Tahun lalu, 2020, saya tidak pernah mendapat teguran Administratur Kompasiana. Semua tulisan los-los saja. Tulis, pajang, jadwalkan, tayang. Selalu begitu. Bahkan sepanjang nebeng di flat keren ini, belum sekalipun saya mendapat teguran. Apa pun bentuknya.
Dengan kata lain, satu pun tulisan saya tidak termasuk dalam barisan 33.000 konten, tahun lalu, yang dihapus alias diturunkan oleh Admin K. Tentu saja karena saya sendiri sudah amat berhati-hati setiap menata artikel. Sekalipun misuh-misuh, artikel saya tidak pernah menyerang siapa pun.Â
Kecuali kepepet!
Hari ini tidak lagi. Setelah geregetan, saya gemas. Gara-gara rongseng mencari artikel terjadwal, mengubek-ubek kolom artikel terbaru, mengobok-obok profil sendiri, tetap saja artikel yang saya cari tidak kelihatan. Mau tidak mau terpaksa saya buka kolom draf. Ndilalah, di sana juga tidak ada.
Ke mana artikel saya? Gila. Setengah mati saya mencari data, memeras otak untuk menemukan analisis receh, memeras keringat karena belum sanggup lama duduk di kursi, tahu-tahu draf pun hilang. Saya kucek-kucek notifikasi. Oh, ketemulah surat cinta dari Kompasiana.
Berani Sumpah Pemuda, saya tidak tahu sisi apa dari tulisan saya yang melanggar peraturan Kompasiana. Benar-benar tidak tahu. Maksud saya, apakah saya benar-benar melanggar atau tidak, ya, saya tidak tahu sama sekali.
Maka dari itu, demi membangun rumah yang sehat seperti permintaan Kumendan Kompasiana, saya anggitlah artikel ini. Tolong Admin K menjaga kepala agar tetap dingin. Kalau perlu, beli es batu lalu tempel di jidat. Bisa juga, masukkan kepala ke dalam kulkas. Biar dingin, biar adem.
Pertama, terblokir secara otomatis. Baiklah, saya mengaku. Sering sekali saya bikin artikel yang judulnya ngehek. Pakai koplaklah, sengkleklah, garonglah. Macam-macam. Saya juga mengakui sering sekali misuh-misuh, uring-uringan, bahkan mencak-mencak.
Namun, mohon izinkan saya untuk mengajukan pertanyaan. Apakah artikel saya yang terblokir secara otomatis oleh sistem itu seperti 700 artikel, tahun lalu, yang memuat pelanggaran berat? Jika jawabannya "ya", di bagian mana pelanggaran beratnya?
Saya gemas. Lo, robot yang memeriksa secara otomatis dan sewenang-wenang main blokir pasti susah diajak berdiskusi. Apalagi berkompromi. Berat, Gan, berat sekali. Mana bisa robot kita minta mengindahkan perasaan Kompasianer?
Kedua, tim pemeriksa main gantung. Betul. Saya merasa digantung. Saya tunggu-tunggu kabar dari Tim Pemeriksa Artikel, entah kabar baik entah kabar buruk, ternyata tidak datang-datang. Admin K ke mana ketika saya sedang rindu serindu-rindunya? Suedih!
Okelah, anggap saja tulisan saya memuat pelanggaran berat. Bolehkan saya meminta petunjuk seperti apa pelanggaran berat yang saya lakukan. Ini penting. Supaya saya tidak mengulang kesalahan serupa. Supaya rumah besar ini makin sehat.
Jikalau hanya diblokir tanpa pemberitahuan yang jelas, repot. Saya tukang kutak-katik kata. Ini kali berjudul begini, itu kali berjudul begitu. Enteng bagi saya mengubahnya. Akan tetapi, apakah itu sehat? Mungkin bagi Admin K sehat-sehat saja, saya mah meriang.
Maka dari itu, guna menciptakan rumah yang sehat seperti anjuran Pengelola Kompasiana, perlu dibangun komunikasi yang nyaman antara Admin K dan Kompasianer. Kalau ada pelanggaran, tunjukkan. Saya misalnya, biasa mengkritik jadi terbiasa pula dikritik.
Tidak, tidak. Saya tidak minta dihargai karena sudah mati-matian menulis. Hehehe. Ogut menulis sama seperti berkedip, kok, kagak mati-matian sama sekali. Cuma, ya, bayangkan jikalau semua Kompasianer digantung seperti itu. Tidak sehat. Jika tidak sehat, berarti sakit.
Baiklah. Senang rasanya bisa menuangkan apa yang saya pikirkan ke dalam artikel. Terang saja saya senang, sebab saya bukan tipe pemendam masalah dan pendendam tiada akhir. Memang saya jarang membicarakan kemarahan, tetapi sering menuliskannya. Begitulah cara saya agar batin tetap sehat.Â
Semoga Pengelola dan Administratur Kompasiana memahami intisari tulisan ini. Serius. Niat saya hanya ingin tahu apa aturan yang saya langgar. Dengan begitu, saya tidak akan mengulangi pelanggaran itu. Janji!
Ya. Saya berani berjanji, sebab saya bukan keledai. Terima kasih, Admin K. [kp]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H