Babak baru drama kudeta Demokrat sudah tersaji. Laga tidak lagi melibatkan Moeldoko dan AHY, tetapi juga SBY. Skor sementara 1-0 untuk tim Moeldoko. Kepala Kantor Sekretariat Presiden itu terpilih bulat-bulat di KLB Deli Serdang, Jumat (5/3/2021), sekalipun tidak hadir dalam kongres.
Pada mulanya serangan berada di kubu AHY. Permainan bola dari kaki ke kaki pemain di kubu AHY berlangsung seru dan menarik. Dinamis. Tiap pemain terampil menggocek isu. Tiap pemain menyerang habis-habisan. Pelbagai gosip digoreng sedemikian rupa.
Sementara itu, kubu Moeldoko seperti kelimpungan menahan gempuran lawan. Marzuki Alie, misalnya, sibuk bergerak tanpa bola ke sana sini. Max Sopacua bahkan sempat ke luar lapangan dan nyaris menandatangani kontrak dengan klub lain.
Bahkan pada detik-detik akhir, beberapa pemain di kubu Moeldoko terkena kartu merah. Tenaga mereka dipreteli agar tidak menggerogoti kubu AHY. Sayang sungguh sayang, "pemain usiran" itu berkumpul untuk membangun kekuatan. Mereka kompak menunjuk kapten baru, Moeldoko.
Tekel Moeldoko menghasilkan gol. Sayang sekali, gol yang tidak cantik. Tidak elegan. Itulah politik serangan balik. Kubu AHY tidak siap dan sigap menghadapi serangan balik. Mereka kecolongan. Para sesepuh yang dipangkas tajinya malah berbalik dan menyerang mati-matian.
Determinasi kubu Moeldoko ternyata moncer. Gelaran KLB di Deli Serdang buktinya. Di tengah kecamuk korona, sempat-sempatnya mereka berkerumun dan mengumpulkan suara untuk mengusung Moeldoko sekalu ketua umum.
Striker baru di kubu AHY, Susilo Bambang Yudhoyono, tidak mampu mengelak. Tidak sanggup juga menangkis tekel Moeldoko. Alih-alih mengobarkan semangat juang tim, SBY menggerung sembari merenung-renungkan kesalahan pada masa lalu.
Gol sudah bersarang di gawang. Tinggal menunggu keputusan wasit, Menteri Hukum dan HAM, yang merupakan kader PDI Perjuangan. Jika gol kubu Moeldoko disahkan, pertarungan bakal kian sengit. Demokrat benar-benar pecah. Terbelah.
Bagi AHY, jelas pelanggaran. Sungguh-sungguh pelanggaran keras. Kasar pula. Moeldoko main tebas tanpa memedulikan aturan main. Moeldoko tidak bermain bersih. Pura-pura mengelak dari serangan kubu AHY, tahu-tahu menerima pinangan untuk menjadi ketua umum.
Kubu AHY tidak terima. Selain persyaratan ajuan KLB dari DPC dan DPD Demokrat se-Indonesia, KLB juga tidak mendapat restu dari pelatih sekaligus pemain, SBY. Kubu AHY berang. Malah ada suporter yang meneriaki Moeldoko sebagai jenderal maling. Sebutan lain, pembajak partai. Ada juga yang memilih istilah begal. Lebih tepatnya, begal partai.
Sayang sungguh sayang, Moeldoko cuek bebek. Sebagai sosok yang sehari-hari berada di lingkar terdalam Istana Negara, ia tampak abai pada etika. Alih-alih membangun rumah sendiri, ia main serobot rumah orang. Alih-alih membentuk partai sendiri, ia main rebut kursi di partai orang. Alih-alih berjuang dari bawah, ia main terabas demi jalan pintas menuju panggung politik.