Semua akan indah pada waktunya
Tidak mengeluh, Diari. Itulah jimat yang saya pegang. Saya percaya, Tuhan tidak pernah tidur. Ada saja jalan sehingga saya bisa tetap menulis. Hari ini buku saya yang ke-40 telah selesai cetak. Novel Lakuna siap dilempar ke pangkuan khalayak pembaca.
Seorang sahabat semasa remaja mengirim pesan. Kawan, kasihlah satu bukumu.Â
Saya jawab, "Saya ingin sekali menghadiahkan satu untukmu, tetapi buat membeli beras pun takada." Ya, itu nasib pengarang. Setengah mampus merampungkan novel, begitu terbit selalu ada yang minta buku gratisan. Gretong. Gretong. Gretong!
Anehnya, Diari, seberat apa pun jalan yang saya tempuh tiada pernah hati terberati. Selalu bersetia, selalu bersemangat. Menulis, itulah jalan ninja saya. Namun, ada yang lebih aneh. Perempuan yang mencintai saya. Sudah tahu saya miskin, masih pula ia setia. Perempuan bodoh.
Ah, Diari, untung dia bodoh. Kalau dia pintar, dia pasti sudah lama meninggalkan saya! [kp]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H