LAHAT, Sumatera Selatan. Adalah Darsan (45 tahun) yang iseng-iseng memeloroti celana Junaidi (44 tahun). Mungkin Darsan sekadar bercanda, tetapi memeloroti celana orang lain bukan kelakar yang asyik. Apalagi di depan banyak orang, di tengah-tengah riuh hajatan. Minggu, 21 Februari 2021, akhirnya menjadi hari terakhir bagi Darsan.
Siapa sangka, maut akan merenggut nyawa Darsan. Siapa yang bisa menduga, Junaidi tidak bisa menahan emosi. Terlepas Junaidi datang ke pesta pernikahan dengan bercelana pendek, dikutip Kompas.com, ulah Darsan dapat membuat orang lain merasa kehilangan muka. Jika orang yang kehilangan itu gagal menahan diri, dampaknya bisa sangat fatal.
Tak dinyana dampaknya sangat fatal: Junaidi kehilangan muka, Darsan kehilangan nyawa.
Boleh jadi kita merasa janggal tatkala Junaidi menghadiri pesta sambil membawa senjata tajam, tetapi lelaki bersenjata tajam ke mana-mana bukan sesuatu yang aneh di beberapa daerah.
Yang aneh justru berkelakar keterlaluan dengan memeloroti celana orang lain. Sungguhpun begitu, kalap dan gelap mata sampai menghabisi nyawa orang lain merupakan tindakan berlebihan.
Kita hanya bisa mengelus dada.
Berikut ini saya agihkan tiga batasan bercanda yang perlu kita camkan.
Perhatikan batas canda yang wajar
Refor, sebut saja begitu, sedang berdiri merapikan kemeja. Masi, sebut saja begitu, menarik kursi ketika melihat Refor hendak duduk. Otomatis Refor terjengkang dan terjelepak di lantai karena kursi sudah digeser oleh Masi. Maksud Masi mungkin bercanda, tetapi ia lupa tulang ekor Refor bisa cedera.
Dari contoh kasus Refor-Masi di atas kita dapat menyimpulkan bahwa tidak semua senda gurau dapat menyenangkan hati. Tarik-tarik kursi termasuk di antara yang tidak menyenangkan hati. Masalah terbesar kita, banyak orang yang menyangka hal seperti itu sebagai guyon belaka.