Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Curah Rahasia Menulis Biografi: Catatan Proses Buku ke-39

17 Februari 2021   20:33 Diperbarui: 17 Februari 2021   20:36 1006
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pikirkan apa yang akan kautulis, tulis apa yang kaupikirkan (Ilustrasi: monigroup.com)

APA KABAR, KAWAN? Semoga kamu baik-baik saja. Hanya doa yang bisa kusajikan untukmu, meski aku taktahu apakah doa itu makbul atau tidak. Kuharap, Tuhan senantiasa melindungi kamu hari ini dan hari-hari setelahnya.

Kawan, hari ini aku sangat bahagia. Setelah melewati tirah baring lebih dari sebulan, setelah hanya bisa rebahan menatap langit-langit kamar, hari ini aku tiba pada proses perampungan buku ke-39. Ya, sejak kelahiran buku pertama pada tahun 2007, aku sudah menulis 39 buku.

Bagi penulis produktif, barangkali capaianku biasa-biasa saja. Bagiku, wow, sungguh luar biasa. 

Bukan apa-apa, 39 buku itu mencakup buku fiksi (puisi, cerpen, novel, dan esai); buku faksi alias buku nonfiksi yang dikemas dengan gaya fiksi (memoar); dan buku nonfiksi (seputar neourologi, kepenulisan, dan kehumasan).

Nah, buku ke-39 yang kuanggit ini termasuk buku faksi. Betul, Kawan. Buku memoar yang kukemas dengan gaya sastrawi. Judulnya, Transformasi Belum Selesai: Memoar Mira Anggraini. Memoar yang sarat data dan fakta, termasuk aturan perundang-undangan, dan mesti kutaja elok agar renyah baca dan tetap kaya makna. Berat, Kawan.

Kali ini aku ingin menceritakan proses kreatif yang kujalani semasa menulis buku ini. Semacam berbagi tip, kiat, atau strategi. Hitung-hitung menebar kebaikan kepada sesama penulis. Jikalau ada bagian dari artikel ini yang layak kaupetik, ambillah sesuka hatimu. Kalau takada, abaikan.

Dahsyatnya, Kawan, curah rahasia ini gratis. Ya, gratis, tis, tis!

***

Tampilan kover depan dan belakang buku ke-39 yang saya anggit (Sumber: Dokpri)
Tampilan kover depan dan belakang buku ke-39 yang saya anggit (Sumber: Dokpri)

BAGIKU, MENULIS MEMOAR selalu menyenangkan. Bukan sekadar berapa banyak honorarium yang kuterima, melainkan sekaligus betapa banyak pengalaman orang lain yang bisa kupelajari. Semacam sekali merengkuh dayung, dua-tiga hari capeknya tidak hilang-hilang. Hehehe.

Kita mulai saja, Kawan. Maklum, ada batasan jumlah kata. Selain itu, aku khawatir kamu tiba-tiba pingsan gara-gara penasaran. Kita lewati saja proses tawar-menawar, ajuan proposal, dan hal teknis yang mengawali penulisan. Di sini, konten artikel kita batasi pada proses menulis saja. Oke? Hatur nuhun.

Pertama, menentukan alur penulisan. Hal ini penting karena terkait dengan alokasi waktu, penataan stamina, dan sokongan dana. Berikut aku sajikan infografis berisi tiga poin yang termasuk dalam alur penulisan.

Alur penulisan biografi ala Khrisna (Sumber: Dokpri)
Alur penulisan biografi ala Khrisna (Sumber: Dokpri)
Kedua, memastikan batas fokus. Hal ini penting dalam rangka membatasi apa saja yang mesti disajikan di dalam buku. Cakupannya meliputi fokus ide, kreasi, edukasi, dan refleksi. Gambaran ini pula yang menguatkan kesepahaman antara penulis dan pemesan memoar. Silakan lihat infografis di bawah ini.

Batas fokus penulisan (Sumber: Dokpri)
Batas fokus penulisan (Sumber: Dokpri)
Ketiga, menata gugus gagasan. Bagian ini mencakup fleksibilitas konten, sensitivitas materi, validitas data, dan rasionalitas kisah. Berdasarkan cakupan gugus gagasan inilah aku dan klien bekerja bersama untuk merampungkan memoar. Silakan amati infografis di bawah ini.

Gugus gagasan memoar (Sumber: Dokpri)
Gugus gagasan memoar (Sumber: Dokpri)
Nah, itulah rahasia pertama yang aku bongkar dari dapur kepenulisanku selama ini. Tentu saja tidak bisa kamu ambil mentah-mentah. Seperti makanan, resep juga terkait dengan selera dan kebiasaan. Kalau ada yang cocok, silakan ambil. Begitu, Kawan.

***

RAHASIA KEDUA aku bongkar habis-habisan pada bagian ini, Kawan, jadi jauhkan dulu kantukmu. Hehehe. Silakan seduh kopi atau teh atau minuman apa saja. Kalau perlu sediakan kudapan. Bak menonton bioskop saja. Otak kenyang, perut kenyang.

Apakah sudah cukup dengan tiga poin pada rahasia pertama untuk menulis memoar secara terukur dan tertata? Belum. Biasanya, aku menyusun jadwal penulisan. Jadwal itu tidak semata-mata berisi apa dan kapan, tetapi juga meliputi persentase pekerjaan.

Kalau di dunia konstruksi, tiap detail pekerjaan ada persentasenya. Saat menulis memoar yang berhubungan dengan klien, aku juga begitu. Misalnya, riset data primer. Dalam 100% pekerjaan, riset data primer merupakan 10% dari bobot pekerjaan. Ketika riset itu kelar, berarti pekerjaanku baru rampung 10%. Masih jauh dari selesai.

Apa faedahnya? Tolok ukur. Jika penulisan memoar merupakan proyek berbayar (maaf, nilai proyeknya tidak kucantumkan), tidak akan terjadi selisih pendapat karena persentase pekerjaan sudah disepakati duluan. Jadi, tidak ada pihak yang merasa diakal-akali.

Silakan lihat bidik layar berikut. O ya, ini sekadar contoh, jadi tidak aku tampilkan keseluruhan.

Linimasa penulisan (Sumber: Dokpri)
Linimasa penulisan (Sumber: Dokpri)
Suatu ketika dalam kelas menulis ada peserta yang mempertanyakan alangkah ribet proses yang kulewati. Dengan enteng kujawab, begitulah caraku bekerja. Semua terencana, tertata, dan terukur. Itu pula sebabnya waktu yang kulewati jarang meleset dari rencana awal, sebab semua pekerjaan telah disusun secara terperinci.

Keren, kan? Sudahlah, Kawan, mengiya saja!

***

RAHASIA KETIGA akan kubongkar habis-habisan juga, Kawan. Pada bagian ini akan kusajikan bagi kamu soal bagaimana aku mulai menyusun kerangka. Seperti yang telah kusajikan pada tangkap layar di atas, bagian penyusunan kerangka ini berbobot 5% pekerjaan. Tidak enteng, tetapi tidak rumit juga. Namun, hasilnya sangat menentukan bagi kemudahan dan kelancaran penulisan.

Apa saja yang kulakukan sebelum dan selama menyusun kerangka? Tenang, Kawan. Kita umbar satu per satu.

Pertama, menata linimasa. Khusus untuk buku ke-39 ini, aku akan menulis memoar tentang kisah hidup Ibu Mira Anggraini (Direktur SDM dan Umum BPJS Kesehatan Masa Bakti 2006--2021). Jadi, ada dua fokus penulisan di situ, yakni perjalanan hidup Mira dan perjalanan BPJS Kesehatan.

Setiap bab memuat pertalian dan persinggungan dua bagian itu. Dengan demikian, aku mesti menata linimasa dua bagian itu agar tidak tumpang tindih. Misalnya, apa yang terjadi di BPJS Kesehatan ketika Mira baru dilahirkan. Atau, bagaimana wajah BPJS Kesehatan tatkala Mira baru saja bergabung menjadi duta atau karyawan.

Berdasarkan asumsi tersebut, aku taja linimasa seperti tergambar di bawah ini.

Linimasa patokan sebelum menulis (Sumber: Dokpri)
Linimasa patokan sebelum menulis (Sumber: Dokpri)
Kedua, menggambar fokus ulasan. Sebagai bayangan, aku ulangi lagi, memoar ini memuat kisah Mira dan sejarah BPJS Kesehatan. Jika dibuatkan peta pikiran, dua bagian itu bertemu pada irisan ketika Mira bekerja di BPJS Kesehatan. Itu fokus ulasannya.

Fokus ulasan itu tidak bisa hanya kugambarkan di dalam kepala. Sekuat apa pun daya ingatku, pasti ada masa-masa berat untuk menggali ingatan. Bisa karena stamina, bisa karena gangguan eksternal yang membuat aku sulit berkonsentrasi.

Beginilah gambaran fokus ulasan itu. Silakan dinikmati.

Fokus ulasan buku ke-39 (Sumber: Dokpri)
Fokus ulasan buku ke-39 (Sumber: Dokpri)
Ketiga, menyusun kerangka tulisan. Hal ini penting lantaran mesti ada kesesuaian antara penulis dengan klien (pemesan tulisan). Kerangka menjadi patokan awal kesepahaman sehingga proses riset, wawancara, analisis data, dan penulisan menjadi sama. Silakan tilik infografis berikut.

Kerangka buku ke-39 (Sumber: Dokpri)
Kerangka buku ke-39 (Sumber: Dokpri)
***

BEGITULAH, KAWAN. Sudah kucurahkan tiga rahasia dapur yang selalu kugunakan ketika menulis memoar. Baik memoar pesanan maupun memoar keinginan sendiri. O ya, karena semua detail pekerjaan sudah tertata, terencana, dan terukur maka tidak ada alasan bagiku untuk bermalas-malasan selama penulisan.

Adapun proses menulis sendiri berlangsung singkat. Aku jadwalkan sebulan dengan asumsi satu bab per hari, tetapi pekerjaannya sendiri hanya memakan waktu setengah bulan. Aku anggap itu bonus, sebab 15 hari sisanya kugunakan untuk memperbaiki kekurangan atau kelemahan dalam penulisan. Begitu setor, tidak banyak coretan klien. Hanya mencakup "ada tambahan, Daeng".

Bagaimana dengan kepuasan klien seusai buku rampung kutulis? Ambil contoh sebuah bangunan saja. Lantaran sejak awal kami sudah menyepakati arsitektur, jenis material dan biayanya, lama pekerjaan dan persetasenya, maka semua berakhir dengan rasa bahagia pada kedua belah pihak. Ibarat potongan lirik lagu: di sini senang di sana senang.

Terakhir, ini tanggapan klien yang tertera dalam halaman awal buku seusai dicetak.

Apresiasi klien atas penulisan buku ke-39 (Sumber: Dokpri)
Apresiasi klien atas penulisan buku ke-39 (Sumber: Dokpri)
Begitulah, Kawan, telah kucurahkan semua rahasia yang kumiliki. Semoga berguna. Eh, kalau kamu punya kerabat atau kenalan yang ingin dianggitkan memoar atau biografi, hubungi aku. Tenang, kita cincailah. Selamat malam, Diari. [kp]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun