Kedua, AHY boneka belaka. Catat ini. Agus Harimurti Yudhoyono adalah Ketua Umum Partai Demokrat. Itu betul. Bukan Susilo Bambang Yudhoyono. Jika kader Partai Demokrat terus-terusan menyeret SBY dan mengabaikan AHY, kapan AHY akan matang selaku politikus?
Seandainya benar pihak Partai Demokrat ingin mengadakan unjuk rasa di Istana Negara, cukup AHY yang pimpin. Loh, jangan salah sangka. AHY itu mantan tentara. Ia pernah memimpin kompi. Masak iya pimpin demonstrasi saja harus ditangani mantan presiden.
Ada cara yang lebih elegan. Apabila KLB Deli Serdang dianggap liar atau ilegal, segera laporkan ke pengadilan. Jangan sibuk memakai media sosial sebagai corong bersedih-sedih. Giring semua inisiator KLB Deli Serdang ke pengadilan. Termasuk Moeldoko yang bandel itu. Semuanya.
Kenapa demikian? Itu untuk menjaga citra partai. Jika membela nasib partai saja cengeng nian, apa lagi membela nasib rakyat. Tanggapan sedemikian tidak boleh mencuat ke permukaan. Andi Arief dan kader Demokrat harus berjuang mati-matian. Tentu saja di bawah komando AHY. Bukan SBY. Sedikit-sedikit SBY, apa-apa SBY. Kapan AHY lepas dari bayang-bayang SBY?
Dua alamat itu, dalam hemat saya, akan menjadi bumerang apabila terus-menerus dilakukan oleh Andi Arief. Publik saat ini tengah menungguh kedewasaan AHY. Jika ia berhasil mengatasi konflik internal PD, namanya akan berkibar. Hal itu lebih murah dibanding pasang ratusan baliho.
Gelombang simpati rakyat mengalun dengan indah apabila seorang mayor sukses menjinakkan seorang jenderal. Bayangkan: AHY yang ganteng menaklukkan Moeldoko yang bengal. Daya pikatnya jauh lebih menjanjikan dibanding terus merengek laksana korban.
Langkah yang mesti diambil AHY tidak rumit. Mudah. Sederhana. Laporkan inisiator KLB ilegal. Lengkapi laporan dengan data dan fakta yang sukar disangkal. Tidak berat. Tidak ruwet. Jikalau terus-terusan bergaduh di media sosial, asumsi publik justru berpotensi negatif.
AHY tinggal susun konsep tuntutan.: "Pak Hakim dan Pak Jaksa, izinkan saya memohon keadilan. Moeldoko bandel sekali. Partai saya diobok-obok. Mau-maunya ia menjadi Ketum Gadungan. Ini data dan fakta pendukung laporan saya. Sekian dan terima kasih, Pak Hakim dan Pak Jaksa."Â [kp]
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI