SELAMAT PAGI, Kawan. Anda sering baper? Mohon jangan membaca artikel ini. Saya khawatir Anda jantungan. Apakah Anda tergolong kaum caper? Saya berharap Anda tidak membaca artikel ini, karena saya cemas nanti Anda makan hati. Kalaupun Anda menamatkan tulisan receh ini, lalu tersinggung, nanti menuduh itu kesalahan saya karena menulis soalan remeh ini.
Begini, Kawan. Kita sedang berada di tengah era baperan. Perkara receh, bawa-bawa perasaan. Ricuh sedikit, bawa-bawa perasaan. Era ini makin lengkap karena kehadiran tradisi baru. Tradisi itu bernama lopar-lapor. Ada apa-apa, langsung lapor polisi. Tersinggung sedikit, lapor polisi. Tenggang rasa terkikis, tepa selira pupus.
Adalah pemuatan nama Pak Ganjar dalam soal ujian yang kali ini menyulut baper banyak orang. Soal ujian itu lantas dikait-kaitkan dengan Ganjar Pranowo yang sekarang tengah menjabat Gubernur Jawa Tengah. Muncullah rupa-rupa komentar dari warganet. Dari pencemaran nama baik hingga penjegalan karier politikus PDI Perjuangan yang murah senyum itu.
Apakah warganet tidak boleh baperan?Â
Bolehlah. Silakan saja. Mudah marah, gampang baper, dan sering tersinggung itu urusan Anda. Mau kolokan juga boleh. Tidak ada larangan. Main tonjok dinding atau garuk-garuk aspal juga boleh, silakan saja. Itu urusan Anda. Mau caper dan main lopar-lapor juga boleh, itu urusan Anda.
Hanya saja, kalau ada yang berbeda pendapat dengan Anda, ya, jangan marah. Berbeda pendapat itu sah dalam alam demokrasi. Tidak semua orang harus berpendapat sama dengan Anda, tidak semua orang mesti sepaham dengan Anda. Jadi, kalau ada pihak yang mencibir lantaran Anda mudah benar lopar-lapor, itu hak mereka dan, sama seperti Anda, mereka juga punya hak.
Saya bilang juga apa, artikel ini bisa bikin senewen. Maaf, ya.
***
MARI KITA dinginkan hati dan kepala dulu. Kebiasaan bersumbu pendek dan menjadi kompor gas mesti kita jauhkan dulu. Sejenak saja. Setelah itu, terserah Anda mau pakai sumbu pendek atau tidak. Ayo kita lihat bunyi soalnya:
Walaupun mendapat rezeki yang banyak, Pak Ganjar tidak pernah bersyukur dengan menyembelih hewan kurban pada Hari Idul Adha. Pak Ganjar termasuk orang yang
a. beruntung
b. beriman
c. rugi
d. sukses
Saya pikir, warganet akan mempertanyakan apakah bersyukur harus dengan menyembelih hewan kurban. Bisa juga, mempertanyakan apakah dengan tidak menyembelih hewan kurban maka Pak Ganjar otomatis tergolong orang rugi atau beruntung.
Ternyata tidak. Warganet mempersoalkan nama Pak Ganjar dalam soal ujian yang tercantum di dalam buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti itu. Tentu saja, Pak Ganjar yang dimaksud oleh warganet yang keberatan adalah Gubernur Jawa Tengah.
Saya heran. Maaf, saya berhak untuk merasa heran. Kenapa? Itu absurd. Tidak masuk akal. Muskil. Jika kita mau menahan diri sejenak, tidak usah lama, buku itu terbit pada tahun 2009. Kala itu, Ganjar Pranowo masih duduk sebagai wakil rakyat di Senayan. Belum menjadi gubernur.
Okelah, saya menghargai pendapat pihak yang kemudian mempertanyakan soal ujian itu. Lantas, mengapa baru sekarang? Mengapa tidak sejak Ganjar Pranowo duduk sebagai Gubernur Jateng? O, karena baru tahu sekarang? Jadi, andaikan tidak tahu dan terus tidak tahu maka soal ujian itu tidak akan menjadi persoalan? Hehehe.
Sekarang begini. Apakah soal ujian itu merujuk langsung kepada Ganjar Pranowo?Â
Tidak. Hanya menyebut Pak Ganjar. Adakah orang yang bernama Pak Ganjar hanya Ganjar Pranowo? Baiklah, Anda bisa berasalan karena memakai kata sandang "Pak". Lo, makin sumir. Apakah orang yang bernama Ganjar, selain Ganjar yang gubernur, tidak berhak disebut Pak Ganjar?
Jika demikian adanya, kasihan orang yang bernama Ganjar Mukti Muhardiayana (pesepak bola), karena tidak boleh disapa "Pak Ganjar". Doi mesti disapa Ganjar tok. Kalau mau pakai "Pak", mesti Pak Mukti. Tidak boleh Pak Ganjar, sebab itu identik dengan Gubernur Jateng. Alamakjang!
Ada pula yang keberatan karena memakai nama Pak Ganjar, padahal bisa saja diganti menjadi Pak Budi atau Bu Wati.Â
Dengan pola pikir keruh yang sama, nanti juga tetap diprotes. Pakai Pak Budi akan dihubung-hubungkan dengan Menteri Kesehatan; pakai Bu Wati akan dikait-kaitkan dengan Ibu Megawati. Repot benar hidup ini.
Bahkan andaikan soal ujian itu memakai nama Pak Joko, bukan berarti nama itu identik dengan Pak Joko Widodo. Serius. Ada Joko Susanto, Joko Purnomo, Joko Anwar, atau Joko Supriyanto. Malahan, teman saya yang sering bikin puisi bernama Joko Pinurbo. Eh, ada pula sosok dalam cerita rakyat yang bernama Pak Joko Tingkir.Â
Ribet, kan?
***
PERSOALAN seperti ini tidak akan ada ujungnya jikalau hati kita diselimuti prasangka. Sedikit-sedikit baper, lalu main kait-kaitan dengan politik. Jangan terlalu dangkal memandang dunia. Percayalah, dunia ini tidak sekadar cebong dan kadrun. Banyak hal lain yang patut kita pikirkan.Â
Kalau cuma baper masih mending. Disusul pula dengan sikap caper. Main lopar-lapor, padahal Ganjar Pranowo sendiri masam-mesem.Â
Jangan kira dampaknya sederhana. Sekarang saja sudah ada pihak yang melaporkan Tiga Serangkai, penerbit buku ajar yang memuat soal Pak Ganjar, kepada pihak kepolisian. Malahan ada yang sudah sibuk menyerukan untuk memboikot semua buku terbitan Tiga Serangkai.
Bro, segera eling. Buku yang cetak pertama sejak 2009 dan terus cetak ulang hingga sekarang itu sama sekali tidak diniatkan oleh penulisnya untuk menyinggung perasaan Pak Gubernur. Lalu, apakah kalian yang sibuk menduga ada "pembunuhan karakter" akan berpikir serupa andaikan soal ujian itu memakai nama Pak Anis?
Ayolah, otak kita ini punya kemampuan berpikir yang potensinya jauh lebih besar dibanding sekadar repot memikirkan hal secetek itu! [kp]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H