kalau ada yang usulkan itu, ada tiga (motif) menurut saya. Ingin menampar muka saya, ingin mencari muka, atau ingin menjerumuskan saya," kata Jokowi yang dilansir Kompas.com.
Jokowi sudah blak-blakan menolak wacana presiden tiga periode. Bagi Jokowi, pengusul wacana antara ingin mencari muka dan menjerumuskan. Bahkan, ingin menampar muka beliau.
Beberapa hari belakangan ini, wacana itu santer mengemuka. Wacana yang sudah basi kembali dihangatkan. Gosip yang telah usang kembali digodok. Jokowi akhirnya menjadi bulan-bulanan cibiran. Para oposan kontan mengompor-ngompori.
Politikus Partai Gerindra, Arief Poyuono, sontak menyulut gaduh. Ia ungkit kemenangan Gibran dan Bobby di pilkada. Amien Rais tidak mau ketinggalan kereta. Dengan lincah ia mainkan jurus. Ada saja istilah yang beliau pakai. Dari sinyal politik hingga menaksir skenario.
PKS bagai mendapat panggung, kendatipun beberapa politikus partai oposan itu agak waspada. Mardani Ali Sera, misalnya. Ia hanya mengingatkan agar Pak Presiden berhati-hati.
Melalui tribunnews.com, Mardani menyatakan bahwa pada 2019, Jokowi sudah menyatakan tidak mungkin presiden tiga periode. Meski begitu, beliau harus berhati-hati terhadap orang-orang yang ingin ambil muka atau menjerumuskan.
Maka dari itu, sudahilah kegenitan menambah masa jabatan presiden hingga tiga periode. Itu mengebiri esensi reformasi. Cukup dua periode. Cukup Sukarno dan Suharto saja yang lama mengeram di kursi presiden. Kita jadikan pengalaman Orde Lama dan Orde Baru sebagai guru.
Di sinilah perlunya partai pengusung Jokowi wawas diri. Jangan kegenitan. Tahan diri. Banyak perkara lain yang perlu dibahas di Senayan. Wacana presiden tiga periode bukan perkara yang mendesak. Kecuali partai pengusung memang ingin menjerumuskan Jokowi.
Kasihan Pak Jokowi harus sibuk mengklarifikasi isu picisan ini. Malah sampai dua kali. Padahal, beliau tengah sibuk memimpin penanganan pandemi korona. Tega banget, sih. Jangan-jangan partai pengusung senang hati kalau Pak Jokowi menjadi bulan-bulanan oposan.
"Mau dibolak-balik berapa kali pun, sikap saya tidak berubah." Begitu pengakuan Jokowi lewat akun YouTube Sekretariat Presiden kemarin (Senin, 15/3/2021). Beliau tetap menentang wacana presiden tiga periode.
Kurang apa lagi?! Masih mau cari muka? Masih mau menampar muka Pakde?! [kp]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H