Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

PDI Perjuangan: Partai Wong Cilik atau Sarang Politikus Mabuk Duit?

2 Maret 2021   16:52 Diperbarui: 2 Maret 2021   17:14 1199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Kompas.com

Nurdin Abdullah dicokok Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Gubernur Sulawesi Selatan yang dikabarkan baru bergabung dengan PDI Perjuangan menerima suap. Masih panjang jalan untuk membuktikan apakah mantan Bupati Bantaeng itu benar korup atau tidak. Namun, PDIP kembali mendapat tamparan telak.

Sejak 2016, reputasi PDIP tercoreng gara-gara banyaknya kader yang mengerat uang rakyat. Dari level daerah hingga nasional, pelaku korupsi selalu menyertakan nama partai banteng moncong putih. Politisi PDIP terlibat korupsi dari bupati hingga menteri. Ada juga wakil rakyat dari PDIP yang rela mengkhianati amanat konstituennya.

Tersebutlah Damayanti Wisnu Putranti. Ia anggota Komisi V DPR. Suap senilai Rp8,1 miliar mulus meluncur ke celengan ayam jagonya. Pada 13 Januari 2016 ia digelandang KPK. Di pengadilan tindak pidana korupsi, penyambung lidah wong cilik itu divonis 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan.

Bau bawang putih impor memang menyengat, tetapi wangi duit membuat mabuk I Nyoman Dhamantra. Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDIP itu ditengarai menerima suap perizinan impor bawang putih. Anggota parlemen yang seyogianya memperjuangkan kesejahteraan rakyat justru menikung rakyat yang diwakilinya.

Dari kalangan legislatif, politikus PDIP tidak kalah moncer dalam urusan mengebiri uang negara. Supian Hadi, misalnya, ditangkap KPK atas tuduhan melahap suap senilai Rp5,8 triliun. Politikus yang menjabat Bupati Kotawaringin Timur itu juga menerima uang dolar sebanyak 711 ribu.

Bahkan pada 2018, kader partai yang dipimpin oleh Ibu Megawati memimpin rangking partai yang terbanyak menyumbang koruptor. Belum lagi rekor tahun lalu, 2020, yang amat mencengangkan. Tiga kader dalam seminggu diciduk oleh KPK gara-gara perilaku koruptif. Salah satunya, Menteri Sosial, gila benar dengan menyunat uang bantuan sosial dalam upaya pengendalian dampak pandemi.

Itu sekadar menyebut contoh. Catatan buruk tersebut mestinya menjadi alarm bagi petinggi partai. Apa pasal sehingga banyak kader PDIP yang melakukan korupsi? Secara sederhana, ada dua penyebab yang bisa kita ajukan. Pertama, kader yang tunaintegritas. Kedua, sistem etik partai yang tidak memadai.

Dua penyebab itu bertaut sangat erat. Sekalipun partai memiliki sistem etik yang mumpuni, tidak ada artinya jikalau kadernya tunaintegritas karena mabuk duit. Hasil kaderisasinya hanya melahirkan kader yang mahir sunat sana sunat sini, potong sana potong sini, kerat sana kerat sini.

Praktik korupsi di Indonesia sudah menunjukkan gejala ketergantungan yang amat kronis antara partai politik dan kaum elitenya. Dana bansos, misalnya, cenderung menampilkan citra bancakan sesama elite. Segerombolan politikus mabuk duit menggelar acara makan-makan uang rakyat.

Ada juga gejala dana hasil sunat-menyunat itu dilakukan untuk membiayai kegiatan politik. Bisa jadi kegiatan kader untuk mengikuti hajat pilih-memilih, bisa juga untuk mendanai kegiatan rutin atau insidental partai politik. Semuanya dilakukan secara samar dan lamur.

Hal serupa tampaknya terjadi juga di PDIP, partai yang saat ini sedang memegang kendali pemerintahan. Kasus korupsi Sunjaya Purwadisastra, Bupati Cirebon, dapat dijadikan contoh. Tudingan dana sunatan "mengairi" kegiatan partai gencar terdengar. Elite partai kompak mengelak. Rata-rata menampik jika nama partai terseret-seret. Kasus korupsi lainnya pun serupa.

Ada satu hal yang luput dari ingatan elite PDIP. Mungkin termasuk Megawati selaku kumendan. Introspeksi. Mestinya petinggi partai mulai bercakap-cakap dengan hati nurani. Apa yang kurang dari PDI Perjuangan sehingga banyak kadernya yang mabuk duit? Menyalahkan kader sama saja mencuci tangan. Enggan disalahkan, tetapi terus-terusan memproduksi kader buruk atau politikus busuk.

Jika tahun ini tabiat mabuk duit masih menyelimuti hati kader partai banteng moncong putih, ya, bisa-bisa akan banyak lagi kader yang terciduk oleh KPK. Satu contoh nyata sudah di depan mata. Nurdin Abdullah harus menghadapi konsekuensi hukum. Meski masih terhitung "anak bawang" lantaran baru bergabung, nama PDI Perjuangan tetap terseret.

Megawati dan konco-konconya mesti mencari solusi. Bersih-bersih harus segera dilakukan. Mau tidak mau harus berbenah sekarang juga. Jika tidak, nasib Partai Demokrat saat berkuasa akan menimpa PDI Perjuangan. Apalagi teriakan "tenggelamkan partai korup" makin riuh terdengar.

Jangan sampai jargon "partai wong cilik" berubah menjadi "partai politikus mabuk duit". [kp]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun