Kata "alhamdulillah" diserap dari bahasa Arab. Dalam bahasa Indonesia berarti 'ungkapan rasa syukur atas karunia Allah'. Dengan demikian, ketika sesuatu terjadi dalam hidup kita, apa pun itu, maka mengucapkan "alhamdulillah" berarti mensyukuri karunia Allah.
KEMARIN, Selasa (16/2/2021), Denny Siregar mengundang warganet untuk mengerubungi cicitan soal Aceh di akun Twitter miliknya. Alhamdulillah, akhirnya ada juga prestasinya. Begitu kicau Denny. Cuitan itu merupakan komentar atas berita berjudul "Aceh Kembali Jadi Provinsi Termiskin di Sumatera".
Apakah Denny Siregar mensyukuri fakta bahwa Aceh menjadi provinsi termiskin di Sumatera?
Tentu saja, ya. Faktanya, Denny menambahkan "akhirnya ada juga prestasinya" setelah kata puja-puji syukur itu. Bagi Denny, Aceh tidak punya prestasi apa-apa. Hal itu terpancar dari kalimat penyerta yang mengikuti kata "alhamdulillah".
Setidaknya ada dua hal menarik dari cicitan Denny Siregar. Pertama, menganggap Aceh tidak punya prestasi yang layak dibanggakan. Kedua, mensyukuri kondisi terkini Aceh yang menjadi provinsi termiskin di Sumatera.
Dalam hemat penulis, dua hal itu menunjukkan dua hal pula. Pertama, Denny buta sejarah atas keberadaan Aceh sehingga ia menyangka Aceh tidak punya prestasi apa-apa. Kedua, Denny lagi julid-julidnya kepada Aceh dengan musabab yang entah karena apa.
Apakah benar Aceh tidak punya prestasi apa-apa untuk dibanggakan sebagai bagian dari negara kesatuan yang kita cintai ini?
Bagi Denny, mungkin ya; bagi saya, tidak. Jauh sebelum Denny dan saya lahir, jauh sebelum Denny dan saya pintar mengoceh, jauh sebelum Denny dan saya sama-sama gesit mengkritik, Aceh sudah punya banyak prestasi. Banyak sosok terkemuka di Aceh yang turut mengusir kolonial. Hal itu bahkan sebelum Indonesia merdeka.
Begitu Indonesia merdeka, ketika Presiden Sukarno melawat ke Kutaraja (kini Banda Aceh), saat presiden pertama NKRI itu mengeluh tentang Indonesia yang belum punya pesawat terbang, kala proklamator kemerdekaan RI itu meminta bantuan pada rakyat Aceh, tanpa banyak cincong dan tiada adunyolot, rakyat Aceh mengumpulkan sumbangan emas seberat 20 kg.
Sejarah mencatat peristiwa itu. 16 Juni 1948 hari tatkala Presiden Sukarno berkeluh kesah, hari saat Tengku Muhammad Daud Beureuh mengobarkan semangat agar rakyat Aceh peduli, dan hari itu abadi dalam catatan perjalanan bangsa Indonesia. Sumbangan emas itulah yang lantas digunakan Indonesia untuk membeli sebuah pesawat Dakota merek C-47.
O ya, pesawat itu mungkin sudah sulit dilihat dan ditatap oleh Denny. Tidak apa-apa. Toh berita dan foto pesawat itu masih ada. Denny masih bisa melihatnya di Kompas.com, misalnya. Berita dan foto pesawat itu masih pula terarsip dengan baik di Arsip Nasional Republik Indonesia. Â