Itulah sebabnya mengapa keberanian Badudu mengkritik cara berbahasa penguasa, termasuk Bos Besar dari Kerajaan Cendana, melegenda hingga sekarang. Pendekar bahasa yang jejaknya patut diteladan, ditiru, atau dicontoh.Â
Bagaimana dengan kondisi hari ini? Kesalahan berbahasa tetap saja marak. Pendekar bahasa seperti Pak Badudu bisa dihitung jari, sekalipun sarjana bahasa diwisuda setiap tahun. Kalaupun ada yang bertahan, mereka rata-rata dianggap "kurang kerjaan".
Hasilnya buruk. Kompleks dan bangunan bernama asing muncul di mana-mana. Pejaten Village, misalnya, dianggap sebagian orang lebih keren dibanding Dukuh Pejaten. Eifel yang jauh di seberang lautan kita sebut "menara", menara telekomunikasi di depan mata kita namai "tower". Begitu keluh Holy Adib, pendekar bahasa yang tengah naik daun.
Jika pada masa Orde Bara ada "Bapak Daripada", hari ini banyak orang yang layak disemati gelar "Bapak Keminggris". [kp]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H